Mohon tunggu...
Brilianti Ismaila
Brilianti Ismaila Mohon Tunggu... Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Saya adalah seorang mahasiswa PGSD di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menggugat Hak Hidup: Kasus Korupsi Timah 300 Triliun sebagai Pengkhianatan Konstitusi Masyarakat Bangka Belitung!

11 Oktober 2025   22:56 Diperbarui: 11 Oktober 2025   23:06 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Kerusakan Alam Bangka Belitung (Sumber: Source Google)

Serang, 11 Oktober 2025

Oleh Brilianti Ismaila

Ditulis untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester (UTS) Mata Kuliah Kewarganegaraan yang diampu oleh bapak Ujang Jamaludin, SPd, M.Si, M.Pd.  

Salah satu kasus korupsi terbesar yang terungkap pada tahun 2024 adalah korupsi di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. yang diperkirakan merugikan negara hingga angka fantastis Rp 300 triliun sejak 2015-2022, telah mengungkap kejahatan kerah putih di Indonesia. Lebih dari sekadar kerugian finansial negara, skandal ini adalah pengkhianatan kolektif terhadap amanat konstitusi dan merampas secara sistematis hak hidup jutaan masyarakat Bangka Belitung.

Angka kerugian yang mencapai sekitar Rp 300 triliun yang tercatat sampai saat ini merupakan kerugian dari aspek ekologi. Kerugian Ekologis mengacu pada pengabaian hak konstitusi. Hal ini menyebabkan korupsi yang biasa berubah menjadi sebuah tindak kriminal yang sangat serius, merampas Hak Asasi Manusia (HAM). Kasus korupsi terkait timah di Bangka Belitung, yang didorong oleh pejabat publik dan para konglomerat, secara langsung menghilangkan hak konstitusional ini melalui beberapa cara berikut:

  • Pengrusakan Sumber Kehidupan: Aktivitas penambangan ilegal yang tidak terkendali telah menghancurkan area hutan, mencemari sungai-sungai penting, serta merusak ekosistem pesisir dan terumbu karang. Bagi masyarakat yang tinggal di tepi laut dan para petani, kerusakan ini berarti kehilangan sumber makanan dan mata pencaharian, sehingga membuat mereka terperosok dalam kemiskinan yang berkelanjutan.

  • Bahaya untuk Kesehatan Masyarakat: Pencemaran sumber air dan tanah oleh limbah tambang dan bahan kimia membahayakan kesehatan warga. Kesulitan dalam mendapatkan air bersih yang aman untuk digunakan menjadi bukti nyata bahwa hak atas lingkungan yang sehat telah dirampas.

  • Bencana Ekologis sebagai Realisasi Kerugian Aktual: Kerusakan pada ekosistem yang sangat penting seperti daerah aliran sungai dan hutan mangrove bukan lagi sekadar kerugian yang bersifat potensial, melainkan kerugian yang sudah terjadi yang memerlukan biaya besar dan waktu lama untuk pemulihan, yang akhirnya akan menjadi tanggung jawab negara dan masyarakat


Sejalan dengan poin-poin tersebut Ginting dkk. (2025), mengatakan bahwa ketiadaan prinsip-prinsip etika lingkungan dalam kebijakan  dan  praktik  pertambangan  telah  menyebabkan  kerusakan  ekologis  yang  masif, degradasi  kualitas  hidup  masyarakat lokal,  serta  hilangnya  keseimbangan  ekologis  jangka panjang.

Padahal dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28H ayat (1) menyatakan secara tegas menjamin hak setiap warga negara, yaitu
"Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan."

Tidak hanya itu, kasus korupsi ini jug merupakan pengkhianatan atas Amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yaitu
"Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."

Kasus korupsi timah ini dengan tegas menunjukkan bahwa sumber daya alam yang seharusnya dikelola oleh negara untuk kesejahteraan masyarakat, malah dikuasai oleh sekelompok elit melalui cara-cara yang tidak jujur, yang berujung pada keuntungan bagi pelaku dan penderitaan bagi warga. Ini bukan hanya kesalahan dalam administrasi, tetapi juga kegagalan mendasar dari negara dalam melaksanakan tugas yang diamanatkan oleh konstitusi. Majelis hakim dalam persidangan menggunakan metode environmental economic valuation  untuk  menghitung  dampak  kerusakan  tersebut,  termasuk  biaya  pemulihan  ekosistem  dan hilangnya  keanekaragaman  hayati.  Namun,  terdakwa  mempertanyakan  validitas  metode  ini  dengan alasan  keterbatasan  jumlah  sampel  tanah  dan  penggunaan  perangkat  lunak  gratis.  Kontroversi  ini mencerminkan perbedaan pemahaman antara pendekatan hukum pidana yang menuntut bukti konkret dan  pendekatan  lingkungan  yang  mempertimbangkan  kerugian  jangka  panjang,  sebagaimana  diatur dalam Pasal 4 UU No. 31 Tahun1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun setelah persidangan terdakwa hanya mendapatkan hukuman 8 tahun penjara dan perampasan aset sebagai pengganti kerugian. 

APAKAH SETARA DENGAN SELURUH DAMPAK YANG DITIMBULKAN?

walaupun sebenarnya yang diputuskan sesuai dengan apa yang ada yaitu,

 1)perampasan aset hasil tindak pidana korupsi; 

2) pembuktian terbalik dalam rangka optimalisasi pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi 

3) pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi melalui gugatan perdata serta 

4) pidana pembayaran uang pengganti dalam rangka pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi.

 Seharusnya ada dua tuntutan keadilan yang harus diprioritaskan:

Pertama Sanksi Pidana Korporasi: Aparat penegak hukum harus menerapkan sanksi pidana terhadap korporasi yang terlibat secara sistematis. Hukuman ini harus mencakup denda maksimal dan sanksi tambahan berupa pencabutan izin dan pengumuman putusan, untuk menciptakan efek jera (deterrence). Kedua Pemulihan Ekologis Wajib (Restorative Justice): Seluruh aset hasil Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) harus difokuskan pada pembiayaan rehabilitasi dan restorasi lingkungan yang rusak. Tanpa pemulihan ekologis, vonis pidana terhadap para koruptor hanya akan menjadi delusi negara dalam menyelesaikan masalah, sementara rakyat terus menanggung dampak buruk lingkungan seumur hidup. 

Oleh karena itu, penuntasan kasus korupsi timah di Bangka Belitung tidak boleh berhenti di balik jeruji besi. Lebih dari sekadar pemenjaraan, momen ini adalah titik balik bagi Indonesia untuk mendefinisikan ulang tata kelola sumber daya alam. Negara wajib melunasi hutang konstitusinya yang paling mendasar: mengembalikan ekosistem laut dan darat yang rusak. Hanya dengan pemulihan lingkungan yang radikal dan sanksi ekonomi yang merampas kekayaan ilegal, keadilan hakiki akan tercapai. Inilah ujian sebenarnya bagi komitmen reformasi agraria dan maritim. Masyarakat Bangka Belitung berhak menuntut kembali hak hidup yang sehat, udara yang bersih, dan laut yang lestari. Masa depan Indonesia yang hijau dan berkeadilan tersemat dalam cara kita menjawab panggilan kritis dari kepulauan timah ini. Sudah waktunya keadilan ekologis menjadi landasan pembangunan.

Referensi: 

 Ginting, F. A., Fallo, T., Haryani, P., Nurusman, H. A., Ginting, I. S. P., & Sejati, M. A. (2025). ANALISIS ETIKA LINGKUNGAN DALAM KASUS TAMBANG TIMAH BANGKA BELITUNG. Jurnal Geografi, 21(1), 115-128.

Marlina, H., & Aprita, S. (2024). Penegakan Hukum Terhadap Kasus Korupsi Pt. Timah Sebagai Bentuk Potret Buruk Tata Kelola Sektor Ekstraktif. The Juris, 8(1), 87-94.

Sarah, K. A., Roulina, E. J., Kamila, F. N., Ariefandi, N. C. P., Gunawan, C., & Mediana, S. (2025). Dampak Korupsi Sektor Pertambangan Terhadap Kerusakan Lingkungan dan Hak Asasi Masyarakat Lokal. Media Hukum Indonesia (MHI), 3(3).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun