Mohon tunggu...
Lilis Edah Jubaedah
Lilis Edah Jubaedah Mohon Tunggu... Guru - Guru di SMPN 1 Cilegon

Saya Lilis Edah Jubaedah, Lahir di Purwakarta, 26 Agustus 1965. Pekerjaan saya Guru di SMPN 1 Cilegon. Hobby saya menulis, walapun belum mahir. Konten yang saya sering tulis apa saja yang berhubungan dengan rasa kekhawatiran diri terhadap lingkungan sekitar. Jenis tulisannya ada puisi, cerpen, opini, esai, atau apa saja yg menurut saya cocok dengan kontennya. Tapi hanya sekadar menulis saja.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Pengalaman Umroh (10)

3 Januari 2023   06:20 Diperbarui: 3 Januari 2023   06:24 3790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri: Pintu Masuk Masjid Nabawi romongan kami

Minggu, 18 Desember 2022, 04.00 WAS, kami sudah berkumpul di lobby hotel Sanabel Al-Madinah. Muthawwif menjelaskan bahwa hari ini kami akan melaksanakan ibadah pertama di Masjid Nabawi. Setelah rombongan berkumpul Kembali, dikurangi 1 orang yang sakit, kami sudah mulai melakukan perjalanan. Sambil berjalan munuju ke Masjid, muthawwif menjelaskan bagaimana arah kami menuju ke Masjid Nabawi. Dari hotel ambil arah ke kiri, kemudian menyeberang jalan, dan lurus terus menuju pintu 338.

Setelah kami meyeberang jalan, muthawwif terbiasa membuat kami menjadi berbaris empat berbanjar. Laki-laki di depan dan perempuan di belakang. Kemudian kami bersama membaca do'a memasuki Masjid Nabawi, yang artinya: "Dengan nama Allah dan atas agama Rosulullah. Ya Allah masukkanlah aku dengan cara masuk yang benar, dan keluarkanlah pula aku dengan cara keluar yang benar, dan berikanlah padauk dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolong. Ya Allah limpahkanlah rahmat kepada jungjungan kami Muhammad dan keluarganya. Ampunilah dosaku, bukalah pintu rahmat-Mu bagiku dan masukkanlah aku ke dalamnya, wahai Tuhan Yang Maha Pengasih dari segala pengasih." 

Ketika kami sudah melewati pintu 338, muthawwif menjelaskan bahwa yang perempuan lurus menuju pintu masuk Masjid Nabaw,i nomor 25 dan bapak-bapak,  "Mari ikut saya ke arah sebelah kanan." muthawwif mengajak yang laki-laki menuju pintu masuk khusus laki-laki. Konon menurut informasi pintu  21- 22.

Pemandangan berbeda dengan yang kami alami di Mekkah Al-Mukarromah, halaman Masjid Nabawi permukaannya rata sejajar, kemudian beberapa tempat disekat dengan pagar setengah badan. Karpet digelar di setiap ruang yang disekat tersebut, dengan beberapa tiang yang tinggi berdiri sebagai tiang payung yang akan terbuka dan tertutup dengan timer.

Dokpro: Di halaman Masjid Nabawi Payung Tertutup
Dokpro: Di halaman Masjid Nabawi Payung Tertutup

Subuh itu belum terlihat sebagai apa fungsi tiang tinggi tersebut. Kami melewati itu semua, dan sampailah di pintu masuk nomor 25. Di batas suci kami membuka alas kaki dan memasukkannya ke dalam kantong keresek yang sengaja kami bawa.

Di pintu, ada dua orang penjaga, perempuan dengan pakaian muslim tertutup dengan cadar, memeriksa tas kami. Tapi hanya sekedar dilihat dan diraba. Alhamdulillah aman. kemudian  kami melanjutkan masuk ke dalam, ternyata di Lorong jalan tersedia beberapa gentong air jamjam. Kebiasaan di Mekkah sudah terbawa ke Madinah. Kami mengambil dulu air minum jamjam. Satu gelas kami minum dan sisanya diusapkan ke hidung dan mata, sambil berdoa meminta kesembuhan atas apa yang diderita sama hidung dan mata saya. Dan dua gelas lebih lainnya saya masukkan ke dalam botol le minerale kecil bekal minum jaga-jaga kehausan di dalam selama menunggu waktunya salat.

Setelah berjalan menyusuri tempat yang kosong, dan biasa kami selalu diarahkan menuju tempat oleh laskar penjaga ruangan, agar Jemaah rapi, kami menemukan tempat yang alhamdulillah ada karpetnya. Sebelum duduk kami melaksanakan salat sunnah tahiyatul masjid dua rakaat. Setelah itu memutar mata mencari tempat Al-Qur'an. Lakadalah, ternyata ada di bagian samping kanan di tiang beberapa meter dari tempat saya duduk. Kemudian kami mengambil beberapa sesuai titipan teman saya. Empat saja, karena yang satu orang katanya mau dzikir saja dengan tasbeh sudah di tangannya.

Kumandang adzan awal pun sudah bergema. Lantunan suaranya ada perbedaan lagunya atau iramanya dengan di Mekkah, tidak masalah bagi kami, karena bukan suaranya, yang penting adalah lafadznya yang benar. Tapi memang sih kalau mendengar suara adzan yang begitu merdu, walaupun tidak lagi sedih, tetap saja tetesan air mata itu mengalir lembut mengikuti garis pipi yang sudah mulai ada kerutan. Semoga karena kerinduan kepada Sang Khaliq. Aamiin YRA.

Mengaji masih terus dilanjutkan sambil menunggu waktu salat subuh. Masih satu jam lagi ke waktu subuh. InsyaAllah dengan mengaji atau berdzikir tidak akan merasa ngantuk karena lelah. Beberapa surat pendek sudah diselesaikan. Orang di sebelah sudah mulai berdiri mau menyimpan Al-Qur'an yang sudah dibacanya, penasaran juga. Begitu lihat jam, ternyata sudah tinggal sepuluh menit lagi waktunya subuh akan tiba. Biasa mengingatkan teman-teman untuk salat sunnah fajar.

 "Salat sunnah apa ini, Bu?" tanya mereka berbisik hampir bersamaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun