Bahkan, jauh sebelum OTT terjadi, ia telah menghadiri undangan KPK dalam acara Koordinasi dan Supervisi (Korsup) pada April 2025.Â
Dalam kesempatan itu, Bobby menyatakan komitmennya untuk mendukung penuh pemberantasan korupsi. Namun, fakta di lapangan berbicara lain.
OTT ini bukan hanya soal oknum. Tapi sistem. Proyek senilai ratusan miliar itu diberikan tanpa mekanisme yang sah.Â
Tidak melalui lelang, tidak pula melalui proses e-catalog yang benar. Semua direkayasa. Ada dugaan fee miliaran rupiah yang dibagikan untuk melancarkan proyek ini.
Celakanya, dalam proses pengerjaan proyek itu, orang-orang yang kini jadi tersangka diketahui pernah bersama-sama Bobby saat kunjungan ke lokasi proyek.
Dilansir dari Kompas.id, Bobby membenarkan bahwa dirinya memang satu mobil dengan para tersangka dalam kegiatan off-road menuju lokasi proyek.Â
Namun, ia mengaku tidak tahu bahwa mereka adalah calon kontraktor. Pernyataan ini memancing reaksi. Masa iya seorang Gubernur bisa sedekat itu dengan pihak swasta tanpa tahu latar belakang mereka?
Hubungan dekat antara Bobby dan para tersangka semakin diperkuat dengan data LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara). Kepala Dinas PUPR yang ditangkap KPK adalah orang lama yang sebelumnya menjabat di Medan.Â
Artinya, Topan adalah bagian dari "kabinet" yang ikut Bobby dari kota ke provinsi. Jika benar demikian, maka dugaan bahwa sistem lama yang korup ikut terbawa ke lingkungan Pemprov menjadi sulit terbantahkan.
Yang menjadi tantangan besar bagi Bobby bukan hanya bagaimana ia menjelaskan kedekatannya dengan para tersangka. Tapi bagaimana ia bisa membuktikan bahwa dirinya benar-benar bersih.Â
Bahwa ia memang tidak tahu-menahu. Karena di mata publik, ketika orang dekat kita korupsi, publik tak hanya menuding yang bersangkutan. Publik juga bertanya: pemimpinnya ke mana?