Mohon tunggu...
Lilyanti Idris
Lilyanti Idris Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang guru yang suka menulis untuk menyalurkan hobi

Membaca dan menulis adalah dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Jadikanlah kedua nya sebagai kebiasaan untuk meraih dunia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Sejarah Masuknya Islam di Alor

28 Maret 2023   19:53 Diperbarui: 28 Maret 2023   19:56 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gbr. Al Qur'an Tua di Desa Alor Besar (dokumen pribadi)

Sebagai umat Islam, wajib mengetahui rukun iman yang terdiri dari enam, yaitu iman kepada Allah Swt., iman kepada Malaikat, iman kepada Kitab Allah, iman kepada Nabi dan Rasul, iman kepada hari Kiamat, terakhir iman kepada Qada dan Qadar.

Makna dari Iman kepada kitab-kitab Allah Swt. adalah, kita harus meyakini seluruh kitab Allah. Adapun kitab yang perlu diimanin oleh umat Islam terdiri empat kitab.

Keempat kitab tersebut ialah taurat yang diturunkan melalui Nabi Musa, kitab Zabur yang diturunkan melalui Nabi Daud, kitab Injil yang diturunkan melalui Nabi Isa, dan Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.

Kitab itu diturunkan kepada para Rasul, untuk kemudian dilanjutkan ke seluruh umat-Nya. Dengan berpedoman teguh pada kitab-kitab Allah, niscaya manusia bisa selamat dari siksa api neraka.

Al Qur'an adalah salah satu mukjizat yang Allah berikan kepada nabi Muhammad SAW. Al Qur'an merupakan kitab suci yang menjadi pegangan hidup bagi seluruh umat Islam di dunia. 

Sejarah Masuknya Al Qur'an ke Alor

Al Qur'an Tua kulit kayu yang berada di Kabupaten Alor, Desa Alor Besar, kecamatan Alor Barat Laut, berasal dari Ternate Maluku Utara, pada masa Kesultanan Bayanullah. 

Saat itu Kepulauan Maluku adalah penghasil rempah-rempah terbesar di dunia. Banyak sekali negara -negara di Eropa  yang berniat menguasai sumber rempah - rempah tersebut. 

Adalah sebuah perahu pengangkut rempah yang disebut perahu Tuma'ninah digunakan sebagai alat transportasi dari kesultanan Ternate. 

Perahu ini kemudian digunakan oleh 5  Gogo bersaudara untuk menjelajahi negeri -negeri di sebelah barat guna penyiaran dan penyebaran agama Islam. Selanjutnya penggunaan nama perahu Tuma'ninah ini tidak ditemukan lagi. 

Gbr. Gogo bersaudara 5 orang (dokumen pribadi)
Gbr. Gogo bersaudara 5 orang (dokumen pribadi)
Menurut sumber sejarah adanya kesamaan tentang keberangkatan 5 Gogo bersaudara, bertepatan dengan kedatangan bangsa Portugis ke Malaku Utara yakni pada tahun 1511-1512 Masehi. Hal ini sesuai waktunya mendaratnya perahu Tuma'ninah di "Pantai Fetelei Bota" Kecamatan Alor Barat Laut pada tahun 1519.

Perahu Tuma'ninah yang digunakan untuk membawa 5 Gogo bersaudara tersebut menuju sebelah barat dan selatan melewati Laut Banda.

Ditengah perjalanannya, mereka kehabisan bekal dan memutuskan untuk singgah di pesisir pantai Bota yang bernama "Fetelei" di tanjung Bota.  

 Gbr. Pantai Alor Besar (dokumen pribadi)
 Gbr. Pantai Alor Besar (dokumen pribadi)
Atas ijin Allah SWT, Sultan Iyang Gogo menancapkan tongkatnya ke pasir dan timbullah mata air dan diberi nama "Fei Fanja atau air Banda". 

Setelah merasa bahwa kebutuhan mereka telah terpenuhi, perjalanan dilanjutkan ke arah barat. 

Saat itu ada seorang raja dari kerajaan "Bungabali" yang berkuasa yakni Raja Baololong sedang beristirahat di salah satu wilayah kekuasaannya di daerah Alaang. 

Sang Raja melihat ada sebuah perahu layar sedang melintasi perairannya. Serta merta beliau melambaikan tangannya memanggil perahu tersebut. 

Setelah mendengar melihat lambaian tangan sang Raja itu Gogo bersaudara pun menepi. Terjadilah percakapan antara keduanya dan diakhiri dengan pertukaran cinderamata. 5 Orang Gogo bersaudara ini menyerahkan sebuah"nekara (Moko)" kepada sang raja. Sebaliknya Raja Baololong pun menyerahkan sebuah keris. 

Dalam perjalanan ke arah barat menuju Tuabang di pulau Pantar mereka terdampar. Dan memutuskan untuk kembali ke BangMate  desa Alor Besar untuk bertemu kembali dengan Raja Baololong di Istananya Uma PusungRebong. 

Sang Raja kemudian meminta mereka berlima untuk tingga menetap di Alor Besar dan tinggal di rumah Pusung Rebong. Seiring berjalannya waktu, 5 Gogo bersaudara itu merasa tidak nyaman tinggal bersama raja di rumah tersebut. 

Mereka kemudian meminta sebidang tanah untuk dijadikan sebagai tempat tinggal sendiri. Raja pun menyetujuinya dan memberikan mereka tanah yang masih di dalam wilayah kampung Bang Mate-Alor Besar. Rumah yang mereka dirikan diberi nama "Uma Fanja atau Rumah Banda ". Rumah inilah yang menjadi tempat penyimpanan Al Qur'an Tua hingga saat ini. 

Di Uma Fanja misi penyebaran agama mulai dilaksanakan oleh 5 Gogo bersaudara. Berbekal Al Qur'an yang dibawa dari Ternate, mereka mulai mengajarkan tentang ibadah kepada Allah seperti sholat, mengaji, zikir dan perilaku hidup yang islami.

Mereka kemudian meminta lagi sebidang tanah untuk dijadikan sebagai lopo tempat beribadah dan mengaji. Raja Baololong pun memberikan sebidang tanah yang menjadi tempat cikal bakal berdirinya Mesjid Babusholah Alor Besar. Sejak saat itu semua kegiatan keagamaan di pusatkan di lopo, bukan lagi di Uma Fanja.

Waktu terus berjalan. 5 Gogo bersaudara itu merasa bahwa semua masyarakat Alor Besar sudah mengerti dan memahami tentang Islam beserta hukum -hukumnya. Mereka berniat melanjutkan perjalanan untuk menyebarkan agama Islam ke tempat lain.Namun niat mereka tidak disetujui oleh Raja Baololong. Untuk mensiasatinya raja akan menikahkan salah seorang putri bangsawan saudaranya bernama "Putri Bui Haki" dengan salah satu dari mereka. 

Sesuai dengan kesepakatan akhirnya Sultan sulung yang bernama "Iang Gogo" bersedia menikah dengan Putri Bui Haki dan menetap di Alor Besar. Setelah pesta pernikahan 3 orang Gogo pun melanjutkan perjalanan ke tempat lain. "Sultan Ilyas Gogo ke Tuabang Pantar Timur, Sultan Jou Gogo ke Baranusa Pantar Barat dan Sultan Boy Gogo ke Solor Flores Timur. Si Bungsu Kimales Gogo tetap tinggal bersama sang kakak Iang Gogo di Alor Besar. 

Tiga tahun kemudian, Kimales Gogo menggunakan perahu Tuma'ninah menuju ke Lerabaing Alor Barat Daya.

 Gbr. Nurdin Gogo, generasi ke 14 (dokumen pribadi)
 Gbr. Nurdin Gogo, generasi ke 14 (dokumen pribadi)

Dari hasil pernikahan antara "Iang Gogo dan Putri Bui Haki, hingga saat ini sudah 14 generasi pewaris Al Qur'an kulit kayu yang masih menjaganya. 

Sultan Ian Gogo menikah dg Putri Bui Haki hingga saat ini  turun temurun terlahirlah 14 generasi pewaris alquran tua ini yakni: 

1. TAHIONONG GOGO

2. BOI RAJA TAHI

3. RAMANEHE BOI

4. BOI KAE RAMA

5. PATI RAJA BOI

6. SALAMA KAE PATI

7. ABOI JUGA SALAMA

8. TALUTI ABOI

9. NAE RAE TALUTI

10.GATI ANGIN NAE

11.OLA GATI

12.PANGGO OLA

13. SALEH PANGGO OLA

14. NURDIN GOGO

Sebagai kitab penuh dengan ajaran kebaikan, Allah SWT berjanji akan menjaga kandungan isi Al-Quran. Firman Allah: "Sungguh Kami telah menurunkan Adz-Dzikr (Al Qur'an), dan Kami pula yang benar-benar akan menjaganya". (QS. Al-Hijr: 9).

Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Alquran selama-lamanya hingga akhir zaman dari pemalsuan.

Hingga kini Al Qur'an Tua ini masih tersimpan di Uma Fanja, bersama generasi ke 14 Bapak Nurdin Gogo. 

Gbr. Istana PusungRebong (dokumen pribadi)
Gbr. Istana PusungRebong (dokumen pribadi)

(Sumber FESTIVAL AL QUR'AN TUA ke 3, 04 Oktober 2022)

Kalabahi, Ramadhan Day 6, 1443 H 

                      Maret 23, 2023

Rabbaka Fa Kabbir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun