Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Korupsi Perhutanan, Kebakaran Hutan, dan Pengebirian KPK

17 September 2019   09:38 Diperbarui: 18 September 2019   11:22 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan hutan rimba Komunitas Adat Laman Kinipan, yang sudah jadi kebun sawit. Belum adanya pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat ini menyebabkan warga hidup dalam ketidakpastian. (Mongabay)

Perusahaan asing juga melakukan penyuapan pejabat untuk menghalalkan perbuatannya. Sayangnya, masyarakat luas sudah kadung percaya seakan masyarakat asli Kalimantan dan Sumatera yang masih mempraktekkan pembakaran hutan untuk menjalankan metode ladang berpindah yang tradisional. Ini tidak adil.


Di seluruh dunia, para pengelola lahan -- mulai dari petani kecil, menengah hingga perusahaan besar -- jmenggunakan metode pembersiahan lahan dengan cara membakar hutan. Pembakaran dipercaya bisa meningkatkan kesuburan tanah, menurunkan salinitas, mencegah hama, dan meningkatkan nilai lahan di pasar lahan lokal karena telah siap tanam.

Namun demikian, sebenarnya alasan utama dari metode ini adalah karena biayanya yang relative murah bagi perusahaan. Menurut ilmuwan CIFOR, Herry Purnomo, dalam konteks Indonesia, pembakaran hanya menelan biaya sekitar 20 dolar AS per hektare, sementara metode lain menelan biaya sekitar 400 dolar AS per hektare. Alasan relative murahnya menggunakan metode pembakaran sering dijajarkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk aspek pembebasan tanah dan tenurial.

Pemerintah dilaporkan telah mengerahkan setidaknya 9.000 personel gabungan dan 42 helikopter untuk mengatasi karhutla yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan yang terjadi pada bulan Agustus dan Sseptember ini. Dukungan TNI AU dengan pengerahan C-130, CN 295 pun telah dilakukan. Tapi toh kebakaran terus terjadi. Masyarakat Kalimantan dan Sumatera menjalani hidup yang tidak normal. Penerbangan terganggu. Kesehatan keluarga, khususnya anak anak terganggu. Persoalan ISPA melanda.

Memalukan sekali kejadian ini.

Pemandangan hutan rimba Komunitas Adat Laman Kinipan, yang sudah jadi kebun sawit. Belum adanya pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat ini menyebabkan warga hidup dalam ketidakpastian. (Mongabay)
Pemandangan hutan rimba Komunitas Adat Laman Kinipan, yang sudah jadi kebun sawit. Belum adanya pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat ini menyebabkan warga hidup dalam ketidakpastian. (Mongabay)
KPK pernah menyatakan bahwa lembaganya bisa terlibat dalam upaya pemberantasan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) karena ini melibatkan korupsi dan terjadi kerugian negara dalam peristiwa ini.

Sudah jelas bahwa jumlah hutan kita makin berkurang. KPK bisa memberikan rekomendasi terkait langkah pencegahan korupsi dalam tata kelola sektor kehutanan. Juga, KPK bisa melakukan penindakan. 

Karhutla terjadi di sejumlah daerah di Indonesia pada musim kemarau tahun ini. Daerah-daerah terjadi karhutla di antaranya Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.

Di Palangkaraya nampak titik kebakaran hutan berada dekat dengan pemukiman warga. Di Pontianak, asap membuat jarak pandang menjadi 100 hingga 200 meter.

Tentu saja persoalan kesehatan dan keamanan menjadi kekuatiran warga masyarakat. Presiden Joko Widodo menyatakan malu asap karhutla sampai masuk ke negara tetangga. Bahkan sampai menjadi berita utama media massa di sana.

Saya kira kekuatiran harus melewati rasa malu. Ini malu dan mengerikan. Suatu saat pemerintah Indonesia bisa mendapat tuntutan dari negara tetangga dan juga perusahaan swasta yang bisisnya rugi karena terhambat persoalan asap hutan kebakaran kita. Belum lagi soal kerugian ekonomi, sosial, lingkungan dan kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun