Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Penurunan FDI dan Proteksionisme Negara Besar

7 Juli 2025   15:03 Diperbarui: 7 Juli 2025   15:03 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: metalsedge.com/Freepik)

Inisiatif seperti perdagangan intra-regional, pertukaran teknologi, dan pembentukan bank pembangunan regional menjadi instrumen penting untuk menciptakan ekosistem pertumbuhan yang lebih setara dan kontekstual.

Dalam pendekatan ini, solidaritas antarnegara berkembang bukanlah sekadar wacana politis, melainkan jalan praktis untuk membangun kekuatan kolektif menghadapi tatanan dunia yang semakin terfragmentasi.

Tidak kalah penting, pembangunan pasca-globalisasi menuntut keberanian untuk mendefinisikan ulang indikator keberhasilan pembangunan itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi tinggi tidak lagi cukup jika tidak disertai dengan ketahanan struktural, kedaulatan kebijakan, dan pemerataan hasil pembangunan.

Oleh karena itu, transformasi ke depan tidak hanya menyoal strategi teknokratis, tetapi juga visi politik yang kuat dan komitmen jangka panjang terhadap agenda pembangunan yang inklusif, adil, dan berkelanjutan.

 Kesimpulan

Gelombang penurunan investasi asing langsung yang terjadi secara global pada tahun 2025 bukanlah fenomena yang berdiri sendiri, melainkan gejala dari pergeseran mendasar dalam arsitektur ekonomi dunia.

Di tengah meningkatnya proteksionisme, rivalitas geopolitik, dan fragmentasi pasar internasional, tatanan global yang dahulu mengandalkan keterbukaan dan interdependensi kini bergeser menuju sistem yang lebih tertutup, eksklusif, dan bersifat strategis.

Negara-negara maju, dengan kapasitas fiskal dan teknologi yang tinggi, semakin berani menutup diri demi melindungi industri domestik dan memperkuat posisi tawar mereka dalam persaingan global. Namun di sisi lain, negara-negara berkembang yang selama ini menggantungkan pertumbuhannya pada aliran modal asing, justru menghadapi tekanan struktural yang makin dalam.

Ketika model pembangunan berbasis FDI kehilangan daya dorongnya, negara berkembang dihadapkan pada realitas baru yang menuntut redefinisi arah dan fondasi pembangunan nasional. Krisis ini seharusnya tidak hanya dibaca sebagai keterpurukan, tetapi juga sebagai peluang untuk mengembangkan model ekonomi alternatif yang lebih berakar pada kekuatan domestik.

Kemandirian industri, penguatan UMKM, pengembangan teknologi lokal, serta integrasi ekonomi regional menjadi pilar-pilar strategis yang tak bisa diabaikan. Dalam dunia yang semakin tidak pasti dan terdorong oleh kalkulasi kekuasaan, kemampuan suatu negara untuk mengelola dan mengoptimalkan sumber dayanya sendiri menjadi ukuran utama dari ketahanan dan kedaulatannya.

Maka dari itu, masa depan pembangunan di era pasca-globalisasi tidak lagi bergantung pada besarnya arus modal yang masuk dari luar, melainkan pada sejauh mana negara mampu membangun kapasitas internal yang tangguh, mengembangkan kerja sama berbasis kesetaraan, dan memastikan bahwa pembangunan tidak hanya tumbuh, tetapi juga merata.

Pergeseran paradigma ini menandai awal dari fase baru dalam sejarah ekonomi global, di mana daya tahan menjadi nilai utama, dan kedaulatan ekonomi menjadi syarat mutlak untuk mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun