[caption caption="Ekosistem pesisir, Ilustrasi : waikatoregion.govt.nz"][/caption]Mungkin kita lebih akrab dan sudah banyak mendengar tentang hutan bakau dan terumbu karang. Namun, di wilayah pesisir juga miliki ragam ekosistem lainnya, diantaranya adalah padang lamun, rawa payau (pasang surut) dan lahan gambut pesisir.
Bersama dengan hutan bakau (mangrove) dan terumbu karang (coral reef), padang lamun (seagrass), rawa payau (salt marshes), dan lahan gambut pesisir (coastal peatlands), adalah ekosistem yang kaya manfaat, baik langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan manusia. Mereka menjadi sumber bahan pangan, kayu-kayuan, pusat keragaman spesies penting, pelindung pesisir, hingga sebagai penyaring nutrisi dari aliran air tawar dari darat.
Satu manfaat besar di era perubahan iklim saat ini, yang mungkin kita tidak menyadarinya, adalah jasa ekologis mereka dalam penyerapan/sekuestrasi karbon (carbon sequestration), yang dapat membantu mengurangi pemanasan global.
Peningkatan panas bumi sudah disuarakan oleh Svante Arrhennius, ilmuwan asal Swedia pada tahun 1894. Hal itu kini sudah kita rasakan, temperatur atmosfer bumi meningkat signifikan sehingga menimbulkan global warming (pemanasan global) akibat peningkatan konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer, yang merupakan pendorong utama perubahan iklim global.
Dibawah prakarsa PBB, para pemimpin dunia mengadakan konferensi para pihak (Conference of Parties/COP) untuk menurunkan emisi karbon dioksida, termasuk yang terakhir COP ke-21 di Paris-Perancis (30 November-11 Desember 2015), namun ternyata hasilnya dapat dikatakan tidak berarti.
Dengan menjaga kelestarian ekosistem pesisir, berarti kita dapat mengurangi emisi CO2, yang pada akhirnya bisa mengurangi atau menghambat pemanasan global.
Mangrove menyerap sejumlah besar karbon dari atmosfer dan menyimpannya di diatas tanah, di daun dan batang, serta di bawah tanah di akar mereka. Ketika daun-daun kering jatuh, batang dan akar tertutupi oleh sedimen dan detritus, hal ini mencegah oksidasi karbon yang dikandungnya. Mangrove menyerap sekitar 5000 ton CO2 per kilometer per tahun. Hanya sekitar dua puluh persen yang dilepaskan kembali melalui respirasi.
[caption caption="Mangrove, Foto : intrepidberkeleyexplorer.com"]

Jika dibiarkan tidak terganggu, karbon yang terkubur tersebut dapat tersimpan selama berabad-abad. Ketika hutan mangrove dirusak atau hancur, karbon secara cepat teroksidasi dan dilepaskan kembali ke atmosfer sebagai CO2.
Mangrove menyediakan tempat tinggal dan makanan bagi banyak ikan, burung, krustasea, dan satwa liar lainnya. Konsentrasi tinggi nutrisi dalam sedimen, serta ruang perlindungan yang diciptakan oleh akar pohon yang terendam, memberikan tempat berkembang biak dan asuhan bagi banyak spesies.
Sayangnya, ekosistem yang sangat bermanfaat ini secara terus-menerus mengalami degradasi. Penyebab kerusakannya antara lain konversi untuk peruntukan lain, penebangan untuk kebutuhan kayu bakar, arang dan bahan bangunan, hama dan penyakit, serta binatang peliharaan pemakan daun mangrove.
Padang lamun
Lamun mengambil karbon dioksida dari atmosfer dalam proses yang dikenal sebagai 'penyerapan'. Dua pertiga dari biomassa lamun terbenam berbentuk rimpang dan akar. Jika tidak terganggu, struktur ini, beserta lamun yang mati di sekitar tanah, mampu menyimpan karbon selama berabad-abad. Ketika padang lamun rusak atau hancur, karbon dilepaskan kembali ke atmosfer.
[caption caption="Padang lamun, Foto : ecology.com"]

Padang lamun menempati kurang dari 0,2 % dari luas wilayah lautan di dunia, tapi mampu menimbun antara 4,2-8,4 Gt (1 Gt = 1 miliar metrik ton) karbon organik per tahun. Lamun menyimpan sekitar dua kali jumlah karbon organik per hektar dibandingkan lahan daratan. Meskipun biomassa lamun yang kecil dibandingkan dengan hutan, jumlah karbon yang mereka simpan di tanah mungkin hampir setinggi yang disimpan oleh sistem terestrial dan mangrove.
Sebagian besar hutan terestrial melepas kembali karbon yang tersimpan ke atmosfer selama kebakaran hutan, namun tanah lamun dapat mengakumulasi sampai kedalaman beberapa meter sehingga dapat menyimpan selama ribuan tahun jika tidak terganggu.
Lamun memberikan habitat dengan kelimpahan makanan dan nutrisi untuk berbagai spesies. Mereka juga memberikan perlindungan dari predator, dan berfungsi sebagai tempat pembesaran bagi banyak spesies invertebrata dan vertebrata yang masih muda. Perubahan atau gangguan terhadap padang lamun merupakan peringatan adanya peningkatan tekanan akibat aktivitas manusia. Lamun sangat sensitif terhadap perubahan yang terjadi, sehingga membuatnya menjadi 'spesies indikator', sebagai barometer bagi kesehatan ekosistem disekitarnya.
Padang lamun sangat cepat mengalami kerusakan terutama akibat aktivitas manusia. Beberapa penyebab kerusakannya antara lain pengerukan dan pengurugan, pencemaran, sampah, baling-baling dan penambatan jangkar perahu, sedimentasi, topan, gelombang pasang dan predator.
Terumbu karang
Terumbu karang juga berperan dalam penyerapan karbon, karena terumbu karang menghasilkan produktifitas primer yang sangat tinggi, sekitar 1500-3500 gC/m2/tahun. Produktifitas primer tersebut berasal dari tumbuhan dan Zooxanthelae yang berasosiasi dengan terumbu karang, yang memiliki kemampuan untuk berfotosintesis yang sangat besar. Zooxanthelae juga berfungsi menjaga terumbu karang dari berbagai faktor yang merusaknya.
[caption caption="Terumbu karang, Foto : dailymail.co.uk"]

Fungsi ekologis dari terumbu karang antara lain sebagai pelindung pantai, penyedia nutrien, tempat tinggal dan perlindungan fisik bagi biota perairan, serta tempat pemijahan dan tempat asuhan bagi biota perairan. Seperti halnya mangrove dan lamun, terumbu karang juga rentan kerusakan yang antara lain disebabkan penambangan karang, sedimentasi, sampah, pencemaran, penangkapan ikan yang merusak, penambatan jangkar kapal, predator, dan gempa.
Rawa payau dan lahan gambut pesisir
Rawa payau dan lahan gambut pesisir menyimpan karbon dalam deposit pada permukaan tanahnya. Sedimen permukaan rawa payau dapat mengandung 10-15 % karbon. Ketika rawa payau rusak akibat alih fungsi, CO2 akan dilepaskan dari deposit ini kembali ke atmosfer.
[caption caption="Rawa payau, Foto : dep.state.fl.us"]

[caption caption="Lahan gambut pesisir, Foto : shutterstock.com"]

Rawa payau dan lahan gambut pesisir membantu menyebarkan dampak badai dengan mengurangi ketinggian gelombang, sehingga melindungi ekosistem pantai terhadap kerusakan. Ketinggian gelombang dapat dikurangi hingga 50 % sepanjang 10-20 m pertama pada permukaan rawa payau yang bervegetasi.
Rawa payau menyediakan tempat berkembang biak bagi sejumlah spesies, dan membantu mempertahankan keanekaragaman hayati pesisir di kedua ekosistem baik air asin maupun air tawar. Penghancuran atau pengaliran/pengeringan rawa-rawa payau dapat menyebabkan invasi dari spesies pendatang yang akan menguras spesies dan tumbuhan asli yang bermanfaat, serta populasi satwa liar.
Peran manusia
Cepat hilang atau rusaknya ekosistem pesisir tersebut diatas, tidak hanya akan mengurangi kemampuan penyerapan karbon oleh ekosistem pesisir, tetapi juga mereka akan melepaskan karbon yang tersimpan kembali ke atmosfer. Ini berarti mereka sebagai sumber karbon yang ikut berkontribusi memperparah perubahan iklim. Belum lagi hilangnya fungsi-fungsi lainnya yang sangat bermanfaat bagi lingkungan maupun kehidupan manusia.
Sekarang, terserah kita, manusia. Akan terus merusak atau berusaha memperbaiki dan melestarikannya. Bukankah peran manusia adalah memakmurkan bumi, mendiami, memelihara dan mengembangkannya demi kemaslahatan hidup mereka, bukan untuk melakukan perusakan !
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI