Mohon tunggu...
Lilia Gandjar
Lilia Gandjar Mohon Tunggu... Tutor - Penikmat aksara dan pencinta kata-kata.

Penyuka dunia tulis menulis.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Merantau ke Bogor, Menimba Ilmu di Recis

4 Juli 2022   06:00 Diperbarui: 5 Juli 2022   12:30 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pelajar perantau. (sumber: freepik.com)

Pikiran saya melayang ke dua puluh delapan tahun yang lalu, tepatnya tahun 1994. Tahun dimana saya, akhirnya, memutuskan untuk keluar dari dalam tempurung.

Saya lahir di Sukabumi, dan tinggal di kota itu hingga lulus SMP. Selepas itu, saya memilih keluar dari kota Sukabumi, dan menimba ilmu di SMA Regina Pacis Bogor.

Itulah pengalaman pertama tinggal di luar kota. Rasanya menyenangkan bisa tinggal di tempat yang baru, punya teman baru, merasakan suasana baru, juga menikmati sekolah baru.

Bogor kota yang eksotis dan hijau. Di tahun 1994, udara disana pun masih terasa dingin. Dan hanya ada 1 mal kecil di dekat Recis.

Saya memilih tempat kos yang dekat dengan sekolah, Gang Baru No. 16. Sehingga setiap hari saya dapat berjalan kaki saat pergi dan pulang sekolah. 

Tempat kos ini terbilang cukup tinggi harganya, namun lokasinya begitu dekat dengan Recis. Bangunannya unik, kuno, kamarnya cukup luas, dan lengkap dengan furnitur (ranjang, lemari pakaian, dan meja belajar).

Pemilik kos melengkapi rumah kos ini dengan 1 set sofa beserta TV, di ruang tengah. Dimana anak-anak kos dapat nonton bersama, dan bersosialisasi dengan penghuni lainnya.

Selain itu, ada pula 1 buah mesin cuci, 1 buah kompor untuk memasak, 3 buah kulkas, dan 2 set meja makan. Ada seorang pengawas kos yang membantu mencuci dan menyetrika baju-baju anak kos. Dan selalu ada 2 termos nasi putih setiap hari.

***

Awalnya, saya agak canggung bersosialisasi dengan anak-anak kos lain. Sebab belum terbiasa tinggal bersama dengan belasan anak perempuan, yang karakternya berbeda-beda dan unik.

Lama kelamaan, kami saling kenal, bahkan akrab. Saya berkawan karib dengan senior bernama Inge dan Hennie. Dari merekalah saya banyak mendapatkan ilmu sosial dan IPA, serta informasi seputar guru juga sekolah.

Masalah pelajaran, awalnya, saya mengalami masalah mengikuti ritme guru-guru Recis. Tapi saya belajar untuk fokus dan syukurnya tidak keluar dari sepuluh besar.

Kemudian, ada kalanya malas belajar mendera. Ini saya siasati dengan belajar besama teman, bukan di tempat kos saya tetapi di rumah teman yang mamanya amat galak. Sehingga, kami berdua selalu diawasi saat belajar.

***

Intinya, saya menikmati masa-masa di Bogor. Belajar, bermain, berteman, bahkan menjelajahi kota Bogor seorang diri. Saya merasakan rasa bahagia yang benar-benar melimpah.

Masalah justru ada saat harus pulang ke Sukabumi. Dimana hanya ada 3 jenis transportasi, yaitu kereta api, L300 dan bus ¾. 

Di tahun 1994 - 1997, setelah satu pengalaman buruk, saya enggan menggunakan lagi kereta api Bogor - Sukabumi. Dimana sepanjang perjalanan saya berada pada satu gerbong, tanpa tempat duduk, bersama kerbau-kerbau yang lengkap dengan rumput dan kotorannya.

Sedangkan di L300, saya pun mengalami pelecehan seksual, sebab memilih tempat duduk di belakang. Seorang laki-laki genit tangannya selalu mengerayangi payudara saya tanpa malu. Bahkan setelah saya tegur pun, dia tetap mencari-cari cara menyentuh-nyentuh payudara.

Di bus ¾ pun ada saja pengalaman buruk hingga pelecehan seksual. Bus menuju Sukabumi selalu overload dan tanpa AC. Akibatnya, ada saja penumpang yang merokok seenaknya, atau bahkan menggesek-gesekkan penisnya disela-sela bus yang penuh sesak.

Kondisi di dalam kereta api Bogor - Sukabumi setelah mengalami perbaikan tata kelola. (Dokpri)
Kondisi di dalam kereta api Bogor - Sukabumi setelah mengalami perbaikan tata kelola. (Dokpri)
Pelajar-pelajar masa kini, mereka lebih beruntung. Pemerintah sudah memperbaiki tata kelola kereta api Bogor - Sukabumi.  Harganya terjangkau, nyaman, bahkan ber-AC.

***

Suka dan duka kehidupan pasti selalu ada. Tapi satu hal saya bersyukur, pernah ada di Bogor dan mengenyam pendidikan di Recis. Terima kasih, Tuhan. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun