Mohon tunggu...
Kebijakan

Perang Masa Kini

12 Oktober 2018   11:07 Diperbarui: 13 Oktober 2018   08:56 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

oleh : Liana Wahyuningtyas*

Perang adalah pertempuran besar bersenjata antara dua pasukan. iya, benar, begitulah perang yang terjadi pada saat indonesia sedang zaman penjajahan. Berperang menggunakan anak panah, senjata tajam, hingga bambu runcing untuk berjuang membela negeri ini untuk meraih kemerdekaan tanpa rasa takut sedikitpun.

Lantas bagaimana peran kita sebagai warga negara indonesia di era setelah kemerdekaan tersebut? Apa yang sudah kita berikan terhadap negara? Soekarno pernah berkata Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan saudara sendiri, penjajah memang telah pergi dari indonesia, namun apakah kita sudah benar benar merdeka? Secara harfiah kita sudah merdeka sejak diumumkannya proklamasi pada tanggal 17 agustus 1945 namun pada kenyataannya, KITA BELUM MERDEKA.

Kita belum merdeka dari korupsi dan keadilan belum sepenuhnya kita miliki. Masih banyak pemimpin yang mementingkan dirinya sendiri atau golongan diatas kepentingan rakyat. Mengayakan dirinya sendiri tanpa mengingat siapa yang pernah memilihnya dahulu, memang kejam namun itulah mereka yang harus kita perangi. Perang inilah yang sulit dimana kita harus membedakan siapa yang kawan dan siapa yang lawan, dan siapakah yang harus kita pilih? Sedangkan ketika kampanye mereka semua terus saja mengumbar janji manis dan kalimat tulus untuk membangun negeri ini dan berjuang bersama rakyat, namun semua janji manis itu seakan akan terbang hilang entah kemana ketika mereka sudah mendapatkan jabatan yang mereka inginkan.

Banyak dari pemimpin kita yang terjerat kasus korupsi tetapi tanpa rasa malu masih bisa tersenyum didepan kamera, banyak yang dari mereka katanya hidup didalam penjara tapi nyatanya mendapatkan keistimewaan bak istana mewah didalam lapas dengan segudang fasilitas, banyak dari mereka yang memainkan hukum hukum di negeri ini dengan mudahnya keluar masuk lapas hingga pemotongan masa tahanan yang tidak wajar, apakah itu yang dinamakan berjuang bersama rakyat? Uang memang mampu membeli segalanya, termasuk akal sehat dan hati nurani. Negara kita adalah negara hukum. Semua warga negara Indonesia memiliki derajat dan perlakuan yang sama di mata hukum. Maka dalam penindakan hukum bagi pelaku korupsi haruslah tidak boleh pilih kasih.

Korupsi dinegara ini sudah seperti hal yang lumrah, mereka saling menutupi aib satu sama lain  yang ikut dalam lingkaran korupsi, tetapi terus mengumandangkan kalimat seruan seruan "Stop Korupsi! Indonesia Bebas Dari Korupsi" kepada masyarakat. lucu bukan? Negeriku ini bak acara sulap yang sedang memberikan pertunjukan kepada masyarakat, tetapi semua itu hanya berisi tipuan belaka.

Sangat memalukan jika kita kembali mengingat bahwa berdasarkan data dari transparency International Indonesia tentang kasus korupsi di Indonesia yang belum teratasi dengan baik. Indonesia menempati peringkat ke-100 dari 180 negara pada tahun 2011 serta kasus korupsi penyelenggaraan e-ktp yang menyebabkan negara harus menanggung kerugian sebesar Rp2,314 triliun dan berbagai macam kasus korupsi lainnya yang merugikan negara.

Korupsi membuat sebagian masyarakat meragukan kinerja pemerintah serta berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintah, korupsi juga menyebabkan masyarakat merasa bahwa negeri ini semakin tidak kondusif. Penanganan kasus korupsi harus mampu memberikan efek jera agar tidak terulang kembali, dan kita sebagai warga negara  wajib memiliki budaya malu yang tinggi agar segala tindakan yang merugikan negara seperti korupsi dapat diminimalisir di indonesia serta peran dari instansi pemerintah seperti KPK yang diharapkan dapat menanggulangi dan menangkap para koruptor diluar sana yang sudah merugikan negara.

Tak lupa selain korupsi ada satu peperangan yang lebih kejam selain peperangan menggunakan senjata tajam, yaitu perang melawan hoax. Hoax adalah pemberitaan palsu, pemberitaan yang dibuat buat tanpa bisa dipertanggung jawabkan. Saat ini hoax sudah merajalela, maka dari itu beberapa media mengatakan bahwa "Indonesia darurat hoax". Hoax yang menyebar di negeri ini sudah seperti padang rumput kering yang diberi api, ketika hoax itu sudah menbara maka akan menjalar kemana-mana. Sering kali hoax ini merugikan dan meresahkan masyarakat ditambah banyaknya masyarakat indonesia ketika menerima berita tidak mencari sumber pasti dari berita tersebut dan mem-forward-nya, sehingga hoax tersebut akan semakin menyebar.

Hoax di negeri ini juga sering dipakai dalam perpolitikan. Para politikus di negeri ini sering menggunakannya untuk menjatuhkan lawan mainnya dalam pemilu. Hoax ini menyebar dari mulut ke mulut, social media hingga memainkan sebuah sandiwara. Sayangnya Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE yang berbunyi, "Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik" kurang terlaksana, sehingga masih banyak hoax yang tersebar di masyarakat yang disebar oleh buzzer --orang yang memanfaatkan akun sosial media miliknya guna menyebar luaskan info-- untuk mempengaruhi pola pikir serta tindakan masyarakat. Begitulah cara hoax dimainkan di negeri ini.

Perang masa kini bukan hanya tentang korupsi dan hoax tetapi juga terjadi dalam perindustrian. Produk impor memang menarik, tapi produk lokal tetap nomor satu. Perang melawan produk luar negeri memang harus dilakukan demi menyelamatkan produk dalam negeri. Menteri Perindustrian, Saleh Husin, mengatakan, "masih mengalirnya barang impor ilegal ke Indonesia menjadi penyebab industri padat karya terus terpuruk. Harga yang lebih murah, meski tanpa jaminan kualitas, mendorong konsumen lebih memilih produk asing abal-abal, dia menegaskan, yang paling kentara adalah impor pakaian bekas." Sungguh miris ketika kita melihat fakta tersebut dimana para produsen dalam negeri karyanya tidak dihargai oleh bangsa sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun