Pola pikir ini tumbuh dari sikap ridho, rela dengan setiap ketentuan yang Allah telah tetapkan. Meyakini bahwa apapun yang Allah kehendaki baik itu menurut pandangan manusia adalah hal buruk ataupun hal baik, keseluruhannya adalah kebaikan, sehingga tidak ada alasan untuk tidak menerima takdir tersebut dengan lapang dada.Â
Selanjutnya adalah control, dimana seorang muslim wajib meyakini bahwa seburuk apapun situasi yang dihadapi, seorang muslin harus terus berjuang untuk menjadikan sesuatu yang menekan menjadi suatu hal yang pas untuk bertumbuh.Â
Kemampuan ini membahas mengenai tawakkal, bagaimana seorang muslim mengikhtiarkan segenap tenaga mereka, dan memasrahkan sepenuhnya terkait apa apa yang sedang mereka lakukan hanya kepada Allah SWT.
Langkah selanjutnya adalah commitment, yaitu keyakinan bahwa bagaimanapun sulitnya keadaan, penting untuk kita mampu tetap terlibat dengan apapun yang sedang terjadi dibandingkan memisahkan diri kemudian terhanyut dalam kesendirian, lebih baik bersama bukan pergi menninggalkan.
Seseorang dengan mental kokoh bukanlah gift atau anugerah tapi kemampuan itu dipelajari, ditingkatkan perlahan lahan, melalui satu persatu ujian yang Allah berikan.Â
Sejatinya semua permasalahan yang dialami seorang mahasantri saat ini adalah ladang pembelajaran, dan ladang dimana Allah sedang mempersiapkan mereka untuk kepentingan agama Allah di masa depan. Kekokohan mental tidak akan sempurna tanpa kekokohan spiritual.Â
Kekuatan seseorang ini bergantung pada sesuatu yang ia jadikan sandaran, sandaran yang kokoh inilah yang akan menentukan kekokohan seseorang dalam mengarungi derasnya badai kehidupan.Â
Dengan menyandarkan segala sesuatu pada Allah didukung dengan ibadah yang benar, jiwa seorang muslim akan semakin kuat dan akan senantiasa dekat kepada Allah SWT.Â
Kekokohan ini dimulai dengan pondasi aqidah yang kuat, dilengkapi ibadah yang benar sebagai pengisi jiwa, dikuatkan dengan hawa nafsu yang terjaga akan tercermin melalui akhlak mulia yang kokoh.
Selanjutnya adalah karakter mandiri dan kreatif. Ketika sudah mencapai aqil baligh, islam meminta muslimin menjadi pribadi yang mandiri, yang bertanggung jawab penuh akan hidupnya sendiri, dan bahkan siap menerima tanggung jawab yang lebih besar lagi. Ketika seorang anak telah mencapai masa aqil balighnya mereka juga seharusnya sudah memiliki sifat ar-rusyd yaitu kebijaksanaan dalam penjagaan, pemanfaatan, pengelolaan dan penyumbangan harta.Â
Saat ini mahasantri tentu sudah mencapai fase aqil balighnya, dimana mereka bukan lagi penumpang tapi sudah menjadi pengemudi dari kendaraan mereka sendiri dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kendaraan tersebut.