Mohon tunggu...
Lilik agus
Lilik agus Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Langkah Idealisme seorang mahasiswa dimulai dari tulisannya

Idealis berketuhanan tanpa penindasan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Narasi Hukum, Kontroversi Denda hingga Pidana bagi Pelanggar Protokol Kesehatan

21 September 2020   21:19 Diperbarui: 21 September 2020   21:23 1320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sanksi kini dihadirkan dalam muatan hukum yang jelas, kausalitas hukum akan benar-benar melatarbelakangi semua langkah pemerintah dalam menertibkan masyarakat kedepannya. Sebagaimana yang tertuang dalam Inpres Nomor 6 tahun 2020 tentang peningkatan kedisiplinan dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai pijakan pemerintah dalam mencegah dan mengendalikan Covid 19.

Sanski yang terantum dalam Inpres itu antara lain teguran, baik lisan maupun tertulis, kerja sosial, denda administrasi, penghentian atau penutupan sementara penyelenggara usaha. Dan semua sanksi tersebut bersifat mengikat perorangan, usaha biasa bahkan yang sudah punya badan hukum. Selanjutnya Inpres ini akan diperinci atau diperjelaskan lagi sesuai Peraturan Gubernur atau Bupati, yang jelas setiap daerah akan menyesuaikan peraturan dengan menimbang situasi dan kondisi di wilayah masing-masing.

Sejalan dengan berbagai sanksi hukum yang menjadi monitor kebijakan pemerintah dalam protocol kesehatan, tentu akan muncul kontroversi-kontroversi. Misalnya, urusan denda administrative ini kurang begitu jelas bila dilihat dari history of law ( yang melatarbelakangi penetapan hukum ). 

Bagaimana bisa pemerintah menetapkan sanksi denda di tengah keterpurukan ekonomi, padahal masih ada jalan pintas yang bisa didiskusikan lebih dulu untuk  menjadi sanksi jera pada masyarakat yang melanggar Protokol Kesehatan. Walaupun pemerintah sudah mengatur denda sesuai tingkatan sosial, namun ada hal yang jauh lebih penting dari itu, yaitu kecacatan hukum dalam optimalisasi pemerintah melawan Covid 19.

Terkadang alur yang tertulis belum tentu sejalan dengan yang ada di lapangan. Kita memang tidak mutlak menyalahkan semua kebijakan pemerintah, namun ada hal yang perlu dijadikan pembenahan. sanksi denda administrasi ini kalau dilihat dari kacamata keadilan umum akan bertolak belakang dengan statemen pemerintah yang sudah menyesuaikan dengan tingakatan sosial di masyarakat. 

Di Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah, ada tukang becak yang dikenai denda sebesar 100 ribu karena tidak memakai masker, walaupun tukang becak tadi sudah membela diri bahwa maskernya jatuh saat ia mengantar penumpang, namun hukum harus berjalan, ia harus tetap membayar denda. Disinilah yang akan disoroti oleh penulis.

Pertama, jika dilihat dari gaji tukang becak saja rasanya sangat sulit tembus 100 ribu seharinya. Seperti ketentuan denda administrasi, ada tahapan nominalnya yaitu 100,300 bahkan jutaan. 

Memang jika dipandang sekilas tahapan disini terlihat adil, tetapi apakah pemerintah tidak ingat bahwa dikategori 100 ribu ini ada tukang becak, tukang semir sepatu dll, ditambah lagi masa pandemi ini, tentu nominal 100 ribu ini terlihat lebih besar daripada denda yang dijauhkan kepada Aparatur Sipil Negara dengan nilai 300 ribu tetapi dengan penghasilan yang bisa dibilang masuk akal.

Bisa dibilang Dasar hukum pada denda administratife ini cacat secara normatif dan substantife, sebab semua kebijakan sanksi yang ditetapkan pemerintah ini bertujuan pada efek jera bagi pelanggarnya. 

Disinilah ada narasi yang tidak jelas dalam hal sanksi denda ini, seharusnya ada mekanisme hukum yang transparan. Banyak tahapan yang diabaikan oleh penegak hukum dilapangan. 

Seharusnya, kasus di Pati ini ada tahapan sanksi yang harusnya diberikan, bukan langsung menjatuhkan denda, Ini menyalahi mekanisme hukum, padahal ada kerja sosial ada push up bahkan membersihkan tempat umum. Inilah salah satu sudut yang kegagalan dalam denda administrative.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun