Pada bulan-bulan awal 2021, ramai berita di media massa bahwa masyarakat adat di Biak menolak pembangunan bandar antariksa karena ini akan merusak lingkungan alam tempat mereka menggantungkan kehidupan selama ini. Alasan lain, rencana ini terlalu dipaksakan secara sepihak dan belum pernah disosialisasikan.
Pada bulan April 2021, Pemerintah Kabupaten Biak membuat seminar yang di antaranya mengundang LAPAN untuk kembali memaparkan rencana kerja pembagunan bendar antariksa di Biak, sekaligus meluruskan isu-isu yang berkembang. Pembangunan bandar antariksa di Biak akan dimulai pada 2022 dengan studi kelayakan dan direncanakan selesai pada 2024.Â
Bandar antariksa ini tidak sebesar yang dibayangkan masyarakat. Luas yang diperlukan untuk fasilitas teknis 1 km2 dengan daerah penyangga dengan radius 2 km***). Daerah penyangga tersebut memang tidak boleh dimasuki masyarakat saat ada peluncuran roket demi keselamatan mereka, dan akan dibiarkan alamiah seperti apa adanya sekarang. Pembangunan fasilitas ini direncanakan akan ditanggung sepenuhnya oleh APBN.
Sementara itu, bandar antariksa internasional belum ditentukan kapan dan di mana akan dibangun karena belum menentukan tempat yang pasti dan masih akan ditentukan bersama dengan calon investor dan pemilik teknologi.
Akhir kata, usaha LAPAN untuk membangun dan mengoperasikan bandar antariksa dimulai dengan perencanaan dan sosialisasi dengan semua pemangku kepentingan. Hal ini sangat penting mengingat program pembangunan ini membutuhkan dukungan masyarakat. Studi kelayakan yang mendalam akan dilakukan untuk menjamin program ini aman bagi siapa pun.
*) DEPANRI = Dewan Penerbangan dan Antariksa RI, resmi dibubarkan pada 4 Desember 2014.
**) Peluncuran roket dengan teknologi air launch tidak membutuhkan bandar antariksa khusus, tetapi dapat memakai sarana bandar udara yang sudah ada. Dengan teknologi ini, roket dimasukkan di badan pesawat dan akan diluncurkan dari pesawat pada ketinggian tertentu.
***) Bandingkan dengan beberapa bandar antariksa internasional di negara lain yang luasnya minimal 50 km2, dan bahkan ada yang mencapai 500 km2.
Penulis: Leo Kamilus Julianto Rijadi (Analis Kebijakan Ahli Madya)