Data terbaru yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2024 mengungkapkan bahwa rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas hanya mencapai 9,22 tahun. Angka ini menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia hanya mampu menyelesaikan pendidikan hingga jenjang sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) (beritsatu.com).
Persentase penduduk yang berhasil menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi masih sangat rendah, yaitu hanya sekitar 10,2%. Sementara itu, lulusan tingkat sekolah menengah atas (SMA) mendominasi dengan angka sebesar 34,12%. Ketimpangan pendidikan ini menjadi semakin nyata ketika kita melihat kondisi di wilayah-wilayah terluar dan tertinggal seperti daerah perbatasan Entikong di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, dan pulau-pulau kecil di wilayah Kepulauan Riau (setneg.go.id). Di wilayah-wilayah tersebut, akses terhadap fasilitas pendidikan sangat terbatas. Infrastruktur dasar seperti transportasi, listrik, serta koneksi internet yang belum merata menjadi penghalang utama bagi masyarakat untuk mendapatkan layanan pendidikan yang layak. Tidak hanya di wilayah barat Indonesia, kesenjangan ini juga sangat terasa di kawasan timur, khususnya di Papua, termasuk Papua Barat dan Papua Barat Daya, di mana banyak anak usia sekolah yang belum mendapatkan pendidikan secara optimal akibat minimnya fasilitas dan tenaga pendidik (kompas.com).
Permasalahan pendidikan yang terjadi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sistem ekonomi yang mendasarinya. Sistem kapitalisme yang saat ini diterapkan menjadikan pendidikan sebagai barang dagangan yang hanya dapat diakses oleh mereka yang memiliki kemampuan finansial. Biaya pendidikan yang terus meningkat, ditambah dengan banyaknya sekolah swasta yang lebih terjangkau oleh kalangan menengah ke atas, semakin memperlebar jurang ketimpangan. Meski pemerintah telah meluncurkan berbagai program bantuan seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), sekolah gratis, dan berbagai subsidi pendidikan lainnya, faktanya belum semua masyarakat dapat mengakses program-program tersebut. Bantuan yang tersedia sering kali bersifat terbatas, baik dari segi jumlah maupun jangkauan, serta hanya menyasar kalangan tertentu dengan kriteria yang ketat.
Hal ini diperparah dengan ketidakseimbangan distribusi sekolah dan tenaga pendidik di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar), yang membuat anak-anak di daerah terpencil semakin sulit mendapatkan hak pendidikan mereka. Di sisi lain, kurikulum yang diterapkan pun lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja, sehingga menjadikan pendidikan sebagai alat produksi tenaga kerja murah, bukan untuk membentuk manusia yang berilmu, berakhlak, dan berdaya saing tinggi. Efisiensi anggaran negara dalam sektor pendidikan pun semakin memperburuk kualitas dan pemerataan layanan pendidikan nasional. Pendidikan yang seharusnya menjadi hak dasar, justru diposisikan sebagai barang dagangan dalam sistem ini.
Lantas, Apa Solusi dalam Islam?
Oleh karena itu, diperlukan solusi yang bersifat mendasar dan menyeluruh. Sistem Islam, menawarkan paradigma yang berbeda. Pendidikan adalah tanggung jawab penuh negara dan hak setiap warga, tanpa diskriminasi ekonomi.
Dalam pandangan Islam, ilmu dan pendidikan bukanlah komoditas ekonomi yang boleh diperjualbelikan layaknya barang di pasar. Menjadikan pendidikan sebagai ladang bisnis bertentangan dengan semangat Islam yang menjadikan ilmu sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah dan membangun peradaban umat. Rasulullah bersabda:
"Barang siapa yang mempelajari suatu ilmu yang seharusnya hanya untuk mencari ridha Allah, tetapi dia mempelajarinya untuk mendapatkan keuntungan dunia, maka dia tidak akan mencium bau surga."
 (HR. Abu Dawud no. 3664, dinilai shahih oleh Al-Albani).
Islam memandang pendidikan sebagai kewajiban yang tidak boleh diabaikan. Dalil-dalil syariat menegaskan pentingnya ilmu bagi setiap individu. Rasulullah bersabda:
"Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim."
(HR. Ibnu Majah, no. 224, dinilai hasan oleh Al-Albani)
Selain itu, Allah SWT berfirman:
"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat."
(QS. Al-Mujadilah: 11)
Negara berkewajiban menyediakan pendidikan yang berkualitas, gratis, dan merata melalui pendanaan yang bersumber dari Baitul Mal, bukan utang atau investor swasta. Dalam sistem ini, pendidikan bukan hanya bertujuan mencetak tenaga kerja, tetapi membentuk generasi yang berilmu, bertakwa, dan siap memimpin peradaban. Maka, sudah saatnya umat mempertimbangkan sistem alternatif yang mampu memberikan jaminan nyata atas hak-hak dasar rakyat, termasuk hak atas pendidikan.
Dengan pengelolaan yang terpusat dan bebas dari kepentingan komersial, Islam mampu mewujudkan sistem pendidikan yang berkualitas, inklusif, dan merata di seluruh wilayah, termasuk daerah yang selama ini tertinggal dalam sistem sekuler. Dengan demikian, solusi mendasar atas permasalahan pendidikan bukan hanya terletak pada perbaikan teknis atau program bantuan, tetapi pada perubahan sistemik menuju sistem yang benar-benar menjamin pendidikan sebagai hak publik yang tidak boleh diperdagangkan.
Wallahu 'Alam Bishowwab
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI