Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

CV Sederhana, Dampak Luar Biasa: Saat yang Biasa Justru Dilirik HRD

20 Mei 2025   13:43 Diperbarui: 20 Mei 2025   13:43 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: https://www.talenta.co/blog/kenali-pertanyaan-untuk-hrd-selama-wawancara/)

CV Sederhana, Dampak Luar Biasa: Saat yang 'Biasa' Justru Dilirik HRD

Oleh: Julianda BM

Beberapa hari lalu, linimasa media sosial kembali ramai. Seorang HRD mengunggah tangkapan layar sebuah CV yang ia anggap "tidak niat". CV itu polos, nyaris tanpa desain, dan menggunakan bahasa yang terkesan terlalu santai. 

Unggahan tersebut menuai berbagai komentar. Ada yang menertawakannya, ada yang merasa empati, dan tak sedikit yang jadi merasa cemas: "Apakah CV gue juga seburuk ini?"

Fenomena ini bukan yang pertama. Dalam era digital yang dipenuhi template CV warna-warni dan desain infografis yang memukau, CV sederhana sering kali dianggap 'malas' atau 'tidak niat'. 

Namun, benarkah demikian? Apakah sebuah CV harus selalu penuh warna, ikon, dan font kekinian agar mendapat perhatian HRD?

Pertanyaan ini seharusnya menjadi titik refleksi bagi para pencari kerja. Terlalu banyak pelamar yang terjebak dalam paradigma bahwa tampilan luar lebih penting daripada isi dalam. 

Padahal, dalam proses seleksi yang cepat dan ketat, HRD justru lebih menghargai kejelasan, keterbacaan, dan fokus informasi.

Bayangkan ini: seorang HR membaca 100 CV dalam sehari. Apakah mereka akan punya waktu untuk mengapresiasi gradasi warna pastel di latar belakang CV-mu? Atau animasi kecil di bagian header-nya? 

Kemungkinan besar tidak. Yang mereka cari adalah jawaban cepat atas satu pertanyaan penting: "Apakah orang ini cocok untuk posisi yang saya cari?"

Inilah saatnya kita mendobrak mitos: CV tidak harus rumit untuk jadi efektif. Justru, CV yang terlalu ramai bisa mengaburkan informasi penting. HRD bukan desainer grafis. Mereka bukan sedang mencari karya seni. Mereka mencari kandidat terbaik.

CV yang sederhana namun kuat biasanya memiliki tiga ciri utama: ringkas, rapi, dan relevan. Artinya, informasi disajikan langsung ke inti, tidak bertele-tele, dan terstruktur dengan baik. 

Tanpa elemen-elemen visual yang mengganggu, justru fokus pembaca mengarah langsung ke hal yang paling penting: isi dari pengalaman dan kualifikasi kamu.

Saya sendiri pernah mengalami masa di mana saya merasa tidak percaya diri karena CV saya sangat 'biasa'. Hanya satu halaman, font standar, tanpa hiasan sama sekali. 

Namun, justru CV itulah yang akhirnya membawa saya ke banyak wawancara kerja --- bahkan pekerjaan pertama saya sebagai content writer. Salah satu HRD berkata: "CV kamu enak dibaca, semua langsung kelihatan."

Pengalaman itu membuat saya sadar, bahwa 'niat' tidak selalu harus diwujudkan lewat desain. Niat bisa tampak dari ketelitian menyusun isi, dari cara menuliskan deskripsi pekerjaan sebelumnya, dan dari cara menunjukkan bahwa kita tahu apa yang kita tawarkan kepada perusahaan.

Dalam tulisan ini, saya ingin mengajak kamu melihat bahwa CV yang sederhana bukan berarti asal-asalan. Justru, CV yang 'low effort' di mata orang awam, bisa memberikan high impact ketika disusun dengan cermat dan fokus. 

Mari kita ulas bersama --- dari kesalahan umum, sampai strategi menyusun CV sederhana yang memikat.

Membedah Kesalahan Umum dan Strategi CV Sederhana yang Efektif

Salah satu kesalahan paling umum yang sering dilakukan para pencari kerja dalam membuat CV adalah terlalu fokus pada desain, tapi abai pada isi. Banyak yang terpaku pada memilih warna, font, atau ikon-ikon kecil di CV, tapi lupa menuliskan capaian yang konkret atau ringkasan pengalaman kerja yang relevan. Akibatnya, CV memang indah secara visual, tapi kosong secara makna.

Kesalahan kedua adalah menumpuk terlalu banyak informasi yang tidak relevan. Misalnya, mencantumkan riwayat pendidikan sejak TK, atau mencantumkan hobi yang tidak mendukung posisi yang dilamar. 

Informasi semacam itu tidak membantu HRD dalam mengambil keputusan, malah bisa membuat mereka merasa waktu mereka terbuang membaca hal yang tak penting.

Tak jarang pula saya melihat CV yang isinya terlalu umum. Contohnya, bagian deskripsi pekerjaan hanya ditulis, "Bertanggung jawab atas administrasi." Ini terlalu luas. 

Bandingkan dengan: "Mengelola dokumen administrasi proyek dan meningkatkan efisiensi proses pengarsipan hingga 30%." Pernyataan kedua menunjukkan hasil dan kontribusi nyata.

Kesalahan ketiga adalah layout yang terlalu padat atau berantakan. Beberapa pelamar ingin mencantumkan segalanya dalam satu halaman, tapi tanpa memperhatikan spasi, margin, dan struktur. 

Alhasil, CV jadi susah dibaca. Padahal, layout yang rapi bisa meningkatkan kemungkinan dibaca sampai tuntas.

Mari kita beralih ke pertanyaan penting: Bagaimana membuat CV sederhana tapi tetap efektif?

Pertama, pilih font yang profesional dan mudah dibaca seperti Arial, Calibri, atau Helvetica. Hindari font dekoratif seperti Comic Sans atau yang terlalu tipis dan kecil. Ukuran font ideal untuk isi adalah 10--12 pt, dan untuk judul bisa 14--16 pt.

Kedua, maksimalkan satu halaman dengan susunan yang sistematis. Biasanya dimulai dari data diri singkat, profil profesional (sekilas ringkasan tentang siapa kamu dan apa keahlian utamamu), pengalaman kerja, pendidikan, lalu keahlian atau sertifikasi tambahan. Jika kamu masih fresh graduate, kamu bisa tonjolkan pengalaman organisasi atau magang yang relevan.

Ketiga, fokus pada pencapaian. Jangan hanya tuliskan tanggung jawab, tapi juga hasil kerja. Misalnya: "Meningkatkan engagement media sosial sebesar 200% dalam 3 bulan melalui strategi konten organik." Ini memberi sinyal bahwa kamu tidak hanya bekerja, tapi juga memberikan nilai tambah.

Keempat, gunakan bullet points. Ini membuat informasi lebih mudah dipindai oleh mata HRD yang terburu-buru. Satu bullet point maksimal dua baris, dan satu bagian cukup 3--5 poin. Ingat, keterbacaan adalah kunci.

Kelima, simpan file dalam format PDF. Ini terdengar sepele, tapi penting. Banyak CV yang formatting-nya berantakan saat dibuka di perangkat yang berbeda karena disimpan dalam format Word atau Pages. Dengan PDF, struktur tetap aman.

Untuk memperkuat poin bahwa CV sederhana bisa berdampak besar, mari kita lihat contoh nyata dari pengalaman seseorang bernama Dimas (nama disamarkan), seorang lulusan universitas negeri di Jawa Tengah. 

Dimas melamar sebagai staf administrasi di sebuah perusahaan manufaktur besar. CV-nya hanya satu halaman, tanpa warna, tanpa desain grafis --- hanya teks hitam dengan font Arial.

Namun, yang menarik adalah cara Dimas menulis deskripsi pengalaman magangnya. Ia menuliskan: "Menerapkan sistem klasifikasi dokumen berbasis digital yang mengurangi kesalahan input data sebesar 40%." 

Satu kalimat ini saja sudah memberi sinyal bahwa ia tidak hanya bekerja, tapi mampu memberikan solusi dan peningkatan.

Menurut cerita Dimas, ia sempat ragu dengan kesederhanaan CV-nya, terutama saat teman-temannya menggunakan template dari Canva yang penuh warna. 

Tapi justru, HRD perusahaan tersebut memanggil Dimas lebih dulu. Dalam wawancara, HRD mengatakan: "CV kamu sangat straight to the point. Mudah dibaca dan kami langsung tahu kamu orang yang terstruktur."

Hal ini memperkuat sebuah prinsip penting: Desain tidak akan menyelamatkan isi yang kosong. Tapi isi yang kuat bisa berdiri sendiri, bahkan dalam kemasan yang sederhana.

Sebagai tambahan, saya sempat bertanya langsung pada seorang HRD dari perusahaan e-commerce di Jakarta tentang preferensinya terhadap CV. Ia mengatakan bahwa, "CV yang bagus bukan yang paling cantik. CV yang bagus adalah yang langsung menjawab kebutuhan kami --- siapa kamu, apa pengalamanmu, dan apa yang bisa kamu kontribusikan. Kalau terlalu ramai, malah bikin pusing."

Ia menambahkan bahwa setiap kali membuka CV, ia hanya punya waktu kurang dari satu menit untuk menentukan apakah seseorang layak lanjut ke tahap berikutnya. 

Maka, keterbacaan dan kejelasan menjadi dua kriteria utama. "Satu halaman dengan informasi yang jelas, sudah cukup. Dua halaman kalau kamu sudah senior. Tiga halaman? Kami langsung skip," katanya sambil tertawa.

Pengalaman-pengalaman ini memberi pelajaran penting bagi para pencari kerja, terutama generasi muda. Dalam dunia kerja yang serba cepat dan penuh persaingan, yang paling dibutuhkan bukanlah tampilan yang mencolok, tetapi substansi yang menjawab kebutuhan perusahaan.

CV sederhana bukan berarti tidak niat. Justru, CV yang ringkas, rapi, dan relevan menunjukkan bahwa kamu tahu apa yang ingin kamu sampaikan. Kamu tidak menyia-nyiakan waktu HRD, dan itu adalah bentuk profesionalisme yang sejati.

Jika kamu merasa tidak punya kemampuan desain, jangan minder. Jangan biarkan media sosial membuatmu merasa 'kalah sebelum bertarung' hanya karena CV-mu tidak penuh warna. 

Yang penting adalah bagaimana kamu menyusun isi CV-mu: seberapa kuat kamu bisa menggambarkan nilai dirimu sebagai kandidat.

Menutup tulisan ini, saya ingin mengajak kita semua untuk berhenti mengejar CV yang "terlihat niat" secara visual, tapi kosong secara isi. 

Sebaliknya, kejar CV yang jujur, padat, dan mengandung nilai tambah yang konkret. Percayalah, HRD yang profesional akan lebih menghargai kejelasan daripada kemewahan.

Karena pada akhirnya, bukan CV yang cantik yang membuatmu diterima kerja. Tapi isi yang relevan, cara penyampaian yang ringkas, dan kejelasan tujuan yang membawamu selangkah lebih dekat ke pekerjaan impianmu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun