Masalah pelajaran, awalnya, saya mengalami masalah mengikuti ritme guru-guru Recis. Tapi saya belajar untuk fokus dan syukurnya tidak keluar dari sepuluh besar.
Kemudian, ada kalanya malas belajar mendera. Ini saya siasati dengan belajar besama teman, bukan di tempat kos saya tetapi di rumah teman yang mamanya amat galak. Sehingga, kami berdua selalu diawasi saat belajar.
***
Intinya, saya menikmati masa-masa di Bogor. Belajar, bermain, berteman, bahkan menjelajahi kota Bogor seorang diri. Saya merasakan rasa bahagia yang benar-benar melimpah.
Masalah justru ada saat harus pulang ke Sukabumi. Dimana hanya ada 3 jenis transportasi, yaitu kereta api, L300 dan bus ¾.Â
Di tahun 1994 - 1997, setelah satu pengalaman buruk, saya enggan menggunakan lagi kereta api Bogor - Sukabumi. Dimana sepanjang perjalanan saya berada pada satu gerbong, tanpa tempat duduk, bersama kerbau-kerbau yang lengkap dengan rumput dan kotorannya.
Sedangkan di L300, saya pun mengalami pelecehan seksual, sebab memilih tempat duduk di belakang. Seorang laki-laki genit tangannya selalu mengerayangi payudara saya tanpa malu. Bahkan setelah saya tegur pun, dia tetap mencari-cari cara menyentuh-nyentuh payudara.
Di bus ¾ pun ada saja pengalaman buruk hingga pelecehan seksual. Bus menuju Sukabumi selalu overload dan tanpa AC. Akibatnya, ada saja penumpang yang merokok seenaknya, atau bahkan menggesek-gesekkan penisnya disela-sela bus yang penuh sesak.
Pelajar-pelajar masa kini, mereka lebih beruntung. Pemerintah sudah memperbaiki tata kelola kereta api Bogor - Sukabumi. Harganya terjangkau, nyaman, bahkan ber-AC.
***
Suka dan duka kehidupan pasti selalu ada. Tapi satu hal saya bersyukur, pernah ada di Bogor dan mengenyam pendidikan di Recis. Terima kasih, Tuhan. (*)