Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Kelemahan Diri, Bagaimana Menyampaikannya dalam Wawancara Kerja?

15 Juni 2020   05:47 Diperbarui: 8 Januari 2024   17:35 1186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagaimana mengungkapkan kelemahan saat wawancara kerja| Ilustrasi: pixabay.com/Tumisu

Kelemahan diri calon pegawai biasanya menjadi target yang diincar untuk dikorek dalam wawancara kerja. Maka, perlu persiapan matang untuk menghadapinya.

Pertanyaan terkait dengan kelemahan diri biasanya tidak berdiri sendiri. Ia hampir selalu menjadi pasangan sejati pertanyaan seputar keunggulan kandidat yang telah saya ulas dalam tayangan ini.

Pertanyaan yang "nggak enak" itu memang seringkali dilontarkan pewawancara setelah ia "berbaik hati" menanyakan kehebatan para pencari kerja. Walaupun sebagian orang telah mempelajari berbagai ragam pertanyaan seputar wawancara kerja, tetap saja ada sebagian lain yang tidak siap menjawabnya.

Peserta wawancara yang kurang pengalaman mungkin akan kebingungan menghadapi pertanyaan yang tak diharapkan ini. Dan kebingungan bisa menjadi pangkal kegagalan.

Lantas, apa yang harus kita lakukan jika menemui pewawancara yang mengajukan pertanyaan ini? Haruskah kita menyembunyikan kelemahan kita atau kita mengakuinya saja?

Menolak Masuk dalam "Permainan" tentang Kelemahan Diri

Apakah ada seseorang yang tidak memiliki kelemahan? Atau dengan pertanyaan yang lebih enak didengar telinga, apakah Anda tidak bisa menemukan kelemahan dalam diri Anda?

Jika iya, maka ada dua kemungkinan cara Anda akan menanggapi pertanyaan si pewawancara. Kemungkinan pertama, Anda akan diam saja. Sepanjang pengetahuan saya, tidak ada bagus-bagusnya sikap seperti ini dalam sebuah wawancara kerja.

Sederet ungkapan negatif akan segera merasuk ke dalam benak sang pewawancara atas reaksi diam Anda. Nggak minat, kurang perhatian, ragu-ragu, telmi, dan berbagai frasa tak sedap lainnya yang akan terbayang oleh pewawancara mengenai diri Anda.

Kemungkinan kedua, Anda akan memberikan jawaban semacam ini, "Mohon maaf, saya merasa tidak ada kelemahan pada diri saya, Pak." Kira-kira, kata apa yang akan terlontar dari sang pewawancara setelah mendengar jawaban Anda yang jemawa ini?

Sebuah pendapat yang cukup menarik disampaikan oleh Paul Falcon dalam buku "96 Pertanyaan Penting untuk Merekrut Karyawan Andal". Paul Falcon menilai bahwa sampai pada sebuah titik tertentu, proses wawancara kerja tidak ubahnya sebuah permainan yang akan menguji ketangkasan seseorang dalam upaya meloloskan diri.

Ketika seorang kandidat mengatakan bahwa dirinya tidak memiliki kelemahan, bisa saja sang pewawancara mengambil kesimpulan bahwa si kandidat menolak "mengikuti permainan". Dan hal ini bisa membikin pewawancara sangat kecewa.

Pendek kata, kedua kemungkinan ini hanya akan segera menyibukkan Anda untuk segera menulis surat lamaran baru ke perusahaan lain. Jika wawancara berlanjut pun, kemungkinan hanya karena pewawancara tidak ingin melihat wajah kecewa di hadapannya.

Bagaimana Sebaiknya Mengungkapkan Kelemahan Diri?

Memang tidak semua pewawancara kerja menggunakan pertanyaan perihal kelemahan sebagai sebuah permainan. Adakalanya, ia memang tengah menggali berbagai hal terkait si pelamar.

Mungkin ia hendak menguji seberapa tinggi sang kandidat memiliki kepercayaan diri. Barangkali pula ia tengah menjajaki seberapa dalam tingkat kejujuran si calon karyawan. Apapun "lakon" yang sedang dimainkan oleh si pewawancara, para kandidat harus menanggapinya secara cermat.

Berbahagialah kalian para pelamar kerja, Pak Falcon berkenan membuka "kunci jawaban"-nya. Sebuah strategi menjawab pertanyaan"ndak enak" itu telah ia ungkap dalam bukunya.

Menurut penulis buku-buku tentang ke-HR-an itu, peserta wawancara kerja harus bisa menyulap kelemahan menjadi sebuah kekuatan. Ia mengatakan bahwa "kelemahan" yang paling bijaksana adalah kekuatan yang kurang pas pemanfaatannya.

Mau saya kasih contohnya? Ya, saya anggap banyak yang mau, he he he.

"Saya ini orangnya perfeksionis, Pak. Nggak rela rasanya kalau hasil kerja saya nggak bagus. Makanya, kadang-kadang saya terlihat agak lambat dalam bekerja."

"Saya cukup sulit mendelegasikan pekerjaan kepada orang lain, Pak. Saya paling takut orang nggak bisa mengerjakan tugas dengan standar tinggi."

Nah, itu dua contoh jawaban seperti yang dimaksudkan oleh Falcon. Frasa "kadang-kadang terlihat agak lambat kerja" dan "cukup sulit mendelegasikan pekerjaan" akan terdengar seperti sebuah kelemahan. 

Namun kedua orang kandidat pekerja itu telah mengubahnya menjadi semacam kekuatan yang tersembunyi yang ada dalam diri mereka.

Kedua kandidat dalam contoh di atas telah menutupi "kelemahan" mereka dengan semangat untuk menghasilkan kerja yang bagus. "Nggak rela melihat hasil kerja yang nggak bagus" serta "takut jika orang lain gagal menyelesaikan tugas sesuai standar" merupakan "bedak" yang menyamarkan kelemahan yang diungkapkan kedua kandidat tersebut.

Jadi, pada contoh pertama, sejatinya sang kandidat hendak mengatakan, "Kadang-kadang memang saya terlihat agak lambat bekerja, tetapi saya menjamin hasil kerja saya bagus." 

Sementara itu, kandidat dalam contoh kedua sebenarnya pengen berucap, "Saya agak sulit mendelegasikan tugas kepada orang lain, semata-mata karena saya harus mendapatkan hasil yang berstandar tinggi."

Pertanyaan Berbasis Perilaku

Meskipun Anda patut mencoba mengaplikasikan contoh-contoh di atas, tetapi Anda harus tetap berhati-hati dalam menyampaikan jawaban-jawaban semacam ini. Banyak kondisi lain yang juga memengaruhi penilaian pewawancara atas jawaban Anda atas pertanyaan ini.

Yang pertama, Anda perlu memerhatikan jenis dan level jabatan yang Anda lamar. Sebagai contoh, untuk jabatan tingkat manajerial, kemampuan mendelegasikan tugas menjadi sesuatu yang harus dimiliki calon yang akan mendudukinya. 

Jadi, dalam kondisi ini, jawaban seperti contoh di atas bisa saja malah mempercepat surat lamaran Anda masuk ke dalam mesin penghancur kertas.

Kedua, rangkaian wawancara dari mula hingga penutup merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Diperlukan sikap yang konsisten dalam menghadapi wawancara secara keseluruhan. 

Misalnya saja, jawaban "saya perfeksionis" akan sangat menjatuhkan bila sepanjang jalannya wawancara, Anda justru menampakkan sikap yang sebaliknya.

Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah jawaban-jawaban "cerdas" akan memuaskan pewawancara? Tentu bergantung lagi pada proses selanjutnya. Jika seorang pewawancara merasa kurang yakin dengan jawaban Anda, bisa saja ia mengejar Anda dengan pertanyaan-pertanyaan lanjutan.

Seperti dalam artikel saya yang mengulas pertanyaan seputar keunggulan Anda, dalam hal ini pun pewawancara biasa menggunakan metode minta Anda membuktikan ucapan yang Anda lontarkan. Misalnya saja, perihal keengganan Anda mendelegasikan tugas seperti pada contoh kasus kedua di atas.

Kembali lagi kepada masalah kejujuran. Anda akan sulit berkelit dari pertanyaan untuk membuktikan penjelasan Anda serta pertanyaan-pertanyaan serupa jika Anda banyak "mengarang" sepanjang wawancara. Variasi-variasi pertanyaan pewawancara seringkali sulit diantisipasi dengan jawaban-jawaban hafalan.

"Di sinilah letak keindahan sejati dari pertanyaan berbasis perilaku." Begitu pendapat kontributor HR Magazine dan pembicara bidang manajemen perekrutan dan kinerja, Paul Falcon. 

Semoga Anda berhasil meninggalkan senyuman yang mengembang di bibir dan hati pewawancara saat Anda meninggalkan ruang wawancara kerja. Sebab Anda berhasil mengungkapkan kelemahan diri Anda secara bijaksana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun