Mohon tunggu...
Lona Hutapea
Lona Hutapea Mohon Tunggu... Wiraswasta - Student

Lifelong learner. Memoirist.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dari Paris (1): Monalisa - Kecil itu Indah

10 April 2010   17:18 Diperbarui: 18 Februari 2016   15:45 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Siapa yang tak kenal Monalisa ?

Di seluruh dunia, lukisan yang dibuat berabad-abad lalu ini sudah tak asing lagi. Sebagai sebuah masterpiece, ia bahkan telah menginspirasi begitu banyak karya seni lainnya. Tak terhitung pula jumlah anak-anak perempuan yang namanya berasal dari karya Leonardo Da Vinci ini, termasuk beberapa sahabat masa kecil saya.

Saya sendiri baru bersua dengan Monalisa kurang lebih setahun yang lalu, saat pertama kali mengunjungi Musée du Louvre bersama keluarga, beberapa minggu setelah menjejakkan kaki di Paris.  Akhirnya datang juga kesempatan melihatnya dari dekat, berhadapan langsung dengan lukisan yang dipercaya sebagai potret Lisa Gherardini, isteri Francesco del Giocondo, pedagang sutera kaya dari Florence itu.

Meskipun merupakan karya pelukis Italia, Monalisa secara resmi adalah milik Pemerintah Perancis setelah dibeli oleh Raja Francois I pada abad ke-16, dan telah beberapa kali berpindah tempat, mulai dari Kastil Fontainebleau, Istana Versailles, Istana Tuileries, hingga akhirnya Musée du Louvre, sampai sekarang. [caption id="attachment_115580" align="aligncenter" width="500" caption="Musée du Louvre (dok. pribadi)"][/caption]

Kesan pertama bertatap muka dengan Monalisa tidak begitu istimewa, malah bisa dibilang agak mengecewakan. Kami berkunjung ke Musée du Louvre bertepatan dengan Paris Museum Free Day yang jatuh pada hari Minggu pertama setiap bulan. Memang nyaman di kantong, tidak perlu mengeluarkan satu Euro-pun untuk menikmati karya-karya para seniman kelas dunia yang terpajang di sana. Namun konsekuensinya, kami harus rela mengantri cukup panjang untuk masuk ke museum melalui piramida kaca yang tersohor setelah diekspos dalam karya fiksi Dan Brown itu. [caption id="attachment_115578" align="aligncenter" width="519" caption="antrian panjang (dok. pribadi)"][/caption]

Bisa dibayangkan, perjalanan mengelilingi museum pun tidak begitu nyaman, karena arus pengunjung yang sangat ramai, nyaris berdesakan. Dan hampir bisa dipastikan, paling tidak 90% akan mengarah ke Denon Wing, salah satu bagian dari Louvre yang antara lain menyimpan koleksi hasil karya para pelukis Eropa, termasuk tentu saja lukisan sang wanita pemilik senyum misterius itu. [caption id="attachment_115583" align="aligncenter" width="300" caption="berdesakan dalam museum (dok. pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_115587" align="alignright" width="220" caption="La Joconde / Monna Lisa (dok. pribadi)"][/caption]

Begitu memasuki area Denon Wing, kami disambut oleh ratusan lukisan yang luar biasa indah dengan beragam warna dan berbagai ukuran.  Di sepanjang jalan terpasang panah penunjuk bertuliskan “Monna Lisa (La Joconde)”.  Memang aslinya terdapat dua buah huruf ‘n’, dan kata 'Monna' dan 'Lisa' ditulis terpisah.  'Monna' disingkat dari kata 'Madonna' (Italia: my lady) dan 'Lisa' adalah nama sang model. Versi ini memang tidak begitu populer, biasanya hanya digunakan dalam Bahasa Italia dan Perancis.  Sedangkan 'La Joconde' (Perancis) atau 'La Gioconda' (Italia) sendiri diambil dari nama keluarga suaminya, Giocondo (untuk wanita huruf terakhir ‘o’ berubah menjadi ‘a’) --- juga bisa dikaitkan dengan kata jocund (Inggris: senang, ceria), sesuai ekspresi wajah Monalisa yang sedang tersenyum.

Berjalan mengikuti arah panah, menyusuri tembok-tembok penuh lukisan yang sebagian besar menggambarkan perstiwa kelahiran, penyaliban & kebangkitan Yesus Kristus, tibalah kami pada salah satu ruangan di Denon Wing dimana panah-panah tersebut berakhir. 

Di bagian tengah ruangan, terlihat kerumunan orang yang sibuk menjepret-jepret mulai dari HP, kamera saku, sampai kamera yang terlihat sangat ‘serius’.  Mulanya saya agak bingung, apa yang dipotret, karena kerumunan mereka benar-benar menutupi objek yang dipotret.

Sambil menunggu keramaian agak mereda, kami menikmati lukisan-lukisan lain di ruang itu. Di sisi paling depan, tergantung lukisan raksasa yang menutupi hampir seluruh dinding. Inilah Les Noces de Cana - The Wedding at Cana karya pelukis Italia Paolo Veronese, yang melukiskan peristiwa mujizat pertama yang dilakukan Yesus dimana Ia mengubah air menjadi anggur dalam sebuah pesta pernikahan.  Lukisan ini merupakan lukisan terbesar yang ada di museum itu. [caption id="attachment_115590" align="aligncenter" width="300" caption="Les Noces de Cana, lukisan terbesar di Louvre (dok. pribadi)"][/caption]

Akhirnya, setelah lebih mendekat dan melongok-longok melewati bahu orang-orang di depan saya, voila… elle était là, there she was --- La Joconde, Monna Lisa, atau Monalisa… duduk manis melipat tangan di atas pangkuannya, tersenyum penuh damai menatap saya. Saya pun terpana... Ternyata, oh ternyata... sang primadona Musée du Louvre begitu mungilnya... Apalagi dibandingkan Les Noces de Cana yang baru saja kami nikmati 5 menit sebelumnya, hampir terasa seperti sebuah anti-klimaks. 77cm x 53cm, dibandingkan dengan 990cm x 666cm, tentu saja sangat ekstrim! [caption id="attachment_115593" align="aligncenter" width="300" caption="Monna Lisa di balik kaca, sulit didekati (dok. pribadi)"][/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun