Kiyoshi Kurokawa pimpinan Komisi investigasi independen dari bencana nuklir Fukushima mengatakan bahwa banyak bencana terjadi karena campur tangan manusia, dan bahkan bisa dikatakan sebagai ‘man made’, karena kegagalan negara membuat keputusan yang tepat dan cepat dalam tanggap bencana.
Ia menambahkan bahwa seringkali birokrasi di pemerintahan tak mampu menjalankan perannya secara efektif. Ia mengkritisi kerja pejabat pemerintah yang hanya menjalankan tugasnya ketika semuanya tercantum dalam undang undang (the Japan Times News, Maret 2020).
Kiyoshi membandingkan tanggap bencana virus Corona di Jepang dengan di Korea Selatan yang ia nilai berhasil membatasi berkembangnya kasus dan korban karena pemerintahnya secara proaktif menyelenggarakan penapisan pasien yang terkena virus Corona melalu cara ‘drive through’.
Di lain pihak, situasi di sektor swasta yang lebih ‘lincah’ tinimbang di birokrasi pemerintahan membuahkan pembelajaran baik bagi perusahaan Jepang seperti Sony dan Toyota.
Kedua perusahaan menggunakan pengalaman mengelola perusahaan pada situasi bencana bencana sebelumnya untuk mengatur kinerja perusahaan dalam situasi sulitnya pasokan suku cadang dari Cina akibat bencana wabah virus Corona. Kedua perusahaan Jepang belajar ini bahwa kapasitas untuk membuat kajian risiko, dan menentukan prioritas tahapan kerjanya.
Terdapat catatan menarik yang mungkin kita perlu pula belajar. Tingkat ketidakpastian dari bencana wabah virus Corona adalah yang membedakannya dengan bencana alam.
Untuk bencana alam, kerusakan terbesar dihitung setelah gempa terbesar terjadi dan berakhir. Sementara Covid-19 bagaikan sebuah bencana alam besar yang berjalan dari satu wilayah dan menyebar ke wilayah lain dan karena cakupannya yang mendunia, menjadikannya jadi sulit diprediksi.
Bahkan terdapat analogi bahwa bencana wabah Corona seperti bencana alam besar yang "diputar" dalam gerak lambat atau slow motion. Proses kematian korban terjadi setahap demi setahap, pelan tetapi terus secara progresif bertambah jumlahnya menjadi ribuan. Begitu pula kerusakan ekonomi dan sosial yang menyertainya juga terjadi secara gradual.
Sebuah analogi yang menarik, namun ngeri untuk membayangkannya karena ini sangat dekat dengan realita. Oleh karenanya, biila multi-bencana terjadi pada saat ini, maka sulit kita membayangkan kemampuan pemerintah untuk merespon kompleksitas yang akan muncul. Naudzubillah himindalik. Mudah mudahan ini tidak pernah terjadi.
III. Aspek Terpenting Suatu Sistem Kesiapsiagaan Bencana.Â
Terdapat setidaknya 8 aspek penting untuk terbangunnya sistem kesiapsiagaan bencana yang efektif. Ini untuk situasi bencana yang umum, yang dapat belaku untuk bencana alam maupun wabah penyakit.Â