Mohon tunggu...
Rira Alingka Safura
Rira Alingka Safura Mohon Tunggu... Swasta -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Ilusi Cinta

28 Mei 2017   06:46 Diperbarui: 28 Mei 2017   08:24 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setelah hari itu kami jarang bertemu. Ini yang membuat aku semakin bingung. Bagai mana kehidupan rumah tangga kami nanti? Setelah dia mendapatkan izin dari orang tuaku, dia menjadi bisu seperti semula. Benarkah aku akan menikah dengannya tiga bulan lagi? Semua kebingunganku semakin bertambah. Orang asing yang belum begitu ku kenal, akan tinggal satu rumah. Seperti apakah dia sebenarnya? Apakah dia baik? Apakah dia punya kebiasaan aneh? Apakah dia bisa menerima semua kekuranganku? Apakah aku bisa menyesuaikan diri dengan kehidupannya?

Semua pertanyaan semakin bertumpuk di benakku. Apakah, apakah dan bagai mana? Aku seperti orang yang kebingungan. Tak tau arah. Tapi di sudut kebingungan ada sebuah ketenangan. Ketenangan yang tak beralasan. Ketenangan yang datang secara tiba-tiba. Ku kukuhkan niat ku. "Bismillahirohmannirrohim" mudah bagi tuhan untuk mengaturaya. Kekhawatiran yang tidak beralasan sama saja bersuudzon kepada Allah.

Hari ini aku cuti bekerja. Karena mereka akan datang menemui orang tua ku. Detak jantung ku tak berirama, seperti genderang. Aku nervous hingga bolak-balik kekamar mandi. Sangat berbeda dengan ayah dan ibu. Mereka sangat bersemangat. "Ibu, tidak maukah bertanya denganku. Apakah aku mencintai dia?" aku melihat kearah jendela. Ibu mendekati aku "Cinta bukanlah sebuah pertanyaan tapi, dirasakan. Lidah pandai bersilat, sayang" Aku berbalik arah "Aku tidak memahami apa yang aku rasakan?" Ibu mengelus kepalaku "Ini harus dingin, hati harus tenang. Karena setiap orang yang akan menikah merasakan kebingungan. Disitulah kesempatan setan untuk menggoda. Merasa banyak orang yang menyukai atau jatuh cinta pada kita. Banyak yang mendekati dan menumbuhkan rasa bingung. Hingga membanding-bandingkan dia. Banyak lelaki hebat yang datang menawarkan cinta. Ketika itu banyak kelemahan calon suami yang mulai tampak, bahkan menimbulkan rasa penyesalan (Cahyadi Takariawan). Memang begitu adanya. Setan menciptakan ilusi hebat. Jika kau melihat keatas selalu ada yang lebih tinggi. Pohon, gedung, gunung, bahkan ada langit diatas langit yang tak berujung".

Tak terasa air mataku mengalir. Ku peluk erat-erat ibuku. "Kau benar ibu" aku merasa lebih tenang. Ibu mengusap air mataku. Semakin bulat tekatku untuk menikah.

Cuci muka lalu ku berwudhu untuk menyegarkan, ku lanjutkan sholat dua rakaat. Tak lama kemudian, terdengar suara ketukan pintu dan ucapan salam. Ibu dan Ayah menyambut mereka. Aku bergegas menuju ruang tamu. "Ayo salam sama orang tuanya Abdan" Ujar ayah. Ada seseorang yang tidak ku kenal. "Ini adiknya Abdan, kami datang hanya bertiga" ibunya abdan tersenyum. Dimana dia aku bertanya dalam hati. "Abdan ada di rumah" lanjut ibunya. 

Ku tepis kekecewaanku. Ku sambut mereka dengan suka cita. Hari ini penentuan hari pernikahan kami.

Setelah mereka pulang. Ku peluk ibu ku kembali. "Maafkan aku ibu. Aku belum bisa membawa pulang anak mantumu" Ibu kembali mengusap punggungku "Kami masih sangat kuat, nak" Ibu tersenyum. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun