Mohon tunggu...
Lia Shoran
Lia Shoran Mohon Tunggu... Lainnya - Bacotholic

Berceloteh, tanpa ada lagi yang bilang 'li, suaranya kecilin dong'

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Beneran Peduli atau Cuma Kepo

14 Juli 2020   14:29 Diperbarui: 14 Juli 2020   15:14 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Psikolog, M. Farouk Radwan. Msc, menyebutkan, rasa ingin tahu terhadap urusan orang lain ini muncul karena kebiasaan suka membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Maka jika kepo sudah mencapai tingkat yang parah akan berakibat pada FoMO.

FoMO singkatan dari Fear of Missing Out. Sindrom FoMO ini bisa terjadi ketika kita sedang asik bermain dengan situs jejaring sosial, dan orang-orang atau teman-teman kita sedang asik membicarakan sesuatu.

Akhirnya kita merasa sedih atau takut ketika ternyata ketinggalan informasi tersebut meski informasi itu tidak penting. Sejak dari situ kita  mulai gila informasi, terutama yang berhubungan dengan pengalaman orang lain.

Menurut ketua tim peneliti, psikolog Dr. Andy Przybylski, FoMO sendiri sebenarnya bukanlah hal baru."Yang baru adalah peningkatan penggunaan media social. Hal itu menawarkan semacam jendela baru untuk melongok ke dalam kehidupan orang lain. Tapi bagi orang yang memiliki kadar FoMO tinggi hal ini bisa menimbulkan masalah. Karena mereka cenderung selalu mengecek akun media sosialnya. Mereka melihat apa saja yang dilakukan teman-teman mereka hingga mereka rela mengabaikan aktivitasnya sendiri." Katanya.

Kalau sudah begini, kita sendirilah yang dituntut bijak dalam menggunakan media sosial kita. Kondisi psikis kita harus tetap sehat dengan cara mengkonsumsi hal-hal yang kita butuhaan dalam kadar yang tepat. Tidak kurang dan juga tidak berlebihan.

Bahkan seringkali ada ungkapan "lu emang beneran peduli atau cuma kepo?". Dari pengamatan gue, hal ini berkaitan dengan pengaruh media sosial di masa pandemi ini. Aktivitas yang minim membuat kita tidak lepas dari penggunaan medsos. Untuk benar-benar kebutuhan atau sekedar melihat aktivitas orang lain dari fitur "status/story". Sebenarnya tidak salah jika kemudian rasa kepo kita muncul. Baik untuk benar-benar peduli terhadap keadan seseorang atau hanya sekedar ingin tahu lebih dalam. Maka menurut gue, kalo lu ngga siap buat dikepoin, jangan mancing buat dikepoin.

Mengunggah status/story bisa diartikan dengan menunjukkan aktivitas kita. Baik fisik, otak, hati atau apapun. Jadi jika kita menulis "aku sedih" di status, jangan marah jika ada orang yang kemudian kepo terhadap diri kita lebih jauh. 

Sayangnya kadang kita, khususnya gue. Sering ingin tahu banyak hal tentang urusan orang lain tanpa punya rasa empati atau kemampuan untuk membantu. Menyedihkan bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun