Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tolak Penggantian Kompasianer dengan AI di Kompasianival 2020

25 November 2019   00:10 Diperbarui: 5 Desember 2019   18:49 935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi AI di Penulisan (Foto : VASILYEV ALEXANDR/SHUTTERSTOCK

Bila ada pihak yang 'ngeyel' pada hasil kerja KPK dan tetap katakan KPK tak berprestasi, itu adalah hak mereka. Meski saya merasa saya dibodohi. Urusan loyalitas kita tak seharusnya membuat nilai kita luntur untuk menulis kejahatan di depan mata untuk menghidupkan swasta atas nama legalitas korupsi. Kepercayaan bahwa KPK menjerat langkah kerja itu agak sulit  bisa saya terima. 

Jadi, paling tidak, saya membawa argumentasi atas pandangan saya terkait KPK. Sentimen dan propaganda adanya radikalisme di tubuh KPK sebagai mengada ada. Ini artikel yang berisi kritik. Saya harus teliti sebelum menulis dan tayang. Bukan karena mau selamat. 

Pekerjaan dan hidup saya mengajarkan bahwa bila kita menginginkan perubahan, sampaikan dengan baik dan argumentatif. Bahkan, ambil pintu masuk yang pas yang menjadi interes orang atau pihak yang kita tuju. 

Saya juga belajar dari hidup. Ketika masih lebih muda, saya sampaikqn apapun yang ada di kepala. Kadang tidak kondusif. Karena ketidaktahuan saya. 

Momen revisi UU KPK memang momen saya menjadi cukup produktif. 

Lalu, terdapat beberapa artikel soal KPK yang diganjar HL. 

Saya memang suka membaca. Mungkin karena dulu belum ada "fadget". Sejak SD saya baca buku ibu saya. Mulai dari komik dan buku cerita HC Andersen sampai Mahabarata, Bagavan Gita, sampai novel novel terjemahan semacam Pearls S Buck dan Hemingway, serta buku buku Pramudaya. Ini berlanjut sampai dewasa. Bedanya, saya membaca dengan lebih selektif. 

Ketika melakukan perjalanan, saya hampir selalu mampir toko buku di setasiun, bandara, di mana yang ada. Buku buku itu adalah teman saya di rehat siang atau jelang tidur. 

Lalu, tiba saatnya menulis. Mungkin aneh, tetapi ketika menulis, saya merasa sedang membuat persembahan. 

Persembahan? Iya, saya menulis seakan sedang berbicara dengan orang yang saya cintai, pembaca . Berbicara dengan orang yang kita cintai tentu ada emosi di sana, ada 'pijar mata' penuh cinta, senyum malu, merajuk, merayu, kadang tangis kecewa, cemburu, atau marah. Ketika menulis sesuatu yang menyentuh, saya juga menangis. Entahlah, saya memang cengeng, tapi saya hanya ingin 'bersama' pembaca dalam tulisan itu. 

Lalu kapan saya menulis? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun