Mohon tunggu...
Lilis Purwati
Lilis Purwati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi, Fisib, Universitas Trunojoyo Madura

Balas dendam terbaik adalah menjadikan dirimu lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Mudik dan Tingginya Mortalitas

21 Juni 2021   00:39 Diperbarui: 21 Juni 2021   01:04 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mudik adalah kegiatan pulang kampung yang dilakukan oleh perantau atau pekerja migran. Di Indonesia mudik sudah menjadi fenomena tahunan menjelang hari raya keagamaan. Namun, tidak untuk tahun ini karena mudik ditiadakan. Hal tersebut terlampir dalam Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Covid-19 Selama Bulan Suci Ramadhan. Kebijakan tersebut dimulai pada tanggal 6-17 Mei 2021. Berlaku untuk seluruh masyarakat Indonesia termasuk anggota TNI, Polri, ASN, karyawan BUMN, karyawan swasta dan pekerja mandiri.

Mengapa pemerintah mengambil keputusan tersebut? Berikut penjelasannya.

1. Karena Angka Penularan Covid-19 Masih Tinggi

Dikutip dari detik.com, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyampaikan bahwa angka penularan dan kematian masih tinggi. Oleh sebab itu larangan mudik diberlakukan untuk menekan penyebaran covid-19.

2. Untuk Menyukseskan Program Vaksinasi

Selain untuk menekan penyebaran covid-19, larangan mudik juga dilakukan untuk menyukseskan program vaksinasi yang sedang dijalankan oleh pemerintah. Dilansir dari alodokter, vaksinasi itu sendiri merupakan suatu prosedur pemberian antigen penyakit. Biasanya berupa bakteri atau virus yang sudah dilemahkan. Hal ini bertujuan agar sistem kekebalan tumbuh manusia mampu mengenali dan melawan penyakit tersebut. Pemberian vaksin ini merupakan salah satu upaya yang paling efektif untuk mengatasi pandemi ini. Tetapi meskipun sudah melakukan vaksin kita masih bisa tertular virus. Oleh karena itu kita harus tetap mematuhi protokol kesehatan dan melaksanakan kebijakan-kebijakan yang dianjurkan pemerintah termasuk kebijakan larangan mudik.

3. Khawatir Mobilitas Meningkat

Dikutip dari kompas.com, Wiku Adisasmito juru bicara satgas penanganan covid-19 menyatakan bahwa, larangan mudik diterbitkan karena khawatir mobilitas atau pergerakan penduduk meningkat. Hal ini bisa berdampak pada meningkatnya jumlah kasus aktif. Dengan adanya larangan mudik maka mobilitas penduduk bisa berkurang dan hal ini bisa menekan penyebaran virus.

4. Mudik Bisa Meningkatkan Angka Kematian

Jika berkaca pada mudik tahun lalu, usai libur panjang kasus kematian meningkat cukup pesat dengan tingkat kematian mingguan hingga 66%. Dikutip dari okezone.com, pada tanggal 20 Desember 2020 total pasien meninggal sebanyak 3.087 dan dalam kurun waktu dua pekan kematian bertambah menjadi 3.334. Agar peristiwa seperti tahun lalu tidak terulang lagi. Maka pemerintah mengambil tindakan tegas dengan mengumumkan kebijakan larangan mudik. Dengan begitu maka bisa menekan penyebaran covid-19 beserta angka kematiannya.

5. Covid-19 Masih Mengancam Kita

Dimanapun kita berada pasti ada perasaan was-was. Hal ini karena virus ada dimana-mana, bisa menginfeksi siapa pun, kapanpun dan dimana pun. Mudik menjadi sarana penyebaran yang paling ampuh. Sebab ketika mudik kita menggunakan kendaraan pribadi ataupun kendaraan umum. Hal ini bisa memicu penyebaran virus, karena dijalan kita bertemu dengan orang banyak. Sedangkan setibanya di kampung halaman kita bersilaturahmi dengan keluarga, saudara dan tetangga. Kita tidak tahu dijalan tertular virus corona atau tidak, bisa saja kita tertular dan menginfeksi mereka. 

Itulah alasan pemerintah dalam mengambil kebijakan larangan mudik. Kita sebagai masyarakat harus menaati peraturan tersebut. Karena jika melanggar maka orang terdekat kita berisiko terinfeksi, selain itu kita juga bisa terkena sanksi. Dikutip dari kompas.com, masyarakat yang melanggar akan diberikan sanksi berupa sanksi sosial, denda, bahkan kurungan atau pidana. 

Meskipun ada sanksi berat, masih ada masyarakat yang nekat melanggar larangan mudik. Salah satunya adalah masyarakat Madura. Mereka memakai berbagai macam modus untuk mengelabui petugas keamanan. Seperti menggunakan perahu nelayan, melakukan mudik lebih awal, menggunakan travel gelap bahkan berjalan kaki hingga 500 meter pun mereka semua lakukan. Agar lolos penyekatan larangan mudik dan bisa sampai ke kampung halaman.

Bagi orang Madura mudik bukan sekedar pulang kampung, melainkan memiliki makna penting. Tidak lain untuk bersilaturahmi dan berkumpul bersama keluarga. Hal tersebut dilakukan oleh orang Madura agar dapat membangun kembali tali persaudaraan demi terciptanya kekeluargaan yang erat dan mesra. 

Di Madura mudik disebut dengan tradisi toron yang berarti turun. Turun bagi orang Madura bermakna turun ke bawah. Dimana orang Madura yang sedang merantau, menikah, atau bekerja di luar negeri mereka akan pulang ke kampung halaman. Tidak hanya pada saat Hari Raya Idul Fitri, tetapi saat Hari Raya Idul Adha, Maulid Nabi, hajatan, lahiran, ada keluarga yang naik haji atau wafat. Maka orang Madura pasti akan pulang kampung.

Jika ditinjau dari studi demografi. Akibat langgar larangan mudik, kasus covid-19 di Pulau Madura meningkat secara signifikan. Diantaranya didaerah Bangkalan, Sampang, Sumenep dan Pemekasan. Dari keempat kabupaten tersebut Bangkalan menjadi daerah yang paling tinggi lonjakannya. 

Pasien covid-19 tertinggi terletak di Kecamatan Arosbaya, Kecamatan Klampis, Kecamatan Geger, dan Kecamatan Bangkalan. Dikutip dari tempo.co kasus di Bangkalan naik hingga 751%. Pada tanggal 15 Juni 2021 kasus positif mencapai 2.384. 1.553 orang dinyatakan sembuh dan 232 orang dinyatakan meninggal dunia. Lonjakan ini menimbulkan dampak negatif, dimana jika kasus positif meningkat maka angka kematian (mortalitas) juga akan meningkat.  

Jika dikaitkan dengan teori kependudukan, mortalitas ini sama halnya dengan teorinya Thomas Robert Malthus. Ia merupakan seorang pakar demografi Inggris dan ekonom yang sangat terkenal. Dalam teorinya, Ia menjelaskan tentang pembatasan jumlah penduduk dengan cara positive check (wabah penyakit). Jika dianalisis, maka mortalitas akibat pandemi covid-19 (wabah penyakit) merupakan cara untuk membatasi atau mengurangi jumlah penduduk di Madura.

Mortalitas merupakan komponen yang penting dalam kependudukan. Jika mortalitas suatu daerah meningkat itu merupakan tanda bahwa daerah tersebut dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Bisa dikatakan bahwa mortalitas ini berguna untuk mengawasi kinerja pemerintah dalam melihat peningkatan kesehatan, kesejahteraan, dan keamanan masyarakat. Selama masih ada covid-19 di Madura maka mortalitas akan terus meningkat. Sangat sulit untuk mengatasi hal tersebut, kita hanya bisa mencegah atau menguranginya. Berikut beberapa hal yang bisa kita lakukan:

1. Menyadarkan masyarakat Madura tentang betapa bahayanya covid-19. Orang Madura cenderung tidak percaya dengan covid-19. Mereka menganggap bahwa covid-19 tidak ada. Oleh karena itu mereka sering melanggar protokol kesehatan seperti berkerumun dipasar dan tidak memakai masker. Dalam hal ini tokoh agama dianggap paling mampu memberikan sosialisasi kepada masyarakat Madura. Karena tokoh agama sangat dipercaya dan dihormati oleh orang Madura.

2. Mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat. Masyarakat Madura harus bisa menjaga kesehatan dirinya sendiri. Pertama, ketika akan pergi keluar rumah harus memakai masker. Kedua, selalu rajin mencuci tangan pakai sabun atau hand sanitizer. Ketiga, melakukan social distancing dengan menjaga jarak dan tidak berkerumun ditempat umum. Keempat, selalu makan makanan yang bergizi dan rajin olahraga. Kelima, selalu mengecek perkembangan kondisi tubuh. Jika sedang sakit atau merasa tidak enak badan (seperti mengalami demam, flu, batuk) sebaiknya tetap dirumah, jangan pergi sekolah ataupun bekerja. Hal-hal tersebut dilakukan untuk mencegah penyebaran virus corona.

3. Di Madura rumah sakit kurang memadai. Pemerintah harus menambah tenaga kesehatan dan alat-alat kesehatan seperti alat pelindung diri (APD), obat-obatan, dan fasilitas rumah sakit.

4. Pihak masyarakat harus mau divaksin. Sedangkan pihak pemerintah harus memperbanyak vaksin agar program vaksinasi bisa menjangkau seluruh wilayah Madura.

5. Tidak melanggar larangan mudik. Kita bisa menggantikan mudik dengan cara kekinian. Yaitu dengan memanfaatkan teknologi (handphone) untuk melakukan video call dengan keluarga.

Dalam hal ini masyarakat dan pemerintah harus saling bekerja sama. Sebagai masyarakat kita harus menaati kebijakan yang ada. Sementara sebagai pemerintah, mereka harus membuat stategi dan kebijakan yang tepat untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun