Mohon tunggu...
Levina Litaay
Levina Litaay Mohon Tunggu... Insinyur - Simple, smart, sportive

Community base development, complex problem solving, event organizer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Rumahku di Tanah Vulkanis, Tersisih dan Terlupakan!

29 Maret 2023   01:12 Diperbarui: 30 Maret 2023   13:04 2232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Deretan rumah di kampung baru Mesa Pulau Teon – berjejer rumah Kel. Rijoly ,rumah Kel. Litaay, rumah Kel. Melaira (dok. pribadi)

Rumahku di Tanah Vulkanis, Tersisih dan Terlupakan! - Kondisi Pemukiman di Kampung Mesa Pulau Teon Kabupaten Maluku Tengah -- Bagian 4

Sebuah panggilan nurani untuk mengedepankan apa sesungguhnya, pemandangan pemukiman di Mesa Pulau Teon dalam tulisan bersambung di Kompasiana.

Hal ini setelah kunjungan penulis dalam bulan November 2021 untuk menghadiri Peresmian Gedung Gereja Imanuel Mesa Pulau Teon.

"Mesa adalah salah satu kampung adat di Pulau Teon. Di atas perairan Laut Banda ada 3 pulau berpenghuni yaitu Pulau Teon, Pulau Nila dan Pulau Serua dan memiliki 16 kampung atau desa/negeri adat. Pada tahun 1978 akibat ancaman meletusnya salah satu gunung di Pulau Nila maka semua penduduk dievakuasi oleh negara ke dataran Seram tepatnya di wilayah Waipia Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku".

Ketika harus menerima sejumlah tamu baik dari Ambon, Waipia ataupun dari daerah lainnya yang hendak mengikuti acara peresmian Gereja Imanuel Mesa maka tempat meletakkan kepala adalah sebuah persoalan tersendiri. 


Mengingat di Kampung Mesa Pulau Teon hanya terdapat 8 rumah yang dimiliki warga yaitu rumah Monti Kurmasela, Tinus Worinlipa, Toby Rijoly, Odang Litaay, Minggus Melaira, Emes Rijoly, John Melaira dan Benny Relmasira. 

Jumlah jiwa yang menempati kedelapan rumah tersebut sebanyak 18 jiwa artinya mereka yang menetap di pulau. Itupun terkadang ada yang kembali ke Waipia atau Ambon dalam waktu yang lama semisal Odang Litaay akibat sakit, sehingga rumahnya dijaga atau dihuni oleh Endek Melaira, sedangkan rumah Toby Rijoly dijaga oleh Daan Miru.

Gambar 2. Kondisi rumah di Kampung Mesa Pulau Teon Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku (dok. pribadi)
Gambar 2. Kondisi rumah di Kampung Mesa Pulau Teon Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku (dok. pribadi)

Bagaimana mungkin menampung lebih kurang 200-250 orang yang akan hadir ke pulau menghadiri acara peresmian gereja?

Panitia tidak kekuarangan akal, maka dibangun bangunan sementara pada sisa fondasi Gereja Kristen Reformasi Indonesia (GKRI) dengan menambah terpal pada bumbungan rumah yang belum selesai. Begitupun meja Lakpona yang dibuat berbentuk huruf "L" , jika malam dijadikan tempat tidur sambil menikmati tiupan angin laut. 

Lakpona adalah tempat bertemu warga kampung untuk mengadakan pertemuan, tempat makan bersama atau kegiatan lainnya.

Pada waktu kedatangan di pulau menjelang subuh tanggal 14 November 2021, nampak keletihan semua warga sehingga ada yang harus tidur pada teras gereja ataupun pada pasir halus yang digelar di arena acara maupun berlindung di bawah tenda acara.

Di samping itu ada tenda pribadi yang dipasang oleh Mona Rijoly dan tenda di tempat rumah Keluarga Litaay. Akibat angin dan hujan maka tenda tersebut ada yang roboh dan kedinginan sehingga harus dipindahkan pada tenda terpal di area rumah Keluarga Relmasira yang sementara dibangun.

Gambar 3. Tenda, tenda terpal , dapur umum, warga tidur di Lakpona,walang maupun tidur di pasir pantai beralaskan kain. (dok. pribadi)
Gambar 3. Tenda, tenda terpal , dapur umum, warga tidur di Lakpona,walang maupun tidur di pasir pantai beralaskan kain. (dok. pribadi)

Memperhatikan rumah hunian di Kampung Mesa, hampir semua di bangun dengan konstruksi bambu dan kayu atau papan, yang terlihat permanen dengan atap seng hanya rumah John Melaira dan Emes Rijoly.

Bagi rumah yang masih sederhana dengan atap dari daun kelapa maka kebocoran terjadi jika hujan datang karena bangunan telah dibangun begitu lama. 

Pembicaraan penulis melalui Radio HF/SBB tanggal 22 Maret 2023 dilaporkan oleh Kepala Kampung Mesa bahwa sedang dilakukan pengerjaan pergantian atap daun kelapa pada 5 (lima) rumah yaitu rumah milik Benny Relmasira, Tobby Rijoly, Tinus Worinlipa, Minggus Melaira dan Monti Kurmasela.

Tampak dalam menyambut tamu undangan dibangun juga toilet yang digunakan bersama. Ada beberapa yang terlihat baru dibuat yaitu pada sudut rumah Keluarga Relmasira yang sementara dibangun dan di dekat penampungan di bekas gedung GKRI, sedangkan satu toilet dibangun juga ditanjakkan menuju ke perigi atau sumur Pantai Air. Serta satu MCK seadanya dibangun di dekat sumur Pantai Air.

Gambar 4. Toilet yang dibangun di area rumah Keluarga Leunupun tepat di ujung jalan setapak kampung baru menuju tanjakkan ke sumur (dok. pribadi)
Gambar 4. Toilet yang dibangun di area rumah Keluarga Leunupun tepat di ujung jalan setapak kampung baru menuju tanjakkan ke sumur (dok. pribadi)

Berjalan dari satu rumah ke rumah lainnya adalah upaya mendokumentasi hunian, sambil penulis berpikir bahwa bukankah ini pulau gunung api? Bagaimanakah rumah-rumah ini bertahan terhadap sejumlah guncangan atau getaran jika terjadi gempa berkali kali? Karena mereka hidup di atas lintasan Ring of Fire.

Berdasarkan laporan National Geographic pengertian Ring of Fire adalah Cincin Api Pasifik atau Lingkaran Api Pasifik yakni daerah pertemuan lempeng-lempeng tektonik yang menjadikan wilayah yang terlewati jalur Ring of Fire sering mengalami gempa bumi hingga letusan gunung berapi.

Gambar 5. Ilustrasi 'Ring of Fire
Gambar 5. Ilustrasi 'Ring of Fire" (sumber National Geographic)

Di samping hunian yang ada, maka masih nampak rumah menara--banguan tempat menaruh alat - alat melaut dan juga menggantung ikan-ikan hasil tangkapan. Hanya terlihat gereja yang sudah permanen dan megah namun tak jauh dari situ sementara dibangun rumah Keluarga Relmasira secara permanen juga.

Gambar 6. Rumah menara tempat meletakkan peralatan melaut ( dayung, jaring dsbnya) dan juga tempat menggantung ikan hasil tangkapan. (dok. pribadi)
Gambar 6. Rumah menara tempat meletakkan peralatan melaut ( dayung, jaring dsbnya) dan juga tempat menggantung ikan hasil tangkapan. (dok. pribadi)

Tak jauh dari pemukiman nampak beberapa kuburan yang dapat dikenali sebagai kuburan keluarga Para Raja Mesa seperti kuburan Raja Mesa pertama "Poseryama" di kampung baru.

Sedangkan di kampung lama terlihat kuburan Keluarga Relmasira dan satu kuburan Keluarga Plali di area tanah Plali.

Menurut penuturan warga, saat ini pemakaman sudah diatur di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kampung Mesa dan dipindahkan pada lokasi "Ntutununu" lebih kurang 600 meter dari kampung.

Arti "Ntutu" adalah ujung tanjung atau ujung kampung, sedangkan "Nunu" artinya bawah atau di bagian bawah.

Gambar 7. Kuburan keluarga Raja Mesa dan baru di cat biru ketika anak cucu “Poseryama” (Raja Mesa I) datang pada peresmian gereja (dok. pribadi)
Gambar 7. Kuburan keluarga Raja Mesa dan baru di cat biru ketika anak cucu “Poseryama” (Raja Mesa I) datang pada peresmian gereja (dok. pribadi)

Yang menarik lagi bahwa sudah terlihat tata ruang dalam Kampung Mesa dengan adanya jalan setapak dan berdirinya rumah hunian berada di kiri kanan jalan setapak. Malah pada tempat yang sudah ada namanya sudah tersusun batu mengitari area milik yang bersangkutan seperti nampak pada bekas rumah Keluarga Litaay dan Keluarga Leunupun.

Sedangkan untuk tempat rumah almarhum Marthen Melaira ( mantan Raja Mesa) sudah tampak pembangunan fondasi namun belum dibangun rumahnya.

Gambar 8. Tempat rumah almarhum Marthen Melaira yang sudah ada fondasinya. (dok. pribadi)
Gambar 8. Tempat rumah almarhum Marthen Melaira yang sudah ada fondasinya. (dok. pribadi)

Gambar 9. Tempat rumah Keluarga Litaay tepat berada di samping Gereja Imanuel Mesa – Pulau Teon (dok. pribadi)
Gambar 9. Tempat rumah Keluarga Litaay tepat berada di samping Gereja Imanuel Mesa – Pulau Teon (dok. pribadi)

Upaya menulis ini, bagian dari sebuah himbauan anak cucu cicit yang merasa memiliki panggilan nurani untuk menyelesaikan apa yang belum terselesaikan dari para pendahulunya.

Bagaimanakah dengan kepekaan pemerintah terhadap mereka di tengah kesunyian?

77 tahun Indonesia merdeka, mereka mungkin berdiri dan berseru kepada Sang Khalik bahwa inilah surga kecil yang dititipkan untuk menyambung hidup dan memeliharanya serta melahirkan generasi terbaik bagi bangsa ini dengan harus berjuang merantau keluar dari pulau.

Apakah Bantuan Langsung Tunai (BLT) menjadi bagian dari mereka di pulau? Apakah alokasi dana stunting menjadi sasaran Masyarakat Adat Teon Nila Serua di pulau vulkanis ini?

Apakah listrik dan air menjadi hak mereka sebagaimana yang lainnya? Apakah mereka berhak mengenyam pendidikan setara dengan yang lainnya?

Bahkan upaya keras Pemerintahan Jokowi untuk mengentaskan kemiskinan dimana pada tanggal 13 Oktober 2021 Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengunjungi Ambon dan melakukan rapat kordinasi pengentasan kemiskinan ekstrem karena kondisi ini masih di temui pada beberapa kabupaten di Provinsi Maluku.

Apakah ketiga Pulau Teon Nila Serua dengan masyarakat huniannya masuk dalam radar pantau dan sasaran intervensi program termasuk pembangunan rumah sederhana yang menjadi amanat negara dibawa penugasan Kementerian PUPR?

Kondisi masyarakat di Mesa Pulau Teon dapat memberi gambaran begitu banyak pulau-pulau di Provinsi Maluku yang jauh dari hingar bingar kota dan kepedulian para pemangku kepentingan.

Indeks Desa Membangun ( IDM) bagi Kecamatan Teon Nila Serua dengan wilayah baru di daratan Seram membuat sejumlah Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) dan Penjabat Negeri membutuhkan kemauan dan implementasi yang tulus untuk mengarahkan alokasi Dana Desa (DD) atau Anggaran Dana Desa (ADD) bagi pembangunan infrasturktur di pulau.

Namun kehidupan tetap harus dilakoni, masyarakat Teon Nila Serua yang bertarung hidup di pulau memiliki kemandirian untuk menyatu dengan alam dan alam itulah yang memberi kehidupan baginya. 

Bersandar pada Sang Pencipta yang Maha kuasa melindungi mereka dalam sejumlah getaran bertubi-tubi gempa di wilayah Selatan Maluku. Seperti gempa dahsyat pada tanggal 10 Januari 2023 di Saumlaki dengan kekuatan 7.9 R maupun gempa tektonik di Pulau Damer berskala 5.6 R pada tanggal 16 Desember 2021 serta gempa-gempa lainnya.

Semoga menjadi bahan perenungan bersama. Uplera Nortarita/Tuhan memberkati. (Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun