Mohon tunggu...
Ayu Safitri
Ayu Safitri Mohon Tunggu... Konsultan - Trainer dan Konsultan Homeschooling

Penulis dan Trainer untuk http://pelatihanhomeschooling.com/ Ikuti saya di Instagram https://www.instagram.com/missayusafitri/ Ikuti saya di Facebook https://www.facebook.com/missayusafitri Tonton dan subscribe VLOG saya http://bit.ly/apaituhomeschooling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Santri-santri yang Bersinar Bagai Mutiara di Dasar Laut

8 Desember 2017   07:52 Diperbarui: 6 Januari 2018   10:31 1765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pribadi - Marhalah Ula Bidang Akhlaq

Orangtua yang memilih pondok pesantren sebagai alat untuk meraih pendidikan, umumnya berharap anaknya memiliki pemahaman agama yang baik. Kedalaman ilmu agama akan menjadi bekal yang cukup guna menghadapi tantangan hidup di masa sekarang, khususnya untuk pendidikan moral.

Jika orangtua memilih pondok pesantren, itu berarti mereka lebih mementingkan pemahaman agama ketimbang pendidikan umum. Seperti yang kita ketahui, pondok pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan (tafaqquh fiddin).

Meskipun pondok pesantren menyediakan pendidikan umum untuk santri agar mutu lulusannya tidak kalah dengan sekolah formal, pendidikan agama tetaplah yang utama di sana.

Inilah yang akhirnya membuat orang awam menganggap lulusan ponpes jago dalam bidang agama, tapi kendur dalam hal pengetahuan umum. Benar sekali! Lulusan pondok pesantren sering dipandang sebelah mata oleh kita yang belum mengenal ponpes secara lebih dekat.

Selain itu, kita juga sering dibuat terperangah oleh pilihan santri-santri lulusan ponpes. Kebanyakan dari mereka lebih memilih bali deso, mbangun desoalias kembali ke desa untuk membangun desa. Menjadi petani, peternak, guru honorer atau membuka usaha kecil-kecilan seperti toko kelontong. Semua profesi itu dipilih karena waktunya yang fleksibel dan dianggap sudah cukup untuk pemasukan sehari-hari.

Para lulusan ponpes ini lebih memanfaatkan waktu utamanya untuk ngajar ngaji di madrasah diniyah, TPQ/TPA hingga menjadi kyai lokal dengan membuka kesempatan belajar agama di rumah pribadi. Mereka memiliki semangat luar biasa dalam mencari dan membagikan ilmu. Karena bagi santri, ilmu itu untuk dibagikan dan dimanfaatkan, bukan sekedar disimpan sebagai kebanggan pribadi.

Hebatnya, rata-rata lulusan ponpes ini tidak memiliki ambisi menjadi pendakwah terkenal seperti ustadz/ustadzah karbitan media yang kian marak di Indonesia. Padahal, pemahaman ilmu agama mereka jauh lebih dalam. Tapi, mereka lebih terpanggil untuk memanfaatkan ilmunya di lingkungan sendiri ketimbang berdakwah di media untuk mencari ketenaran.

Menyaksikan Kehebatan Santri

Kenapa saya berani berujuar demikian? Karena kemarin tepatnya hari Sabtu, 2 Desember 2017, saya bersama 19 kompasioner lainnya berkesempatan menyaksikan Musabaqah Qira'atul Kutub (MQK) yang keenam di Pondok Pesantren Roudlotul Mubtaddin Balekambang, Jepara, Jawa Tengah.

MQK adalah perlombaan membaca, memahami dan mengungkapkan kandungan kitab kuning sekaligus menjadi kesempatan bagi sesama santri dan pengurus pondok untuk bersilaturahmi.

Bagi yang belum tahu, kitab kuning atau disebut juga kitab gundul karena tidak ada harakatnya adalah kitab literatur atau referensi Islam yang meliputi bidang fiqh, aqidah, akhlaq, nahwu, sharf, hadits, tafsir, ulumul qur'aan hingga ilmu sosial dan mu'amalah (kemasyarakatan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun