Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Artikel Utama

4 Ancaman yang Bisa Mengganggu Keuangan Selama Ramadan

19 Maret 2024   21:22 Diperbarui: 21 Maret 2024   01:35 1252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mengelola keuangan. Sumber gambar: Shutterstock/Prostock Studio via Kompas.

Jika tidak ingin diterpa kesulitan, waspadalah terhadap 4 jebakan yang bakal mengancam keuangan di masa Ramadan hingga pasca Lebaran.

Ramadan yang penuh berkah bisa saja menjelma sebagai "musibah". Ketika kita berfokus pada tampilan lahiriah, kita bakal terancam menangguk masalah.

Tidak kita mungkiri bahwa Ramadan adalah bulan istimewa. Keistimewaan Ramadan antara lain terletak pada potensi pahala melimpah yang terkandung di dalamnya.

Mengingat kesempatan meraih banyak pahala sangat terbuka, tak heran jika sebagian besar umat memperlakukan bulan ini secara berbeda dibandingkan bulan-bulan biasa. Pelbagai persiapan pun dilakukan untuk menyambut kehadirannya.

Menyambut Ramadan (dan Lebaran) dengan persiapan matang memang harus dilakukan. Namun, kita perlu waspada bila persiapan yang kita lakukan lebih banyak mengarah pada penampilan fisik dan keinginan sesaat ketimbang bersiap diri dalam urusan batiniah dan berpikir untuk jangka panjang.

Salah satu masalah yang akan membelit kita di masa Ramadan dan Lebaran adalah urusan keuangan. Jika tidak dilakukan dengan cermat, kita bakal tertimpa kesulitan seusai "pesta" Ramadan dan Lebaran.

Sederet Ancaman bagi Keuangan di Bulan Ramadan dan Hari Lebaran


Nah, berikut ini empat jebakan yang berpotensi mengganggu keuangan di bulan Ramadan hingga pasca Lebaran.

1. Menu sahur dan buka puasa harus "wah"

Kebiasaan umum yang berlaku di masyarakat adalah menghidangkan menu yang lebih mewah untuk sahur dan berbuka puasa. Banyak alasan yang mendasari keinginan menyajikan makanan dan minuman tidak biasa selama bulan puasa.

Sepanjang masih dalam batas kewajaran, usaha semacam itu tak perlu diresahkan. Menu yang mengundang selera bisa menyemangati anggota keluarga menjalankan ibadah puasa.

Kita mesti memasang "radar" untuk menangkap gelagat berlebihan dalam urusan yang satu ini. Ketika hati kita merasa galau bila hidangan tak berserak memenuhi meja makan, kita harus mulai menekan tombol siaga.

Boleh saja menghidangkan menu "wah" sekali-sekali, asalkan tidak setiap hari. Bagaimana pun, Ramadan harus terasa berbeda dibandingkan hari-hari biasa.

Barangkali kita tidak mesti sering-sering berburu takjil ke pusat jajanan Ramadan. Sesekali, belilah penganan tahan lama untuk persediaan berbuka dua tiga hari ke depan.

Jadi, kita tidak menyiksa penglihatan dengan setiap hari mempertemukannya dengan tebaran makanan aneka rupa yang kerap bikin gelap sang mata.

2. Pakaian Ramadan dan Lebaran mesti bau toko

Menginginkan baju koko dan peci atau setelan mukena baru untuk salat Tarawih di masjid atau musala adalah keinginan wajar saja. Namun, hal semacam itu bukan kewajiban yang harus kita tunaikan.

Sebab, syarat pakaian untuk salat bukan yang baru keluar dari toko, melainkan pakaian yang menutup aurat, bersih, dan sopan. Tidak mungkin kita tak memiliki pakaian yang memenuhi syarat demikian. Bukankah saban hari kita melaksanakan salat?

Begitu pula menyambut Lebaran. Bersilaturahmi mengenakan pakaian baru mungkin akan terasa gimana gitu. Namun, kalau setelah Lebaran kita kebingungan bayar utang, terus gimana gitu?

Jadi, sebelum beranjak ke toko busana, bagusnya luangkan waktu sejenak menengok lemari baju di sudut kamar. Tidak ada lagikah pakaian yang pantas kita pakai untuk bersilaturahmi dengan handai tolan?

Jangan-jangan, di sudut bawah masih tersimpan seonggok setelan yang sekian lama tak terjamah.

3. Rumah harus dihias agar pantas

Hari raya bakal bikin rumah lebih sibuk ketimbang hari-hari lainnya. Sanak saudara dan rekan-rekan mungkin menyempatkan diri mengunjunginya.

Kondisi ini barangkali hanya berlaku bagi warga yang berlebaran di tempat domisili mereka. Para perantau tentu saja memilih pulang ke kampung halaman mereka.

Nah, dalam rangka menyambut tamu-tamu itu, adakalanya kita ingin menampilkan kediaman yang mengesankan. Sesuatu yang bagus tentunya karena memuliakan tamu adalah adab baik yang harus dijaga.

Meskipun begitu, seyogianya kita menghias rumah sewajarnya dan sesuai kemampuan. Mengecat kembali beberapa bagian dinding yang tampak kusam adalah hal biasa.

Namun, tidak perlu mengganti televisi atau peranti menonton film dengan properti yang baru. Rasanya, para tamu juga tidak datang dengan maksud menonton sinetron dan tidak juga berharap disuguhi film Hollywood di home theatre dengan suara menggelegar.

4. Kendaraan menjadi lambang keberhasilan

Sekarang giliran para pemudik. Barangkali sebagian di antara pemudik masih menganut prinsip kampung halaman adalah show room untuk mempertunjukkan kemapanan.

Prinsip seperti ini sudah selayaknya direvisi.

Kita tidak perlu memaksakan diri mengganti sound system mobil hanya untuk menunjukkan bahwa kita mampu menghasilkan banyak uang. Apalagi sampai menjual mobil lama dan menggantinya dengan kendaraan yang tampak lebih membanggakan.

Silakan mudik dengan kendaraan yang sudah ada atau naik kereta api saja. Kebanyakan orang tua sudah merasa gembira menyambut kedatangan anak, menantu, dan cucu-cucu mereka.

Nah, itulah sebagian ancaman yang bisa menyusahkan kita. Sebaiknya kita selalu mengingat bahwa kita masih harus makan, bayar listrik, dan bayar biaya sekolah anak-anak setelah berlalunya bulan puasa dan hari Lebaran.

Pilih Pelit atau Boros?

Pelit dan boros adalah dua kondisi berlawanan yang tidak diinginkan. Allah swt pun mengingatkan melalui surah Al-Furqaan ayat 67.

"Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta) mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar."

Jadi, pilih mana, kikir atau boros? Saya, sih, yang sedang-sedang saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun