Mohon tunggu...
Elita Sitorini
Elita Sitorini Mohon Tunggu... Administrasi - pecinta buku

solum deum prae oculis verba volant scripta manent

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah dr Faida yang Menjadi Direktur di Tiga Tempat

16 Oktober 2011   10:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:53 6122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Soal kerja di mana, mau menikah dengan siapa, mau berkarir apa, ayahnya hanya memberi satu syarat. ”Satu jawaban untuk tiga pertanyaan. Miliki yang kamu cintai, cintai yang kamu miliki. Kamu ingin jadi dokter, ya cintailah dengan segala keruwetan profesi sebagai dokter,” pesan almarhum Musytahar kepada putrinya itu.

Waktu membantu ayahnya menangani RS Al Huda pada 1993, Faida juga harus membuat surat lamaran lebih dahulu. Bayarannya cuma Rp 300 ribu sebulan. Padahal, bila bekerja pada orang lain waktu itu, dia bisa mendapatkan gaji Rp 750 ribu.

”Abah bilang, kamu nanti merasakan nikmatnya merintis. Merintis itu tidak bisa dibeli, tidak bisa diminta. Merintis itu jalan hidup,” jelas ibu dua anak itu.

”Dulu saya tidak mengerti maksud abah. Abah selalu melibatkan anak-anaknya dalam pekerjaannya. Setelah berkeluarga dan punya anak, saya baru sadar, itu semua ternyata tidak sekadar bermain,” tegasnya.

Semasa kecil, kata Faida, dirinya tanpa sadar telah dibimbing dan diajari manajemen oleh abahnya dengan cara dilibatkan dalam beberapa pekerjaan. Misalnya, saat dirinya diminta membantu mengairi pohon rambutan di pekarangan rumah dinas.

”Kamu perhatikan betul dan coba lihat alirannya. Kamu kontrol dari ujung ke ujung. Ada yang macet atau tidak. Semua harus connect. Jangan pernah membiarkan rambutan ini mati karena aliran airnya macet. Termasuk yang paling pojok. Tidak boleh kamu perhatikan yang tengah saja. Tidak boleh kamu perhatikan yang dekat rumah saja. Kamu pastikan semua sampai ujung,” tutur sang ayah.

Tampaknya, abahnya waktu itu mengajari Faida akan tanggung jawab, mengajari untuk peduli, dan mengajari manajemen sekaligus. Saat diberi amanah memelihara, tidak boleh pilih-pilih. Semua harus hidup dan dilaksanakan semua.

Bagaimana dengan keluarga? Faida menjelaskan, dengan kesibukannya sekarang ini, mau tidak mau dirinya harus pandai-pandai meluangkan waktu. Tugas sebagai istri dan mengurus anak tetap harus dilaksanakan.

Kini, dua rumah sakit yang dia pimpin sedang berkembang pesat. ”Hampir tiap hari seluruh tempat tidur pasien di dua rumah sakit penuh,” katanya.

Karena itulah, Faida harus berkonsentrasi menambah jumlah tempat tidur pasien di dua rumah sakit tersebut. RS Bina Sehat sekarang memiliki 110 tempat tidur dan hendak ditambah 50 tempat tidur baru. Sementara itu, RS Al Huda yang memiliki 146 tempat tidur akan ditambah menjadi 210 tempat tidur.

Kini, Faida harus berpikir keras untuk mempersiapkan akreditasi 16 standar pelayanan di RS Al Huda. Begitu juga dengan RS Bina Sehat. ”Rumah Sakit Al Huda menjadi rumah sakit pertama di Banyuwangi yang menyediakan fasilitas diagnostik ct-scan yang bisa melayani cuci darah. RS Al Huda sekarang bertipe C plus dan akan ditingkatkan menjadi rumah sakit tipe B tahun depan,” paparnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun