Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Inikah Akhir Tragis Kisah Hidup Si Kancil Milenial? (Bagian 2)

23 Mei 2020   10:26 Diperbarui: 27 Januari 2024   20:06 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Guk! Guk! Guk!"

Hari masih amat pagi. Matahari belum menampakkan diri. Tetesan embun masih bergelayut manja pada beberapa helai daun jambu biji yang tertanam kokoh di halaman belakang rumah Pak Tani.

Belum sempat Kancil menggeliat, badan kecilnya sudah terlompat. Ia dikejutkan suara melengking gonggongan anjing. Belum usai si Kancil mengusap-usap mata, seekor anjing bermuka sangar telah berdiri di hadapannya. Lebih tepatnya di depan kurungan yang memenjarakan dirinya.

Setelah menata hati akibat kekagetannya, si Kancil berdiri menghadap anjing kelabu itu. Ia telah sedikit mengenal anjing jantan yang telah beberapa tahun setia menjadi peliharaan Pak Tani. Ia sering mendengar obrolan si anjing jantan dengan seekor anjing betina peliharaan tetangga sebelah rumah Pak Tani.

Pasangan anjing itu kerap terlihat ngobrol santuy berdua di bagian samping agak ke belakang rumah Pak Tani. Tepatnya di lorong antara rumah Pak Tani dan rumah tetangga yang memelihara si anjing betina. Sepertinya mereka berdua tengah menjalin hubungan istimewa yang tak sekadar teman biasa.

Sebentar-sebentar! Sebelum melanjutkan kisah ini, sebaiknya baca dulu bagian pertamanya di sini. Kalau sudah baca, silakan lanjut.

Anjing jantan itu menyeringai memandang tajam si Kancil. Ia tampak gembira melihat Kancil yang kini hidup sengsara. Entah apa sebabnya. Padahal sebelum ini, Kancil tak sekalipun pernah bersua dengannya. Barangkali sang anjing yang terkenal akan kesetiaan pada tuannya telah mendengar cerita perihal perilaku buruk si Kancil yang sering mencuri ketimun di ladang tuannya.

"Kapok deh, kamu!" Sebuah kalimat pembuka yang jelas tak ramah meluncur dari bibir si Anjing Jantan, hingga menyemburkan air liurnya yang memang selalu menetes. "Makanya, cari makan yang halal!"

Kancil diam seribu bahasa. Sepertinya ia masih menganalisa, kira-kira tabiat anjing ini seperti apa. Tentu saja si Kancil berharap binatang peliharaan ini bisa menjadi jalan bagi dirinya terbebas dari kungkungan Pak Tani.

"Banyak-banyaklah berdoa, tak lama lagi kamu akan tinggal nama," ujar Anjing Jantan melanjutkan ejekannya, "Eh, jangan-jangan nama pun kamu tak punya."

"Aku tak paham dengan kata-katamu, Anjing," Kancil mulai membuka mulutnya, "Dan kurasa, kamu pun tak punya sebutan selain 'anjing' atau 'binatang' dan yang semacam itu."

"Oke-lah kalau begitu, aku kasih tahu aja supaya kamu siap," kata anjing itu sambil menatap Kancil dengan pandangan sinis, "Lebaran nanti, wujudmu tak akan begini lagi! Sebagian dagingmu akan menjadi sate, sebagian lagi mungkin akan berkuah, menjadi tongseng atau gule, aku tak tahu. Tulang-tulangmu akan terhidang sebagai sop. Dan entah apa lagi resep yang telah disiapkan oleh Bu Tani."

"Ha ha ha!" Bukannya ketakutan mendengar penuturan Anjing, tapi sebaliknya, Kancil malah tertawa. Tentu saja Anjing keheranan dan menanyakan alasan si Kancil tertawa penuh rasa kemenangan.

"Aduh, Njing, Njing! Hare gene masih percaya hoaks?" kata Kancil menanggapi pertanyaan Anjing, "Makanya, cari berita dari sumber yang bener. Jangan semua informasi kamu telan mentah-mentah!"

"Hoaks?!" Anjing tampak terperanjat, "Kalau itu hoaks, lalu apa yang sebenarnya terjadi pada dirimu? Jelas-jelas kamu dikurung karena mencuri. Sudah pasti kamu akan mendapatkan hukuman. Lagipula, Pak Tani sedang tak punya uang, pusing mikirin hidangan Lebaran."

"Kamu tahu Mbak Fitri, putri sulung Pak Tani?" tanya Kancil.

"Eh, aku jauh lebih mengenal Mbak Fitri daripada kamu!" Anjing menukas sewot, "Mbak Fitri dulu suka ngasih makan aku, sebelum ia merantau ke Ibukota. Sayang ia tak mudik Lebaran ini. Kamu jangan sok kenal sama Mbak Fitri, Cil!"

"Kamu yang sok kenal, Njing!" balas Kancil, "Buktinya kamu tak tahu Mbak Fitri sebentar lagi akan pulang kampung."

"Jangan sembarangan bicara. Mbak Fitri nggak akan mudik karena mudik dilarang!" Anjing membantah ucapan Kancil dengan berapi-api.

"Siapa yang bilang mudik?" Kancil tentu tak mau kalah dalam perdebatan dengan Anjing, "Mbak Fitri mau pulang kampung, bukan mudik, heh!"

"Ha ha ha!" Kali ini Anjing yang tertawa ngakak, "Tak usahlah berpolemik soal istilah-istilah itu. Ha ha ha!"

Setelah tawanya reda, Anjing melanjutkan ucapannya, "Sekarang biar kutebak. Mbak Fitri pulang kampung karena akan dinikahkan sama kamu ya, Cil? Hua ha ha! Ha ha ha!"

Anjing kampung itu tertawa keras sekali hingga berguling-guling di tanah. Setelah puas, ia melanjutkan kata-katanya, "Terus kamu berharap aku cemburu dan meminta untuk bertukar tempat denganmu, gitu?! Aku masuk kurungan dan kamu bebas lari ke hutan?! Hua ha ha!!!"

"Bagaimana kamu bisa tahu? Aku nggak bilang begitu, kan?" Kali ini intonasi suara Kancil menurun. Ia tampak agak terpukul.

Sambil tetap tertawa, Anjing menjawab, "Aku memang tinggal di desa, Cil. Tapi jangan kamu pikir aku miskin literasi. Aku sudah membaca semua dongeng tentang dirimu, Kancil yang cerdik. Ha ha ha! Kini aku heran, di mana letak kecerdikanmu itu?"

***

"Nanti kalau kamu mau tidur, percayalah, aku sedang mengucapkan selamat tidur dari sini. Namun kamu nggak akan denger."

Ucapan-ucapan semacam itulah yang membuat Anjing Betina, pacar si Anjing Jantan peliharaan Pak Tani, menjadi klepek-klepek. Kelihatannya si Kancil tak hanya ahli menipu, melainkan juga jago merayu. Walaupun ia hanya menyontek mentah-mentah kalimat-kalimat yang didengarnya dalam sebuah film.

Beruntung sekali si Kancil pernah berteman dengan Serigala, sang playboy hutan Cengkar, yang memiliki koleksi lengkap film-film cinta-cintaan. Dan sebuah film berlatar kisah cinta anak-anak SMA telah menginspirasinya.

Entah karena memang terhipnotis oleh kalimat-kalimat gombal si Kancil atau sedang ada persoalan dengan sang pacar, Anjing Betina kini sering main mata dengan Kancil. Jika banyak orang mengatakan bahwa cinta bisa membuat orang menjadi buta, sepertinya teori itu benar adanya.

Bahkan kini gagasan tentang cinta buta itu telah merambah ke dunia satwa. Anjing Betina yang telah benar-benar buta mata hatinya, tak peduli lagi bermain api di belakang rumah Pak Tani. Padahal itu wilayah teritorial Anjing Jantan, kekasihnya.

Jika Anda mengira bahwa kisah ini akan berlanjut dengan sebuah keributan akibat perselingkuhan, kali ini tebakan Anda benar. Suatu petang menjelang azan Magrib berkumandang, terdengar suara-suara sangat gaduh di belakang rumah Pak Tani.

Rupanya Anjing Jantan telah mencium bau tak sedap kisah perselingkuhan pacarnya. Setelah mencak-mencak menyemburkan kemarahan kepada sang kekasih yang tengah bercengkerama dengan selingkuhannya, kini ia menatap murka si pelanduk yang terlihat tenang-tenang saja.

"Aku tak kan banyak bicara padamu, binatang kerdil. Saat ini hanya ada satu keinginanku." Anjing Jantan mengucapkan kata-kata penuh ancaman, "Aku tak akan berlama-lama lagi menyaksikan dirimu dalam keadaan utuh begini. Dalam hitungan detik, aku akan meremukkan tulang-tulangmu!"

Benar saja ucapan si anjing jantan. Ia segera memorakporandakan kayu-kayu pembelenggu si Kancil. Secepat kilat diseretnya Kancil keluar dari kurungan. Dan kengerian adegan selanjutnya, saya tak berani menggambarkannya.

Namun, seperti kebanyakan cerita fiksi lainnya, 'pertolongan' datang tepat pada detik terakhir si tokoh cerita terancam bahaya. Mendadak Pak Tani keluar dari rumahnya menuju teras belakang. Sepertinya ia mendengar suara-suara gaduh dan bergegas meninggalkan takjil terakhirnya untuk melihat apa yang tengah terjadi.

Begitu menyaksikan Anjing Jantan mengeluarkan Kancil dari dalam kurungan, muka Pak Tani berubah merah padam. Diraihnya sebuah alu (alat penumbuk padi dari kayu) dan dihampirinya Anjing Jantan yang tak menyadari datangnya bahaya.

Tepat pada saat alu hendak menyentuh punggungnya, Anjing Jantan tersadar dan segera melepaskan cengkeraman tangannya pada leher si Kancil. Tanpa menunggu aba-aba, anjing itu lari lintang pukang menyelamatkan diri.

Si Kancil tentu tak melewatkan kesempatan emas ini. Seketika itu juga ia mengambil langkah seribu, berlari sekuat tenaga menembus kegelapan di antara rimbunan tanaman di kebun belakang rumah Pak Tani.

Bu Tani dan anak-anak mereka tampak tergopoh-gopoh menyusul ke belakang rumah. Dengan wajah merah membara berselimut emosi yang tinggi, Pak Tani memberikan penjelasan amat singkat, "Dasar anjing pengkhianat!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun