Mohon tunggu...
Lince Ritonga
Lince Ritonga Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Horass...\r\n\r\nAnak Medan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Bukan Rupiah

20 November 2015   15:51 Diperbarui: 20 November 2015   16:06 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

*BUKAN RUPIAH*

“ Saat itu aku ingin bunuh diri, seperti hilang pegangan” merebut perhatian beberapa temannya. “Excuse me” seorang pelayan restoran menyajikan pesanan dimeja, sejenak diam lalu suasana cair kembali saat salah satu temannya membuat lelucon dan mengalihkan pembicaraan. Ismad hanya ikut tersenyum walau matanya tampak berkaca-kaca.

Kebersamaan itu sedikit menghilangkan dukanya, nasehat serta saran dari teman-temannya ditampung berusaha kuat seolah tak terjadi apa-apa. Setelah sampai dirumah, tetap didalam mobil mendengarkan satu putaran musik digalery HP-nya. Ibu Nur menatap dari kaca jendela, mengangkat tirai putih itu, ia memperhatikan apa yang di lakukan anaknya. Sebagai seorang ibu, sangat khawatir dengan keadaan Ismad, hanya terdengar lantunan lagu UJE di dalam mobil dengan jarak satu setengah meter dari ruang tamu.

“ Tiada yang memahamiku kecuali kamu bidadari surgaku” masih saja terdengar setelah beberapa putaran tadi. “Tut, tut,,”Hp-nya mati, Ismad terbangun dari tidurnya, tanpa sadar ia masih didalam mobil.

“ Za...Za... Za” selalu terdengar teriakan Ismad memanggil sepenggal nama putrinya, Zahra Ismadya. Gadis kecil yang masih berumur enam tahun “ Selamat pagi abi”.Ismad tersenyum sambil mengambil sepotong roti dan selai nanas lalu meletakkannya didalam tas putri semata wayangnya.

Keluarga besarnya tak lagi melihat Ismad yang dulu, walau sedikit dingin tapi penuh dengan semangat. Semenjak kejadian itu, Ismad terlihat seperti terrantai sedih yang tidak berujung.

“Abi..?”, “ iya sayang”..

“Nanti Za ada perlombaan puisi, tapi abi baca puisinya dulu yah!” berlari menuju kamar mengambil bukunya.

“ Umi...

Umiku sayang, kapan umi pulang, Za kangen umi, abi selalu menangis melihat foto umi, abi selalu sedih, Umi cepat pulang”

Dengan sebuah gambar kecil yang dicoret-coret dengan pensil. “ Bagus kan abi?” Ismad memeluk putrinya, tangis yang ia tahan akhirnya jatuh juga, seiring perlahan tangan kecil itu siap menghapusnya lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun