Mohon tunggu...
Lisdiana Sari
Lisdiana Sari Mohon Tunggu... Administrasi - Kompasianer

Terus Belajar.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kusta Bukan Nista, Empati Jangan Stigmatisasi

23 Oktober 2022   16:24 Diperbarui: 25 Oktober 2022   02:05 1897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media Gathering "Stigma dan Mental Wellbeing pada Kusta" di Radio KBR Jakarta, (23/8/2022). (Foto: kbr.id)

WHO punya visi jangka panjang, bukan hanya menargetkan nihil infeksi dan penyakit kusta saja, tapi juga nihil kecacatan akibat kusta, nihil stigma dan diskriminasi.

Sasaran lainnya, mengeliminasi kusta atau didefinisikan juga dengan memutus rantai penularannya. Dari situ, maka ditetapkanlah target global 2030. Yakni, tidak ada lagi kasus baru kusta di 120 negara di dunia. Dan, terjadi pengurangan 70% dalam jumlah tahunan kasus baru yang terdeteksi.

Pelibatan penyintas kusta dengan memanfaatkan pengalaman dan pengetahuan mereka seperti diharapkan Yohei Sasakawa, faktanya sudah terlaksana di Indonesia. Salah satunya, melalui organisasi Perhimpunan Mandiri Kusta atau PerMaTa di Sulawesi Selatan.

Berdiri pada 15 Februari 2007, Permata kini diketuai Yuliati yang merupakan penyintas kusta. Ada empat program kerja Permata yaitu Pemberdayaan; Pendampingan; Stop Stigma; dan Penguatan Kebijakan.

Yuliati, penyintas kusta dan Ketua PerMaTa Sulsel. (Foto: permatasulsel.com)
Yuliati, penyintas kusta dan Ketua PerMaTa Sulsel. (Foto: permatasulsel.com)

Yuliati menjelaskan, PerMaTa Sulsel berupaya memberdayakan orang yang pernah menderita kusta (OYPMK). Termasuk kalangan muda.

"Kami memberdayakan mereka yang kebanyakan anak-anak muda, baik yang sedang maupun yang pernah mengalami kusta. Mereka diberikan pelatihan bagaimana supaya bisa meningkatkan kepercayaan dirinya. Karena orang yang mengalami kusta cenderung mengalami self-stigma atau tidak mempunyai kepercayaan diri. Sehingga kami berpikir, bagaimana membantu mereka supaya bisa percaya diri dengan memberikan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kapasitasnya," urainya kepada penulis (22/10/2022). 

Para OYPMK muda itu dilibatkan langsung dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.

"Kami fokusnya memberdayakan anak muda di Gowa, dimana anak muda ini membantu kelompok perempuan maupun disabilitas yang buta huruf. Sehingga dari aktivitas sosial seperti ini, anak-anak muda tadi mempunyai kepercayaan diri bahwa ternyata mereka juga masih bisa bermanfaat bagi orang lain ataupun bisa membantu orang lain," tutur Yuliati lagi.

Sedangkan bagi kelompok perempuan dan disabilitas yang sebelumnya berpikiran salah bahkan takut dengan OYPMK, kini mindset mereka sudah berubah seiring interaksi bersama para pendamping program literasi.

"Ada juga pemberdayaan ekonomi, dalam hal ini pemberian kredit mikro. Dimana memberikan pinjaman kepada OYPMK yang mempunyai usaha kecil dengan diberikan modal usaha berbiaya cicilan ringan," katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun