Mohon tunggu...
Sosbud Pilihan

Waspada Para "Big Players"

9 September 2017   03:02 Diperbarui: 9 September 2017   03:35 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepanjang Asia Timur, Tenggara, sampai Selatan, big player-nya adalah Tiongkok-Rusia.

Dari sisi ekonomi, Tiongkok memiliki pengaruh besar, sementara Rusia sangat dominan mempengaruhi kemampuan pertahanan wilayah ini.

Di sisi lain, Timur Tengah, selama ini jelas tampak penguasaan Amerika Serikat dan berbagai pengaruhnya, "Uncle Sam is the biggest player in the middle east"

Persaingan, perebutan, dan pergelutan pengaruh geopolitik para player ini yang menciptakan bencana kawasan, dengan negara-negara di kawasan tersebut sebagai chip poker-nya.

USA begitu agresif di Timur Tengah, karena menganggap wilayah tersebut adalah gawang pengaruhnya.

Hal serupa berlaku untuk Beijing dan Moscow, keduanya akan sangat agresif di Asia Timur, Tenggara, dan Selatan.

Apalagi USA telah menetapkan prioritas pivot armada Pasifiknya adalah laut Jepang dan perairan Natuna Utara.

Suasana semakin kental dan kentara, Korut yang tetiba upgrade dari senjata atom ke hidrogen, yang disusul pengiriman senjata mutakhir USA pada Jepang dan Korsel.

Pintu Tiongkok, Hongkong, yang kisruh oleh gerakan pro demokrasi. Ditambah lagi manuver Trump yang berkomunikasi langsung dengan penguasa Taiwan.

Filipina yang ribut oleh ekspansi ISIS, yang begitu kebetulan saat Presiden Filipina Duterte berada di Rusia.

Vietnam yang secara terbuka sudah berada di pihak Amerika Serikat, bahkan petinggi partai berkuasa Vietnam telah melakukan kunjungan bersejarah ke Washington. Bahkan Obama berjalan santai di Vietnam, menikmati semangkuk mie seakan buatan rumah.

Vietnam ini lah kunci USA, gerbang yang berhadapan langsung dengan daratan China. Negara yang laju ekonominya imbangi Tiongkok, sudah berdekade bermusuhan dengan China, bahkan krisis terakhir, perebutan perairan menyebabkan pengusiran massal warga Tiongkok.

Sinyal nyata lain krisis kawasan adalah problem Rohingya Myanmar, yang muncul laksana bom yang dipicu.

Setelah ISIS Suriah-Irak dipukul mundur oleh kubu Iran dukungan Rusia, sesuai prediksi banyak analis, tak butuh lama, krisis Asia Timur semakin menguat.

Tetiba semua media USA dan pro NATO mengangkat Rohingya, kemunculan ISIS Marawi. Tentunya disikapi Tiongkok dengan upgrade pangkalan pulau buatan di perairan Natuna Utara.

Begitu pula pionnya Kim Jong Un Korut, mulai menggertak seluruh kawasan. Belum lagi Myanmar yang selama ini miliki hubungan teknologi nuklir dengan Rusia, semakin terjepit, dan tentunya sudah menetapkan opsi kubu.

India juga jadi penentu, kedekatannya dengan Vietnam dalam eksplorasi energi, satelit, dan pertahan juga mengancam Tiongkok.

Dari semua kondisi itu, jelas Asia Tenggara sedang/tengah berada dalam proxy war. Bila tak waspada, kemelut nasional Indonesia, dapat di desain menjadi prahara kawasan.

Permainan sama di Suriah, diterapkan pada Myanmar, menggenerasi intervensi langsung beberapa negara Asean  atas Myanmar. Tak terelakkan, era kegelapan akan dimulai diseluruh Asia Tenggara.

"those who not learn from history are doomed to repeat it"------- Santayana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun