Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perempuan dan Kebangkitan Nasional: Jejak yang Terlupakan

20 Mei 2025   15:52 Diperbarui: 20 Mei 2025   17:38 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: kompas.com)

Perempuan dan Kebangkitan Nasional: Jejak yang Terlupakan

Oleh: Julianda BM

Setiap tanggal 20 Mei, bangsa ini memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Nama-nama seperti Soetomo, Wahidin Soedirohusodo, dan pelajar-pelajar STOVIA pun kembali disebut. 

Kita kembali pada memori kolektif tentang Budi Utomo, organisasi modern pertama yang dianggap sebagai penanda bangkitnya kesadaran kebangsaan Indonesia. Tapi ada satu pertanyaan yang jarang kita tanyakan: di mana perempuan dalam cerita besar ini?

Sejarah resmi kita---yang diajarkan di sekolah dan dikutip di pidato kenegaraan---terkesan sangat maskulin. Barisan tokoh dan pejuang awal digambarkan nyaris semuanya laki-laki. 

Mulai dari pendiri Budi Utomo hingga peserta Kongres Pemuda II. Tidak salah memang, tapi tidak lengkap.

Padahal, dalam sejarah yang lebih dalam dan tersembunyi, perempuan tidak hanya menjadi penonton. Mereka juga menjadi penggerak, pendidik, bahkan ideolog perjuangan. 

Namun, nama-nama mereka jarang masuk buku pelajaran. Bahkan dalam narasi Sumpah Pemuda---yang katanya mencerminkan semangat persatuan seluruh bangsa---kehadiran perempuan hampir tak tampak. Seolah-olah bangsa ini dibangun oleh satu gender saja.

Ambil contoh Rohana Kudus, jurnalis perempuan pertama Indonesia yang sudah menulis tajam tentang emansipasi dan pendidikan perempuan sejak awal abad ke-20. Atau Dewi Sartika yang mendirikan sekolah untuk anak perempuan jauh sebelum kesetaraan menjadi topik populer. 

Ada juga Kartini, yang sering kali disterilkan dalam narasi "ibu rumah tangga bijak", padahal pemikiran radikalnya soal pendidikan dan kemerdekaan perempuan sangatlah mengguncang status quo saat itu.

Mereka mungkin tidak hadir di STOVIA, tapi mereka ada di ruang-ruang lain yang juga menentukan arah kebangkitan bangsa---sekolah, dapur, ruang baca, bahkan penjara kolonial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun