Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Karangan Bunga dan Isu Korupsi

8 Desember 2019   08:26 Diperbarui: 8 Desember 2019   22:31 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Karangan Bunga (Sumber Foto : koreabizwire.com)

Di masa lalu, adalah George Aditjondro yang melakukan penelitian terkait korupsi di Indonesia. Ia mempelajari dari pemasangan iklan bela sungkawa di koran koran dan karangan bunga yang ditujukan kepada keluarga pejabat publik di masa Orde Baru.

Suatu studi "Gift Giving and Corruption", yang dirilis oleh International Journal of Public Administration membuat simpulan menarik. Adanya pemberian hadiah akan meningkatan hubungan dan relasi yang lebih kuat serta ada rasa timbal balik. 

Bila suatu hadiah diberikan seorang individu kepada individu lain, tanpa memiliki hubungan professional, maka pemberian itu hadiah murni.

Sementara, bila hadiah itu diberikan oleh individu kepada lembaga atau antar lembaga yang memiliki hubungan professional atau hubungan kerja, maka dapat diduga bahwa yang diberikan adalah suap. 

Studi itu membongkat aspek antropologi dari hadiah dan suap dalam konteks administrasi pembangunan.

Bagaimana Aturan Pemberian Hadiah dan  Bunga di Indonesia? 

Bila kita hendak mengirim karangan bunga untuk sahabat karena turut merasakan kebahagiaan atau mengirim untuk kerabat karena turut berduka atas kehilangan orang tercinta, tentu tak perlu aturan. Namun, bila ada tujuan di balik pemberian itu, tentu kita perlu waspada. 

Pasal 12 B Ayat (1) UU No. 20 Tahun 2001 mendefinisikan gratifikasi sebagai : ".... pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjawalan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik."

Adapun pemberian yang dianggap gratifikasi adalah yang memenuhi kriteria pada pasal 12 B, yaitu: "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut...". 

Artinya, ketentuan tersebut tidak berlaku jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK atau Unit Pengelola Gratifikasi Kementerian Perindustrian selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima".

Terdapat beberapa contoh bentuk pemberian yang masuk dalam kelompok gratifikasi, antara lain: 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun