Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pantaskah Reality Show "Garis Tangan" Jadi Bagian Industri Kreatif?

12 November 2019   21:54 Diperbarui: 14 November 2019   21:04 7331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Reality Show Garis Tangan (Foto : Tribunnews.com)

Kita tidak hendak membahas program televisi reality show dengan rinci. Namun, mengingat proses produksi program televisi adalah salah satu dari 16 industri kreatif, maka ini tentu membawa persoalan.

Seperti kita ketahui, sub-sektor yang merupakan industri berbasis kreativitas di Indonesia berdasarkan pemetaan industri kreatif yang telah dilakukan oleh Departemen Perdagangan Republik Indonesia adalah 1) Periklanan; 2) Arsitektur; 3) Pasar Barang Seni; 4) Kerajinan: 5) Desain: 6) Fesyen: 7) Video, Film dan Fotografi; 8) Permainan Interaktif; 9) Musik: 10) Seni Pertunjukan: 11) Penerbitan dan Percetakan; 12) Layanan Komputer dan Peranti Lunak; 13) Televisi dan Radio; 14) Riset dan Pengembangan; dan 15) Kuliner.

Secara khusus, industri pertelevisian didefinisikan sebagai kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan acara televisi (seperti games, kuis, reality show, infotainment, dan lainnya), penyiaran, dan transmisi konten acara televisi dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar kembali) siaran radio dan televisi.

Apakah Ini Wajah Industri Kreatif Kita ? 

Bila kita melihat program televisi seperti Garis Tangan, saya rasa bisa saja itu disebut sebagai industri kreatif, terutama ketika kita mendefinisikannya kumpulan aktivitas ekonomi yang terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi.

Di beberapa wilayah, industri kreatif juga dikenal dengan nama lain, Industri Budaya. Di sinilah saya tidak akan mendukung argumentasi bahwa program reality show Garis Tangan adalah program berbudaya.

Saya kira pemerintah dan juga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) perlu mewaspadai program semacam ini. Selain tidak mendidik, alur cerita reality show ini mengeksploitasi orang untuk membongkar kehidupan beserta aibnya di dalam ataupun di luar kesadaran. Hampir selalu perempuan perempuan itu menangis. Ini sesuatu yang mengerikan.

Walaupun para ahli hipnotis menyebut bahwa hipnotis hanya membuat tenang dan ditujukan untuk membuat obyek menghilangkan trauma dan lain lain, tapi kalimat yang diucapkan adalah "Pejamkan matamu, relaks, dan ikuti kata kataku. Ceritakan semuanya apa yang kamu alami". Ada penekanan dari kata 'Ceritakan semuanya'

Belum lagi, beberapa program memang menyudutkan salah satu pihak, khususnya perempuan untuk menyetujui untuk dihipnotis di depan publik dan mengatakan kehidupan mereka di luar kesadaran mereka.

Di Australia, suatu pemantau siaran televisi pernah memperingatkan salah satu siaran lanataran melanggar aturan dan kode etik karena menyiarkan sesi hipnotis. 

Rupanya ini tidak hanya ada di Australia. Di Inggris, aturan yang disebut Aturan 2.9 Tentang Hipnotis ini pun melarang televisi menayangkan hipnotis. Musababnya, memang sangat mungkin penonton dihipnotis melalui televisi atau radio.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun