Mohon tunggu...
Livia Berliana
Livia Berliana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Filosofi Stoikisme Khas Nusantara yang Digagas Eyang Semar

23 September 2022   19:12 Diperbarui: 25 September 2022   15:30 1762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Semar. Sohieb Toyaroja, Game of Thrones, 2mx180cm, oil on canvas, 2018. (Sohieb Toyaroja via kompas.com) 

Sebagai manusia, kita hanyalah entitas kecil yang sepatunya selalu mensyukuri apa pun yang telah dimiliki. 

Karena, ketika selalu banyak meminta, akan ada semacam penyakit yang pada akhirnya menggerogoti diri secara perlahan-lahan, hingga lupa atas nikmat Tuhan yang seluas lautan. Dengan mengimplementasikan Tadah, tentu kita akan semakin terjaga dalam gelombang kewarasan.

Sebagai manusia yang hidup di era modern dengan masifnya arus globalisasi, kita juga pasti erat dengan budaya hedonisme dan individualis. 

Singkatan, hedonisme adalah suatu paham yang menganggap kesenangan adalah prioritas dalam hidup, sedangkan individualis adalah sikap egois yang mementingkan diri sendiri. 

Kedua fenomena tersebut agaknya menjadi tontonan sehari-sehari bagi kita semua. Padahal, sangat bertolak belakang dengan karakteristik bangsa Indonesia yang direpresentasikan dalam Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.

Contohnya, seperti yang baru-baru ini hangat sekaligus membikin muak. Yaitu para anggota dewan yang bersorak-sorai riang gembira merayakan ulang tahun, sedangkan para rakyat kecil di luar parlementer sedang bersuara akibat tercekik naiknya harga bahan bakar minyak. 

Mereka mungkin menganggap dirinya sebagai wakil rakyat boleh menikmati apa pun sebagai imbalan atas kinerjanya. Semua pasti sepakat bahwa itu sungguh tidak manusiawi. 

Ajaran Pradah ala Semar adalah senjata untuk meniadakan budaya seperti itu. Pada intinya, Pradah adalah suatu gagasan yang menyatakan bahwa sebagai manusia yang notabenenya makhluk sosial, janganlah kita hidup hedonis dan individualis. 

Apalagi jika posisi kita adalah seorang yang diamanatkan jabatan oleh rakyat. Kita harus bersinergi dan saling membantu, baik itu berupa harta, ilmu, ataupun tenaga.

Pada zaman ini juga, pekerjaan telah bermetamorfosis menjadi ajang beradu gengsi. Selalu ada hierarki antara pekerjaan kelas atas dan bawah. 

Apalagi masyarakat Indonesia yang terkenal suka mengintervensi kehidupan orang lain sering kali membandingkan-bandingkan pekerjaan. Makanya, tak jarang pekerjaan menjadi arena saling membunuh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun