Mohon tunggu...
Leopoldus Giovani Sitohang
Leopoldus Giovani Sitohang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Frater Serikat Sabda Allah (SVD)

Mahasiswa STFT WIDYA SASANA Malang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Untuk Apa Sih Kita Hidup? Mari Berfilsafat!

16 Agustus 2021   23:12 Diperbarui: 18 Agustus 2021   14:04 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: idntimes.com

Soren Kierkegaard digelari sebagai bapak eksistensialisme (The father of existenscialism). Mengapa? Alasannya karena dia merupakan filsuf pertama yang memperkenalkan istilah "eksistensi" menurut pengertian yang dipakai pada abad ke-20 dalam aliran yang disebut "eksistensialisme". Ia memberikan bobot tertentu kepada perkataan "eksistensi", yang terdapat dalam filsafat terbaru. Gelar The father of existensialism ini diberkan kepadanya, karena ia juga dianggap sebagai filsuf yang mempelopori penyelidikan filsafat mengenai eksistensi manusia.

Salah satu pemikiran Kierkegaard yang menarik ialah tentang kebebasan manusia dalam memilih jalanya sendiri. Menurutnya manusia memiliki kebebasan atau kehendak bebas (free will) alam memilih. Akan tetapi kebebasan itu tidak selamanya menguntungkan atau menyenangkan bagi manusia, karena kebebasaan itu dapat menimbulkan kepusingan bagi manusia. Apa yang dimaksud dengan kepusingan? Mengapa manusia pusing? Apa korelasi antara kebebasan dalam memilih dengan kepusingan? Untuk menjelaskan ini, penulis akan mulai menjelaskan quote Kierkegaard yang berbunyi "Anxiety is the dizziness of freedom." Kegelisahan adalah rasa pusing akan kebebasan.

Mengapa Kierkegard mengatakan kegelisahan adalah rasa pusing dari kebebasan? Alasannya karena baginya kebebasan tidak selamanya menjadi hal yang menyenangkan. Kegelisahan dan depresi akut seringkali merupakan suatu akibat dari kebebasan yang memusingkan. Ketidakbahagiaan sering muncul dari kodrat manusia itu sendiri yang mana merupakan suatu makhluk yang bebas sebebas-bebasnya.

Seorang filsuf eksistensialis lain yang tersohor, yaitu Jean Paul Sartre (filsuf, penulis-drama-novel-sastra, dan aktivis politik) mencoba mengartikan fenomena "ketakutan akan kebebasan" dengan sebuah analogi. Kita sedang berdiri di tepi jurang dan melihat ke bawah. Kebanyakan orang akan mereasa takut bila berada dalam situasi ini, kecuali orang itu adalah Iron Man atau Superman.

Cobalah berpikir atau bertanya, kenapa kita merasa takut ketika berada di tepi jurang? Tentu kita akan menjawab bahwa "karena kalau angin berhembus sangat kencang, aku bisa terjatuh; aku juga takut kalau tepi jurang ini roboh atau longsor", dll. Mendengar jawaban ini Sartre akan mengatakan bahwa kita keliru atau salah. Bukan angin kencang atau longsor itu yang menyebabkan kita merasa takut, akan tetapi penyebab sebenarnya adalah karena kita mempunyai kebebasan untuk memilih; memilih untuk melompat ke dasar jurang dan akhirnya mati.

Kalau anda paham analogi di atas, anda akan berkata dalam hati "benar juga ya". Akan tetapi, bagi anda yang belum paham penulis akan menjelaskan lagi. Ketika kita berada di pinggir jurang, kita berpikir, "waduh.. kalau aku lompat ke bawah aku pasti mati!". Jadi, aku takut bukan karna factor eksternal. Bukan external force yang membuat aku takut, akan tetapi aku takut pada diriku sendiri!

Sartre juga pernah mengatakan bahwa manusia itu dikutuk untuk bebas (Man is condemned to be free). Manusia dikutuk untuk bebas, karena ketika manusia dilemparkan ke dunia ini, dia bertanggungjawab atas apapun yang ia lakukan. "Kalau aku begini-begitu atau memlih ini-itu, aku pasti akan...." Jadi manusia itu gelisah disebabkan oleh konsekuensi atas berbagai pilihan hidup yang ada. Kita bebas memilih ini-itu dan kita bebas memilih yang ada di sana-di sini, akan tetapi kita sadar bahwa kita juga harus bertanggungjawab apabila pilihan itu salah! Ini menjadi suatu kutukan yang diterima manusia, sebuah kutukan yang tidak bisa dinegosiasikan apalagi dihilangkan.

Orang yang hidup di zaman dulu tampaknya jauh lebih menyenangkan dan damai hidupnya. Mengapa? Jaman dulu orang tidak terlalu pusing memikirkan jalan atau pilihan hidup. Contohnya, dulu kalau orangtua petani, secara otomatis anak-anaknya menjadi petani. Anak nelayan akan menjadi nelayan, anak tukang kayu akan menjadi tukang kayu. Tidak mungkin seorang anak tukang parkir, menjadi tukang kayu. Hal ini sangat berbeda dengan fenomena yang kita hadapi saat ini, di abad ke-21 ini.

Di zaman ini kita sebagai generasi muda diberi kebebasan untuk memiliih jalan hidup kita masing-masing. Kita bebas untuk menjadi apapun yang kita mau. Bahkan banyak orangtua yang telah berpikir maju, artinya orangtua mendorong anak-anaknya agar tidak mengikuti jejak mereka. Kita mau jadi terkenal, penggusaha sukses, presiden, tentara, polisi, silahkan. Asalkan kita mau berusaha dengan giat, "Ya Monggo..!"  Akan tetapi ingat, karena kebebasan inilah seseorang mengalami kebingungan/kegelisahan (anxiety).

Terkadang orangtua mengira bahwa hidup di zaman kita jauh lebih enak dan menyenangkan, karena kita hidup di tengah teknologi yang serba canggih. Akan tetapi sebenarnya tekanan hidup kita lebih besar daripada orangtua kita atau kakek-nenek kita zaman dulu. Mengapa? Dulu mereka hanya hanya berfokus untuk bertahan hidup atau melanjutkan profesi orangtua. Kemudian orangtua zaman dulu juga tak perlu pusing dalam menentukan jodoh karena jodoh mereka telah ditentukan. Jadi waktu itu belum ada istilah "Jodoh itu di tangan Tuhan" tetapi "Jodoh itu di tangan orangtua". Sementara kita? Kita mulai diberi kebebasan dalam memilih jalan hidup, pasangan hidup, dsb. Kita bebas dalam memilih apa pun, akan tetapi justru kebebasan itu adalah hal yang mengerikan.  

Sartre mengatakan bukannya hidup ini kekurangan atau tidak memiliki makna sama sekali, tetapi hidup memiliki jumlah kebebasan yang sangat mengerikan. Dalam eksistensialisme masalah ini disebut dread atau kengerian. Bisa juga disebut angst, yang berarti perasaan gelisah yang begitu dalam.  Angst sedikit berbeda dengan fear. Fear adalah ketakutan yang masih dapat diketahui dan dijelaskan penyebabnya. Sementara angst semacam ketakutan yang sulit untuk diketahui atau dijelaskan penyebabnya. Sebuah ketakutan akan kemungkinan yang tidak memiliki akhir (endless possibilities). Apapun bisa terjadi karena dunia atau semesta ini sangat tidak bisa diprediksi (unpredictable).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun