Mohon tunggu...
Liza Febrienty
Liza Febrienty Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Aku berpikir maka aku ada

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kajian Hukum Pemberhentian Kepala Sekolah

30 Desember 2015   11:36 Diperbarui: 30 Desember 2015   11:58 1569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

UU PTUN yang baru yaitu UU No 30 tahun 2014 memasukkan unsur ada dugaan pelanggaran HAM dalam keputusan TUN,merevisi pasal 53 UU No 5 Tahun 1986 menguraikan alasan keputusan TUN yang dikeluarkan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, apalagi ada klausul “mementingkan FSGI” ,maka Hakim wajib memperhatikan dan menganalisis keterkaitan persoalan pemberhentian dengan hak Kepsek yang diatur pada UU HAM UU No 39 Tahun 1999 dan UU Guru dan Dosen yaitu UU No 14 Tahun 2005 serta AD/ART FSGI. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat ahli Max Weber yang menyatakan “ Kompleks subyektif makna dalam tindakan “,artinya dalam menyelesaian persoalan hukum wajib mempertimbangkan dua sisi yaitu unsur obyektif dan subyektif. Unsur obyektif berkaitan dengan aturan dasar keputusan TUN dan unsur subyektif berkaitan dengan hak individu yang diatur pada peraturan perundang-undangan yang lainnya.

Memahami hak FSGI harus dimulai dari UU No 14 Tahun 2005 pasal 14,42,43 menguraikan berperan aktif dalam kebijakan pendidikan dan memajukan pendidikan nasional, yang berbanding lurus dengan AD/ART-nya. Organisasi profesi guru ini sekarang berusia 5 tahun, telah lahir,hidup terpelihara dan diterima oleh Pendidik dan masyarakat Indonesia,bahkan pembesar negeri ini Presiden Jokowi tidak ragu menyebut FSGI sebagai sebuah organisasi dalam sambutan tertulis beliau ,saat  HUT PGRI pada 13 Desember 2015 di GBK. Keberadaan dan penerimaan terhadap kehadiran FSGI sesungguhnya tidak terpaku,terbelenggu dengan memperhatikan terbatas pada faktor yuridis legal/tidak,tetapi yang paling pokok organisasi ini telah berjasa dan memberi manfaat serta sangat dibutuhkan bagi masyarakat Indonesia diantaranya memperjuangkan membebaskan masyarakat dari trauma UN.

Melihat kehadiran FSGI dari segi peran dan manfaat jauh lebih tinggi dan mulia ketimbang melihatnya dari sudut legalitas formal,tetapi faktor yuridis ini tetap diurus dan proses tersebut sedang berjalan. Memandang hukum dan persoalan dari segi kemanfaatan bagi masyarakat sejalan dengan pendapat ahli hukum Prof Subekti,S.H. yang menyatakan bahwa “tujuan hukum adalah mengabdi kepada tujuan negara dan tujuan negara adalah mendamaikan dan mensejahterakan masyarakat”. Perbuatan baik membantu masyarakat yang diuraikan diatas telah dilakukan FSGI secara ikhlas dan terukur.

Penerapan hukum legalistik positivisme menjelaskan hukum itu sebagai dalam Undang-Undang serta lebih mengutamakan aspek yuridis,konsep normatif warisan Zaman Belanda yang mendominankan aspek legal sudah tidak sesuai lagi dengan dinamika,perubahan pola pikir dan kebutuhan masyarakat saat ini. Yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat plural dan multi kultural adalah penerapan hukum kultur,sosiologi,dan filosofi hukum.

Pemahaman mendominankan aspek yuridis sangat berbahaya bagi perkembangan kultur dan budaya bangsa Indonesia karena akan mendorong hukum ke wilayah yang tertutup,sempit,steril, kaku serta ketinggalan zaman karena tidak sesuai dengan perkembangan pola pikir,kultur,budaya dan kebutuhan masyarakat. Penerapan hukum secara luas diperkuat oleh ahli Sutjipto Rahardjo yang menyatakan “ bahwa ilmu hukum berkembang dari yang terkotak-kotak menuju holistik “.Ini merupakan konsekwensi dari perubahan yang mau tidak mau harus diterima.

Masyarakat yang berada di era keterbukaan informasi saat ini,dapat melihat,mendengar,serta merasakan adanya kesesuaian antara kriteria yang ditetapkan sebelumnya,keputusan yang diambil dan prioritas kebenaran. Keputusan TUN akan bernilai benar apabila secara konsisten melaksanakan kriteria yang teridentifikasi.Hakim harus meneliti ketepatan penggunaan kriteria dalam mengeluarkan keputusan TUN.Pentingnya kriteria dan kebenaran pada setiap pengambilan keputusan diperkuat oleh pendapat ahli Stephen P.Robbins yang menyatakan “ pengambil keputusan dituntut mempertimbangkan kriteria yang diidentifikasi sebelumnya sehingga mampu memberi mereka prioritas yang benar dalam keputusannya “.

Pengalaman pahit masa lalu melewati fase perubahan sistem pemerintahan menganut faham demokrasi terpimpin dan liberal dengan konfigurasi politik hukum otoriter,waktu itu kita sedang berada pada masa transisi perubahan sistem pemerintahan dari Kerajaan – Republik. Konsep politik hukum otoriter sudah kita tinggalkan dan sekarang bangsa Indonesia tengah berada di era reformasi yaitu alam kebebasan yang bermartabat,memakai konsep konfigurasi politik hukum demokratis dengan indikator bekerjanya tiga pilar demokrasi yaitu peranan partai politik,badan perwakilan,kebebasan pers dan peranan eksekutif (Mahfud MD).

Pemberhentian Kepala Sekolah secara sewenang-wenang memetakan suatu keadaan yang menyimpulkan peraturan hanya ada dalam tulisan tapi tidak ada dalam perbuatan melaksanakan perintah aturan. Kebiasan tidak patuh terhadap peraturan yang berulang terus –menerus akan menggunung dan menjadi hal yang dapat diterima oleh masyarakat khususnya kalangan pendidik tanah air, dalam posisi keterpaksaan,trauma,dan ketakutan yang luar biasa. Keadaan kebiasaan pejabat TUN yang diuraikan diatas tanpa disadari terjadi pergeseran nilai,moral,kultur,dan pola pikir tidak kreatif. berpotensi mengubah sistem pemerintahan dari demokratis menjadi otoriter. Perbuatan buruk pejabat TUN tanah air yang Kami uraikan diatas,masyarakat meminta dihentikan oleh lembaga Pengadilan dengan melahirkan putusan yang bermutu.

 Dari uraian yang Kami paparkan diatas dapat disimpulkan :

Pejabat TUN yang memberhentikan Kepala Sekolah yang tidak menggunakan Permendiknas No 28 Tahun 2010 termasuk dalam klasifikasi tindakan yang sewenang-wenang

Perbuatan Kepala Sekolah menyisihkan sebagian kecil waktunya menjalankan tugas organisasi FSGI amanat Undang-Undang dan AD/ART,sepanjang tidak berdampak buruk bagi penyelenggaraan UN tidak termasuk perbuatan bersalah dan pantas dihukum berat,karena Ia masuk dalam kategori dimaafkan oleh Undang-Undang.Hal pemaafan telah diatur dalam ketentuan hukum yang menyatakan ada 3 kriteria seseorang dikatakan bersalah yaitu sengaja,lalai,dan tidak ada alasan pemaaf

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun