Mohon tunggu...
LEXPress
LEXPress Mohon Tunggu... Mahasiswa - Biro Jurnalistik LK2 FHUI

LEXPress merupakan progam kerja yang dibawahi oleh Biro Jurnalistik LK2 FHUI. LEXPress mengulas berita-berita terkini yang kemudian diunggah ke internet melalui media sosial resmi milik LK2 FHUI.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keseruan Mata Najwa on Stage di FH UI, Debat RKUHP: Merdeka Bersuara

11 Agustus 2022   19:50 Diperbarui: 11 Agustus 2022   20:06 1817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada Rabu (10/08) pukul 20.00 WIB bertempat di Auditorium Djokosoetono, Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), telah berlangsung Mata Najwa On Stage dengan tema "Debat RKUHP: Merdeka Bersuara". 

Acara ini dihadiri oleh ketua PBHI atau Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (Julius Ibrani), Jubir Tim Sosialisasi RKUHP (Albert Aries), Influencer (Andovi Da Lopez), para dosen serta dekan dari FH UI (Edmon Makarim), dan juga mahasiswa UI dari berbagai fakultas.

Dipandu oleh Najwa Shihab selaku tuan rumah Mata Najwa, debat antara ahli Hukum Tata Negara Zainal Mochtar Arifin atau Uceng dan Wakil Kementerian Hukum dan HAM (Wamenkumham) Eddy Hiariej berjalan dengan kondusif.

"RKUHP bukanlah benda yang tiba-tiba turun dari langit, sudah dirumuskan lebih dari 59 tahun dengan pemikiran yang jernih dari para ahli pidana tanpa kepentingan apapun," kata  Eddy, di Auditorium FH UI, Depok, Rabu (10/8).

Sebelumnya, isu terkait Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ramai didiskusikan oleh publik karena substansi serta proses pembuatannya dinilai penuh problematika.

 Menurut catatan pemerintah dan DPR, masih terdapat 14 pasal krusial yang belum disepakati dan masih terus dibahas, tetapi elemen masyarakat sipil mengatakan masih terdapat 73 pasal yang sesungguhnya masih perlu dibahas dan dipertanyakan. 

Salah satu yang kerap menjadi perdebatan adalah pasal-pasal bermasalah yang dapat mengancam kebebasan dalam bersuara seperti pasal penghinaan terhadap pemerintah juga pasal tentang penyerangan harkat dan martabat presiden. 

"Malam ini pembahasan akan lebih terfokus pada kemerdekaan bersuara karena menurut kami perjuangan dimulai untuk mempertahankan kesempatan untuk bicara." Najwa Shihab, Tuan rumah Mata Najwa. 

Ketua BEM FH UI, Adam Putra Firdaus berpendapat bahwa, misi dari diadakannya pembuatan RKUHP untuk dekolonisasi, karena pada dasarnya pembuatan KUHP zaman belanda dibuat agar rakyat Indonesia patuh pada penjajah. Namun, seiring berkembangnya RKUHP, dirasa bahwa pemerintah melakukan rekolonisasi. 

Merasa dijajah tetapi bukan oleh belanda, namun dengan bangsa sendiri. Hal tersebut terlihat dari dibuatnya pasal penghinaan yang pada dasarnya sudah dibatalkan oleh MK. Sehingga dipertanyakan urgensinya dari pasal penghinaan tersebut. 

Menurut Uceng, Pasal 218 RKUHP tentang penyerangan harkat dan martabat presiden merupakan pasal yang diskriminatif sebab pasal ini memperlakukan presiden dan wakil presiden sebagai warga negara istimewa padahal sudah ada pasal penghinaan yang berlaku umum bagi setiap orang. 

Uceng berpendapat sepatutnya tidak semua hal dapat dimasukkan ke dalam ranah pidana, misalnya terkait penghinaan yang bisa dituangkan ke ranah perdata.

"Saya kira misalnya kalau dalam kasus penghinaan sangat mungkin variasi lain dilakukan, misalnya dengan menggesernya menjadi perdata. Beberapa negara juga sudah melakukan itu," tukas Uceng.

Selain pasal 218 RKUHP, yang juga dipermasalahkan yakni Pasal 351 RKUHP tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara. Uceng menilai pasal 351 tidak proporsional karena hanya dapat menjerat warga negara saja, sedangkan sangat memungkinkan para pejabat itu sendiri yang menghinakan jabatannya.

Menurut Eddy, terdapat dua esensi penghinaan. Pertama, menista atau menyatakan seseorang sama dengan kebun binatang. Kedua, fitnah atau menuduh seseorang melakukan perbuatan pidana tetapi tidak bisa dibuktikan. Eddy mengatakan tidak semua orang bisa dijerat oleh pasal ini, oleh karenanya dibuat delik aduan. 

Di akhir perdebatan, Uceng mengajak mahasiswa bertarung sebaik-baiknya untuk memperjuangkan nilai-nilai terakhir yang dimiliki yaitu kebebasan berekspresi dan berpendapat. Uceng mengatakan, bila dirampas pula oleh negara tidak ada hak yang kita miliki karena diancam oleh pidana. 

Hal ini sebagai tugas masyarakat, untuk berusaha bersama - sama mencapai kemerdekaan bersuara. 

Biro Jurnalistik LK2 FHUI berkesempatan untuk mewawancarai seorang Influencer sekaligus Alumni FH UI, Andovi Da Lopez, memberi tanggapan bahwa acara Mata Najwa on Stage yang dipandu oleh Mbak Nana sebagai senior FHUI dan tuan rumah Mata Najwa, membawa perdebatan RKUHP ini ke FH UI adalah permulaan yang bagus untuk berdiskusi dan partisipasi di ruang publik. 

Andovi juga berharap semoga partisipasi peserta tidak hanya digunakan sebagai tokenism, tetapi dipahami dan dikaji dengan benar. 

Selain Andovi, Biro Jurnalistik juga berkesempatan mewawancarai salah satu peserta yaitu Akbar, Mahasiswa FHUI angkatan 2020. Menurut Akbar, salah satu peserta Mata Najwa on Stage, yang dilaksanakan di Auditorium FH UI menurutnya cukup komprehensif pada perdebatan RKUHP, terkhusus pada pasal penghinaan yang cukup krusial.

Melihat dari dua perspektif, pemerintah maupun masyarakat, Akbar berharap agar diskusi ini kedepannya akan mendapat suatu informasi serta jawaban yang masyarakat inginkan, serta dapat menciptakan suatu hukum yang partisipatif dengan konsep hukum yang benar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun