Mohon tunggu...
Sulistyo
Sulistyo Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Dagang

Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Nature

Sampah Plastik Merupakan Tanggung Jawab Masa Depan

23 Juli 2018   12:38 Diperbarui: 23 Juli 2018   13:01 1011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ajakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengurangi penggunaan plastik layak mendapatkan apresiasi. Pasalnya, kondisi "ancaman sampah plastik" ternyata sudah melanda atau merusak sumber daya alam dan lingkungan hidup kita. Disebutkan bahwa saat ini Indonesia menjadi negara kedua penghasil sampah plastik tertinggi di dunia setelah China.

Seperti dilansir Kompas.com (dalam Kompasiana, 13 Juli 2018 00:53)  berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) menemukan, bahwa konsumsi kantong plastik mencapai 2.400 ton per tahun.

Dampak negatif atas buangan sampah plastik (secara sembarangan) di hampir semua tempat, baik di darat maupun di perairan, sungai/laut, dan pencemaran udara akibat pembakaran sampah plastik ini sudah semakin mengkhawatirkan kelangsungan hidup pada umumnya.

Secara kasat mata, limbah/sampah plastik kini hampir ditemui dimana-mana telah menyumbat saluran air, drainase, aliran sungai, hingga di perairan maupun pantai/laut seolah menjadi muara pembuangan plastik-plastik bekas sehingga nampak hanya mengotori serta mengurangi fungsi dan keindahannya.

Selain itu sampah plastik yang menyatu dengan sampah lain di  tempat pembuangan sampah yang selanjutnya dipendam atau dibakar tentu akan menimbulkan polusi, asapnyapun jika terhirup makhluk hidup/manusia bisa menyebabkan penyakit kanker, hepatitis, pembengkakan hati, gangguan sistem saraf dan memicu depresi.

Dari berbagai penelitian menyebutkan agar plastik dapat terurai oleh tanah secara sempurna membutuhkan waktu ratusan hingga ribuan tahun. Itupun akan selalu mencemari tanah dan kandungan zat sekitarnya. Jangka waktu yang terlalu lama untuk menetralisir dampak sampah plastik, belum lagi disusul sampah-sampah plastik yang cenderung secara simultan terus menumpuk disana-sini.

Mengingat ancaman sampah plastik sangat memprihatinkan maka banyak langkah telah diambil. Regulasi yang menyangkut sumber daya alam dan lingkungan hidup sudah lama diberlakukan, seminar dan diskusi bahaya sampah juga dilakukan di banyak tempat. Namun dalam kenyataannya sampah plastik masih berserakan atau menggunung bersama sampah lain di berbagai tempat/daerah.

Ada apa dengan ini semua? Mengapa dan bagaimana supaya sampah terutama plastik tidak selalu bermasalah karena seringkali dibuang sembarangan yang berakibat fatal berjangka panjang di tengah kehidupan kita?

Sebagai kalangan awam, menurut penulis produk barang terbuat dari bahan plastik dimulai sejak industri dan perdagangan mulai menggeliat di negeri ini. Pembangunan dengan konsep modernisasi yang menitik beratkan pada sektor ekonomi telah memacu produk plastik sebagai pilihan/penunjang bahan dasar yang efisien, praktis, dan mendukung perolehan profit.

Maraknya penggunaan bahan plastik disusul era perdagangan bebas yang dimulai tahun 1990-an hingga sekarang -- ditandai produk impor dari Eropa, Asia (Jepang, Korea Selatan, China, Taiwan, dan lainnya) -- terutama di bidang teknologi transportasi, telekomunikasi, elektronika, peralatan rumah tangga hingga kuliner yang hampir semuanya telah memberi andil terhadap besarnya volume plastik di Indonesia.

Sejalan dengan hal itu, pabrik-pabrik plastikpun termasuk produk kantong-kantong dan botol plastik beragam ukuran bermunculan di dalam negeri untuk menunjang kepentingan ekonomi dan bisnis yang terus meningkat.

Fenomena demikian tak bisa dipungkiri, boleh dikata hampir setiap rumah di negeri ini dan kegiatan manusia tidak lepas dari plastik yang menyatu dengan kesehariannya. Sementara pengelolaan barang berbahan plastik yang sudah tak terpakai  belum mendapat perhatian serius atau kurang maksimal sehingga sampah plastik menyebar, menimbulkan dampak berbahaya mengancam kesehatan dan lingkungan hidup.

Menghadapi kondisi demikian, langkah yang sudah dilakukan selama ini patut diapresiasi. Hanya saja pendekatan dan implementasinya jangan terkesan berjalan "musiman" atau hanya bersifat temporer. Itu sebabnya, semua pihak masih diharapkan kepeduliannya.

Secara struktural formal, jangan hanya Kementerian Lingkungan Hidup, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan yang selama ini gencar menyorot atau mengkampanyekan bahaya sampah plastik. Kementerian lain sesungguhnya harus ikut serta karena masalah sampah plastik sudah menyentuh di semua lingkungan kementerian hingga jajaran di bawahnya di tingkat daerah.

Demikian halnya para sukarelawan sosial/komunitas yang peduli kelestarian alam dan lingkungan hidup yang tersebar diberbagai tempat layak didukung oleh semua pihak secara terkait. Tak terkecuali bagi para pengusaha/pemilik perusahaan bisa mengucurkan dana berupa corporate social responsibility (CSR) guna menunjang aktifitas tersebut.

Di tingkat akar rumput, penanganan sampah plastik tentunya paling penting. Para pelaku baik pengguna/konsumen dan pembuang sampah itu justru terletak disini. Peran masing-masing individu/keluarga dalam wadah Rukun Tetangga/Rukun Warga (RT/RW) sangat mendesak untuk memahami dan mengelola sampah rumah tangga.

Dalam konteks ini, secara kolektif sampah plastik ada yang dikelola melalui program "Bank Sampah Plastik" yaitu mengumpulkan bungkus/botol plastik bekas untuk ditukarkan sejumlah uang di setiap RT/RW. Namun dalam amatan penuis, ada yang terus berlangsung dan tidak sedikit yang macet di tengah jalan, sehingga perlu dievaluasi serta tetap dilakukan penyuluhan secara terus menerus sampai ditemukan/dicarikan cara lain yang mungkin lebih sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.

Berdasarkan seluruh uraian diatas, mengingat masalah sampah plastik ini sudah menjadi mendesak, menyangkut tanggung jawab bersama demi masa depan, sangat diharapkan semua pihak peduli sekaligus melakukan langkah nyata (bukan hanya sebatas wacana) dan setengah hati serta hanya secara temporer menyikapinya.

Atas dasar regulasi sebagai pijakan, strategi penanganan sampah plastik sudah saatnya dilakukan serius melalui perencanaan yang cermat, matang, terstruktur, terkoordinir dan berkelanjutan.

Sekali lagi, demi tanggung jawab bersama di masa depan, maka manajemen pengendalian sampah plastik dan implementasinya mungkin bisa disubordinasikan dalam skala prioritas pembangunan di masing-masing daerah.

Hal ini perlu mendapat perhatian mengingat penanganan sampah plastik dan mencari solusinya tidak terlepas dari pendekatan yang menyentuh aspek situasi-kondisi maupun volume sampah, letak geografis, rencana tata ruang/wilayah, termasuk karakteristik serta budaya msyarakat di masing-masing tempat yang tidak selalu sama.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun