Mohon tunggu...
Leopoldus Giovani Sitohang
Leopoldus Giovani Sitohang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Frater Serikat Sabda Allah (SVD)

Mahasiswa STFT WIDYA SASANA Malang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejarah Domestikasi Perempuan dan Jebakan bagi Laki-Laki

17 Agustus 2021   07:48 Diperbarui: 17 Agustus 2021   21:37 968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebebasan dan kesetaraan yang diperjuangkan para kaum feminis telah mengalami perjalanan yang panjang dan alot. Syukurlah dunia perempuan saat ini telah berubah secara drastis walaupun perjuangan itu cukup dramatis, kalau boleh disebut demikian. Sekalipun semua perjuangan telah menunjukan buahnya, apakah kini mentari kebebasan benar-benar telah menyinari dunia perempuan? Ataukah justru sebaliknya, awan kelam masih menutupi langit cerah itu? Entahlah.. Penulis belum mampu menjawabnya atau memberikan opini mengenai hal ini.

Kalau penulis belum mampu menjawab pertanyaan di atas, lantas apa tujuan dari artikel ini? Tentu anda bertanya demikian. Tujuan primer penulis dalam artikel ini ialah ingin membagikan sedikit sejarah awal mula mengapa dahulu perempuan dianggap lebih pantas bekerja di sektor domestik, atau dalam bahasa jawa dikenal dengan "3M", Manak (melahirkan), Masak, Macak (berhias). Kemudian tujuan sekunder artikel ini ialah untuk menumbangkan asumsi yang mengatakan bahwa kaum laki-laki jauh lebih unggul dalam banyak hal ketimbang perempuan.

Perempuan Harta Paling Berharga Bagi Klan

Latar belakang feminisme tiada lain karena ketimpangan antara laki-laki dan perempuan yang terjadi dalam segala bidang pekerjaan dan juga dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, banyak laki-laki bekerja di sektor publik, sedangkan perempuan di sektor domestik. 

Hal ini disebabkan oleh ideologi yang keliru yang diwariskan dari generasi ke generasi. Ideologi yang dimaksud ialah, perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah lembut, emosional, fisiknya kurang kuat, dengan tugas utama (mulia) sebagai penyambung keturunan. Dengan ideologi seperti itu, akhirnya perempuan dianggap lebih pantas bekerja di sektor domestik. Ideologi domestisitas atau pun domestikasi perempuan akhirnya melemparkan perempuan ke dunia dapur.  Dalam istilah Jawa dikenal "3M", Manak (melahirkan), Masak, Macak (berhias).

Kalau kita mencoba flashback atau melihat sejarah, ternyata ketimpangan yang terjadi antara perempuan dan laki-laki sesungguhnya tidaklah diawali suatu persepsi negatif. Belum ada konsep atau ideologi bahwa perempuan lebih pantas dengan tugas 3M. Awalnya bukanlah seperti itu! Manusia hanya tidak menyadari bahwa telah terjadi suatu pergeseran nilai atau pergeseran makna dari waktu ke waktu. Pergeseran nilai seperti apa dan bagaimana proses pergeseran makna atau nilai itu terjadi?

Semua bermula ketika manusia hidup di zaman perang. Dulu ketika manusia masih hidup di zaman perang, perempuan itu adalah harta paling berharga bagi klan. Mengapa? Alasannya karena kelangsungan keturunan, masa depan atau eksistensi klan bergantung pada perempuan bukan pada laki-laki!

Pada zaman perang, salah satu aspek yang dapat meningkatkan power dari suatu klan adalah jumlah anggotanya. Semakin banyak anggota suatu klan, maka semakin pula ia dihargai bahkan ditakuti oleh klan asing. Untuk memperbanyak anggota (keturunan) di sini perempuan memainkan peran yang sangat penting. Coba bayangkan bila suatu klan hanya memilki sedikit anggota yang berjender perempuan. Bagaimana caranya memperbanyak anggota (keturunan)? Berhubung waktu itu adalah zaman perang, bila jumlah anggota klan minim bagaimana caranya bertahan dari ancaman klan asing?

Singkat cerita karena perempuan adalah harta yang sangat berharga, semua klan berupaya untuk selalu melindungi perempuan. Perempuan menjadi terproteksi. Bahkan akhirnya setiap klan menjadi over protective atau terlalu possessive terhadap perempuan. Misalnya, perempuan tidak diperkenankan keluar dari rumah, apa lagi keluar dari perkampungan. Perempuan tidak diperkenankan melakukan pekerjaan yang berat, biarlah laki-laki yang melakukannya. Hanya laki-laki yang diperkenankan pergi berburu, memanjat pohon (memetik buah), mengangkat batu-batu besar, membangun rumah, dsb. Kemudian hanya laki-laki juga yang diijinkan untuk berperang. Perempuan cukup tinggal di dalam rumah.

Perlu kita ketahui bahwa itu semua dilakukan semata-mata karena perempuan dipandang sebagai harta yang paling berharga dan bernilai. Sebagaimana layaknya harta, perempuan harus dijaga dan dilindungi! Pada waktu itu tidak ada tendensi untuk mendiskreditkan dan meremehkan kodrat atau gender perempuan! Klan hanya tidak ingin perempuan terjatuh ketika memanjat pohon, diserang atau bahkan dibunuh oleh binatang buruan, dicuri atau diserang oleh klan asing. Perempuan adalah sosok yang harus dijaga, dilindungi, serta dilayani. Sebisa mungkin perempuan dijauhkan dari segala jenis ancaman dan bahaya. Biarkan dia tetap tinggal di rumah dan menikmati hasil jerih payah laki-laki.

Awal Mula Munculnya Konsep 3M

Seiring berjalannya waktu, manusia akhirnya sadar akan perlunya perdamaian. Zaman perang atau hukum rimba belantara telah berakhir. Semua masyarakat dari berbagai klan atau etnis akhirnya mulai dapat berelasi satu sama lain. Laki-laki yang dulunya selalu waspada akan perang kini dapat mengembangkan diri dengan aman karena telah dalam situasi damai. Situasi damai ini membuat laki-laki terus berkembang, karena ia dapat berelasi dengan bebas di luar. Wawasan laki-laki semakin terbuka dan pemikiran mereka semakin maju. Sedangkan perempuan? Apa kabar perempuan? Mereka tetap terkungkung di dalam rumah!

Di satu pihak perubahan zaman pada waktu itu memberikan dampak positif bagi kaum laki-laki, namun di lain pihak memberikan dampak negative bagi perempuan. Bagaimana perempuan terkena dampak negative kemajuan zaman?  Zaman perang atau hukum rimba belantara telah usai, namun perempuan masih saja terproteksi di dalam rumah. Ruang gerak mereka masih terkungkung di sektor domestik. Sementaraa laki-laki yang dapat bergerak bebas, menjadi semakin dominan dalam segala hal, seperti pekerjaan, ilmu pengetahuan, dsb.

Seiring bejalannya waktu pemahaman manusia menjadi berbeda. Perempuan diminta untuk tinggal di rumah bukan lagi karena dianggap sebagai harta yang harus dilindungi dan dijauhkan dari ancaman atau bahaya, melainkan karena dianggap "IRT (ibu rumah tangga) memang sudah menjadi kodrat mereka". Tanpa disadari mulailah laki-laki mendiskreditkan gender perempuan. Laki-laki mulai menganggap diri lebih unggul dari perempuan dalam banyak hal. Akhirnya konsep ini terbawa dengan sendirinya dan secara tak sadar konsep ini menjadi warisan yang sudah tertulis dalam hati dan pemikiran semua orang.

Iniah pergeseran nilai yang dimaksud di atas. Perempuan diminta harus berada di rumah bukan lagi karena dianggap sebagai mahkota klan atau harta yang harus dijaga, melainkan karena seolah-olah perempuan memang telah dikodratkan dengan tugas-tugas rumah itu. Perempuan dalam artian tertentu akhirnya menjadi tertindas. Mengapa? Alasannya karena mereka tidak diberi hak untuk mengembangkan diri. Sementara laki-laki? Mereka diberi kebebasan dan kesempatan untuk bergerak maju dan berkembang.

Sekarang jelaslah bahwa ideologi domestisitas atau pun domestikasi perempuan yang melemparkan perempuan ke dunia dapur atau dalam istilah Jawa dikenal "3M", Manak (melahirkan), Masak, Macak (berhias) sesungguhnya bukan diawali oleh persepsi negatif! Tidak ada maksud untuk mendiskreditkan atau meremehkan kodrat perempuan. Manusia hanya tidak menyadari bahwa telah terjadi pergeseran nilai akibat perubahan zaman.

Jangan Remehkan Perempuan. Hati-Hati Jebakan!

Selama ratusan tahun bahkan ribuan tahun laki-laki menguasai segala panggung, seperti panggung ilmu pengetahuan, panggung politik, pangung militer, dsb. Banyak laki-laki bekerja disektor publik sedangkan perempuan hanya bekerja di sektor domestik. Apakah ini berarti laki-laki lebih unggul daripada perempuan? Apakah benar laki-laki lebih pintar (rasional) dari pada perempuan (konon katanya emosional)? Benarkah laki-laki lebih unggul secara fisik? Selemah itukah perempuan? Apakah dominasi laki-laki ini dapat dijadikan sebagai indikasi bahwa laki-laki lebih unggul dalam segala hal? Itu semua hanya jebakan bagi laki-laki!

"Bercermin dari belalang sembah betina dan laba-laba betina". Taukah anda fakta menarik tentang belalang sembah (praying mantis) betina dan laba-laba betina? Faktanya setelah kawin biasanya belalang sembah betina langsung merasa lapar. Belalang sembah betina yang lapar tidak perlu repot jauh-jauh mencari makanan, karena sang betina bisa langsung melahap sang jantan! Hal ini juga berlaku pada binatang lain. Nasib "habis kawin harus menjadi fast-food" ini juga dialami para jantan jenis binatang lain, misalnya laba-laba.

Ternyata kaum betina memang memiliki peran dan fungsi lebih penting dalam kehidupan sehingga berhak hidup lebih lama. Sementara kaum jantan? Dalam konteks belalang sembah dan laba-laba, kaum jantan harus puas memegang peran sekedar menjadi pembantu yang harus rela mengorbankan hidup demi sang betina! Ini masih seputar dunia margasatwa! Bagaimana dengan dunia manusia?

Sekilas memang dunia margasatwa tampak berbeda dengan manusia. Di dunia manusia para laki-laki (sebut saja "jantan") terkesan memiliki kedudukan yang lebih terhormat daripada perempuan (sebut saja "betina"). Bahkan di dunia manusia ada kesan bahwa laki-laki seolah-olah lebih "penting" ketimbang perempuan. Ada kesan bahwa laki-laki mendominasi dalam berbagai hal. Dominasi laki-laki ini sering membuat para laki-laki terkesan lebih unggul dalam berbagai hal dari pada perempuan. Akan tetapi bila dipikir-pikir itu hanya sebatas "kesan" belaka. Sebenarnya semua kesan itu sekadar ilusi, semacam fatamorgana di gurun pasir, untuk menyesatkan pandangan manusia, terutama laki-laki.

Barangkali karena laki-laki memiliki kemampuan berpikir yang lebih sophisticated daripada belalang sembah atau laba-laba, maka di dunia manusia, laki-laki tentu tidak mau diperalat sebagai sekadar alat reproduksi yang habis manis sepah dimakan. Bila di dunia manusia kaum laki-laki dipaksa harus berperan seperti itu, tentu tidak ada orang yang mau menjadi laki-laki, semua pasti akan berebut untuk menjadi perempuan saja. Akan tetapi kalau penghuni dunia ini semuanya perempuan masalahnya jadi runyam juga. Oleh sebab itu harus ada taktik dan strategi yang lebih beradab, supaya di dunia manusia tetap ada yang bersedia bahkan senang menjadi laki-laki.

Supaya di dunia manusia ada orang yang bersedia bahkan senang menjadi laki-laki, taktik atau strategi menakut-nakuti jelas tidak tepat dan tidak efektif. Maka dari itu perlu dibuat aneka gaya rayuan dan bujukan supaya laki-laki terjebak. Jebakan yang dimaksud, berupa berbagai asumsi yang seolah "menguntungkan dan meninggikan" kaum laki-laki, seperti jantan, perkasa, berkuasa, pelindung, dominan, bebas, sangat rasional, sektor publik dan aneka ragam kesan yang artifisial yang penuh daya pikat.

Taktik dan strategi itu membuat orang tidak sadar, bahwa fungsi dan peran laki-laki sebenarnya tetap tidak jauh berbeda dengan belalang sembah jantan atau laba-laba jantan itu. Memang di dunia manusia perempuan tidak akan pernah memakan laki-laki. Akan tetapi, dalam beberapa hal ternyata kaum laki-laki "berperan sebagai pembantu", meskipun telah menyandang aneka asumsi yang tampaknya "menguntungkan dan meninggikan" mereka. Padahal sebenarnya di balik segala asumsi itu tersembunyi mekanisme jebakan!

Laki-laki Lebih Rasional Sedangkan Perempuan Emosional?

Benarkah pria lebih rasional ketimbang perempuan? Kesan bahwa laki-laki lebih rasional sedangkan perempuan lebih emosional sesungguhnya belum tentu benar. Dalam banyak hal perempuan jauh lebih cerdik dan rasional daripada laki-laki. Apa buktinya?

Salah satu hal yang dapat membuktikan bahwa laki-laki sesungguhnya lebih emosional ialah perilaku seksual. Misalnya kita sering mendengar bahwa banyak laki-laki melecehkan atau berbuat tidak senonoh terhadap perempuan. Ini adalah indikasi bahwa laki-laki terlalu emosional, mudah terseret nafsu seksualnya, sampai gegabah melakukan tindakan yang mengandung risiko. Sementara perempuan? Perempuan jauh lebih rasional. Ia enggan melecehkan atau berbuat tidak senonoh terhadap laki-laki. Oleh karena perempuan rasional, ia sebisa mungkin menghindari perbuatan tak senonoh. Kaum perempuan karena rasional berusaha untuk tak melakukannya karena perbuatan tak senonoh itu akan menimbulkan akibat-akibat negatif.

Berbagai penelitian menyatakan bahwa suami lebih banyak melakukan "penyelewengan" seksual daripada istri. Ini memang sudah menjadi suatu pengetahuan atau rahasia publik, kalau boleh dikatakan demikian. Sebenarnya tanpa penelitianpun banyak orang yang sudah melihat dan mengalaminya sendiri. Fenomena ini dapat menjadi salah satu bukti betapa kurang rasionalnya kaum laki-laki sehingga mudah dieksploitir perempuan.

Di mana letak lemahnya rasio laki-laki? Sekarang mari kita berpikir. Karena butuh menyeleweng biasanya laki-laki harus berkorban mengeluarkan dana khusus bukan? Siapa yang nyata menikmati dana tersebut? Perempuan! Yang nyata menikmati dana itu adalah justru para mitra selewengan laki-laki, yang nota bene biasanya perempuan. Kita juga barangkali pernah mendengar bahwa banyak laki-laki jatuh bangkrut dan karier mereka hancur akibat habis-habisan dieksploitir perempuan, mitra selewengannya. Kalau saja laki-laki tidak terlalu emosional, tentu ia tidak akan mudah terjebak bencana semacam itu! Andai laki-laki tidak telalu emosional, ia tidak akan mudah terjebak.

Dari Segi Biologis Laki-laki Lebih Unggul dari Perempuan?

Kemudian bukti bahwa perempuan tidak lebih lemah ketimbang laki-laki tampak jelas di daya tahan seksual. Perempuan mampu multiorgasme (multiple orgasm), berkesinambungan, sementara laki-laki setiap kali orgasme harus istirahat sejenak, bahkan akhirnya malah tidak kuat sama sekali. Dalam olah biologis tubuh perempuan juga lebih lengkap dan canggih daripada laki-laki bukan? Misalnya, perempuan bisa hamil (memiliki rahim), laki-laki tidak, perempuan bisa memproduksi air susu, laki-laki tidak.

Suatu kekeliruan apabila prestasi olah raga seperti lari, lompat tinggi, angkat besi, tinju dan lain-lain dianggap sebagai bukti keunggulan laki-laki terhadap perempuan secara fisik. Mengapa? Perempuan bukannya lemah. Hanya saja kelebihan kemampuan fisik itu sengaja diberikan kepada laki-laki, sekadar supaya bisa diperalat untuk kepentingan perempuan. Laki-laki perlu bisa lari cepat agar mampu mengejar binatang buruannya, melompat tinggi agar bisa memetik buah di pepohonan, mengangkat batu-batu besar yang merintangi jalan dan mampu bertempur sengit melawan ancaman mara bahaya. Semua sektor serba susah payah itu justru menjadi tugas kewajiban laki-laki. Perempuan tinggal menikmati hasilnya.

Sebenarnya, kalau tidak diberi kesempatan, laki-plaki tidak akan mampu mendominasi perempuan. Perempuan bukan orang yang lemah. Buktinya kalian bisa menemukan deretan perempuan tangguh yang bahkan menguasai panggung militer. Kemudian kalian dapat mengamati bagaimana ayah atau ibu di rumah. Seorang ibu dapat mengurus dan merawat seorang ayah atau suami beserta anak-anak sekaligus yang sedang sakit, meskipun bahkan terkadang sang ibu juga sebenarnya sedang sakit. Tak jarang pula ibu dalam keadaan sakit masih mampu mengurus pekerjaan rumah. Pernahkah atau sanggupkah ayah yang nota bene laki-laki melakukannya?

Perempuan itu memliki fisik yang luarbiasa! Salah satu lagi contoh sederhana, coba amati seorang ibu. Jarum jam masih menunjukkan pukul 8 pagi, berapa pekerjaan yang telah dilakukan seorang ibu? Ibu telah melakukan puluhan pekerjaan! Bangun pagi, memasak, mengurus anak-anak (membangunkan, memberi makan, memandikan, mengantar ke sekolah, dll), belanja, menyapu, mengepel, mencuci pakaian, dan masih banyak lagi? Sedangkan suami?

Gengsi

Ketidakadilan terhadap laki-laki juga tercermin dalam dunia bahasa. Begitu banyak ungkapan yang menggunakan sebutan feminin, seperti ibu jari, ibu kota. Begitu banyak karya seni yang memuja ibu, sementara bapak kurang diberi perhatian bila dibandingkan dengan sosok ibu. 

Ada Hari Ibu, Hari Kartini, Menteri Urusan Peranan Perempuan/Menteri Pemberdayaan Perempuan/Perlindungan Perempuan, Anti Kekerasan Perempuan, dsb. Belum lagi ada juga ungkapan "surga berada di telapak kaki ibu". Kemudian penulis memang belum tahu pasti, akan tetapi tampaknya banyak para musisi atau pengarang lagi yang begitu mengagumi sosok ibu. Hal ini tampak dari begitu banyaknya lagu yang mengekspresikan kehebatan seorang ibu. Oleh sebab itu perempuan bukanlah sosok yang bisa diremehkan!

Bahwa banyak laki-laki yang bekerja disektor publik sementara perempuan di sektor domestik bukan berarti martabat perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Sektor publik mungkin sekilas terkesan lebih gengsi daripada sektor domestik. Akan tetapi kelebihan-kekurangan sektor publik maupun domestik sebenarnya relatif, tergantung yang melakukan. Tetapi memang kaum laki-laki yang lebih emosional itu tampaknya memang lebih mudah terjebak umpan gengsi-gengsian sementara perempuan karena lebih rasional dan cerdik, tidak terlalu ngotot untuk terjun di apa yang dinamakan sebagai sektor publik (tetapi kalau benar-benar perlu, mereka juga mampu berprestasi di situ!).

Dalam dunia ketenagakerjaan di Indonesia, sering muncul tuduhan bahwa perempuan lebih dirugikan daripada laki-laki. Tuduhan ini juga sedikit keliru. Mengapa? Alasannya karena adanya ketentuan bahwa perempuan berhak memperoleh beberapa fasilitas istimewa seperti cuti mensturasi, cuti hamil plus bersalin. Fasilitas yang sama sekali tidak bisa diperoleh atau dinikmati laki-laki.

Kesan bahwa perempuan lemah lembut, perlu perlindungan dan laki-laki gagah perkasa, juga sebuah jebakan bagi laki-laki. Apabila ada kasus perempuan yang dianiaya laki-laki, langsung banyak yang marah. Sang laki-laki dicap sebagai pengecut, penindas dan diberikan aneka predikat negatif lainnya. Tetapi sebaliknya apabila laki-laki dianiaya perempuan, reaksi yang muncul malah menertawakan laki-laki sekalipun ia menjadi korban. Lalu apabila ada bencana, seperti kapal tenggelam, siapa yang harus diselamatkan lebih dahulu? Perempuan dan anak-anak. Kaum laki-laki karena telah terjebak predikat perkasa, pelindung, dsb, harus sabar menunggu dan harus rela berkorban demi perempuan.

Sebenarnya, kalau tidak diberi kesempatan, laki-laki tidak akan mampu mendominasi perempuan. Bila mereka mau mereka juga bisa. Hal ini sudah terbukti bahwa ada banyak deretan perempuan yang menguasai panggung politik, panggung militer, panggung ilmu pengetahuan, dsb. Kesan bahwa perempuan tidak lebih unggul dari laki-laki hanya merupakan salah satu umpan untuk menjebak laki-laki, bagaimana supaya laki-laki bersedia diperalat untuk kepentingan perempuan. laki-Laki-laki dalam beberapa hal memang telah dimanipulasi berbagai ilusi serba semarak supaya bersedia, bahkan senang diperalat untuk kepentingan perempuan.

Penutup

Penulis mengucapkan limpah terima kasih karena telah setia membaca artikel ini hingga akhir. Tak lupa juga penulis memohon maaf apabila artikel ini menyinggung salah satu pihak. Melalui artikel ini penulis tidak memiliki tendensi untuk mendiskreditkan salah satu pihak. Artikel ini murni hanya untuk membagikan sedikit sejarah dan juga murni hanya untuk meluruskan asumsi-asumsi yang selama ini terkesan mendiskreditkan kaum perempuan. Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun