Mohon tunggu...
Lilis Purwati
Lilis Purwati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi, Fisib, Universitas Trunojoyo Madura

Balas dendam terbaik adalah menjadikan dirimu lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Mudik dan Tingginya Mortalitas

21 Juni 2021   00:39 Diperbarui: 21 Juni 2021   01:04 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dimanapun kita berada pasti ada perasaan was-was. Hal ini karena virus ada dimana-mana, bisa menginfeksi siapa pun, kapanpun dan dimana pun. Mudik menjadi sarana penyebaran yang paling ampuh. Sebab ketika mudik kita menggunakan kendaraan pribadi ataupun kendaraan umum. Hal ini bisa memicu penyebaran virus, karena dijalan kita bertemu dengan orang banyak. Sedangkan setibanya di kampung halaman kita bersilaturahmi dengan keluarga, saudara dan tetangga. Kita tidak tahu dijalan tertular virus corona atau tidak, bisa saja kita tertular dan menginfeksi mereka. 

Itulah alasan pemerintah dalam mengambil kebijakan larangan mudik. Kita sebagai masyarakat harus menaati peraturan tersebut. Karena jika melanggar maka orang terdekat kita berisiko terinfeksi, selain itu kita juga bisa terkena sanksi. Dikutip dari kompas.com, masyarakat yang melanggar akan diberikan sanksi berupa sanksi sosial, denda, bahkan kurungan atau pidana. 

Meskipun ada sanksi berat, masih ada masyarakat yang nekat melanggar larangan mudik. Salah satunya adalah masyarakat Madura. Mereka memakai berbagai macam modus untuk mengelabui petugas keamanan. Seperti menggunakan perahu nelayan, melakukan mudik lebih awal, menggunakan travel gelap bahkan berjalan kaki hingga 500 meter pun mereka semua lakukan. Agar lolos penyekatan larangan mudik dan bisa sampai ke kampung halaman.

Bagi orang Madura mudik bukan sekedar pulang kampung, melainkan memiliki makna penting. Tidak lain untuk bersilaturahmi dan berkumpul bersama keluarga. Hal tersebut dilakukan oleh orang Madura agar dapat membangun kembali tali persaudaraan demi terciptanya kekeluargaan yang erat dan mesra. 

Di Madura mudik disebut dengan tradisi toron yang berarti turun. Turun bagi orang Madura bermakna turun ke bawah. Dimana orang Madura yang sedang merantau, menikah, atau bekerja di luar negeri mereka akan pulang ke kampung halaman. Tidak hanya pada saat Hari Raya Idul Fitri, tetapi saat Hari Raya Idul Adha, Maulid Nabi, hajatan, lahiran, ada keluarga yang naik haji atau wafat. Maka orang Madura pasti akan pulang kampung.

Jika ditinjau dari studi demografi. Akibat langgar larangan mudik, kasus covid-19 di Pulau Madura meningkat secara signifikan. Diantaranya didaerah Bangkalan, Sampang, Sumenep dan Pemekasan. Dari keempat kabupaten tersebut Bangkalan menjadi daerah yang paling tinggi lonjakannya. 

Pasien covid-19 tertinggi terletak di Kecamatan Arosbaya, Kecamatan Klampis, Kecamatan Geger, dan Kecamatan Bangkalan. Dikutip dari tempo.co kasus di Bangkalan naik hingga 751%. Pada tanggal 15 Juni 2021 kasus positif mencapai 2.384. 1.553 orang dinyatakan sembuh dan 232 orang dinyatakan meninggal dunia. Lonjakan ini menimbulkan dampak negatif, dimana jika kasus positif meningkat maka angka kematian (mortalitas) juga akan meningkat.  

Jika dikaitkan dengan teori kependudukan, mortalitas ini sama halnya dengan teorinya Thomas Robert Malthus. Ia merupakan seorang pakar demografi Inggris dan ekonom yang sangat terkenal. Dalam teorinya, Ia menjelaskan tentang pembatasan jumlah penduduk dengan cara positive check (wabah penyakit). Jika dianalisis, maka mortalitas akibat pandemi covid-19 (wabah penyakit) merupakan cara untuk membatasi atau mengurangi jumlah penduduk di Madura.

Mortalitas merupakan komponen yang penting dalam kependudukan. Jika mortalitas suatu daerah meningkat itu merupakan tanda bahwa daerah tersebut dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Bisa dikatakan bahwa mortalitas ini berguna untuk mengawasi kinerja pemerintah dalam melihat peningkatan kesehatan, kesejahteraan, dan keamanan masyarakat. Selama masih ada covid-19 di Madura maka mortalitas akan terus meningkat. Sangat sulit untuk mengatasi hal tersebut, kita hanya bisa mencegah atau menguranginya. Berikut beberapa hal yang bisa kita lakukan:

1. Menyadarkan masyarakat Madura tentang betapa bahayanya covid-19. Orang Madura cenderung tidak percaya dengan covid-19. Mereka menganggap bahwa covid-19 tidak ada. Oleh karena itu mereka sering melanggar protokol kesehatan seperti berkerumun dipasar dan tidak memakai masker. Dalam hal ini tokoh agama dianggap paling mampu memberikan sosialisasi kepada masyarakat Madura. Karena tokoh agama sangat dipercaya dan dihormati oleh orang Madura.

2. Mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat. Masyarakat Madura harus bisa menjaga kesehatan dirinya sendiri. Pertama, ketika akan pergi keluar rumah harus memakai masker. Kedua, selalu rajin mencuci tangan pakai sabun atau hand sanitizer. Ketiga, melakukan social distancing dengan menjaga jarak dan tidak berkerumun ditempat umum. Keempat, selalu makan makanan yang bergizi dan rajin olahraga. Kelima, selalu mengecek perkembangan kondisi tubuh. Jika sedang sakit atau merasa tidak enak badan (seperti mengalami demam, flu, batuk) sebaiknya tetap dirumah, jangan pergi sekolah ataupun bekerja. Hal-hal tersebut dilakukan untuk mencegah penyebaran virus corona.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun