Batang pinang hanyalah komoditi musiman. Nyaris tak terdengar di hari-hari biasa, sontak melenting di acara tujuh belasan. Ia menjelma sebagai barang paling berharga di bulan kemerdekaan.
Adakalanya batang pinang menyuguhkan kerakusan. Melalui batang pinang, kita menyaksikan orang-orang mengedepankan otot beradu ketamakan. Menginjak-injak kepala tanpa rasa sungkan. Kalap meraup keinginan yang melampaui kewajaran.
Namun di saat berbeda, batang pinang memuliakan kebersamaan. Hal yang ketara pada tubuh-tubuh yang saling mendukung dalam satu tujuan.
Dalam panjat pinang tersembul keberanian. Dengan balutan kelam minyak dan anyir keringat, para pemanjat menantang ketinggian. Pekikan semangat menyasap keraguan.
Panjat pinang sarana menyemai harapan. Suatu saat, di ujung batang tercitra gelantungan buku-buku sarat ilmu pengetahuan. Para lelaki berselimut tekad menggapai-gapai masa depan.
Maka, panjat pinang bukan sekadar hiburan. Ia memiliki dimensi keluasan. Hasrat adanya pilihan yang mencerdaskan.