Mohon tunggu...
Aji Latuconsina
Aji Latuconsina Mohon Tunggu... -

|Bukan Penganut Ajaran Agama Spilis (Sekulerisme - Pluralisme - Liberalisme) •Provokata @kutikata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nobel Penuh Darah di Tangan Aung San Suu Kyi, Abadi

3 September 2017   01:15 Diperbarui: 3 September 2017   06:49 902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Harga sebuah perdamaian dalam satu dekade ini di hampir semua belahan dunia terasa sangat mahal. Seperti mendapatkan setetes air di padang pasir, namun merasa dahaga di tengah lautan. Perdamain pun menjadi seperti barang yang langka. Perdamaian ini semakin langka didapatkan tatkala produk ini di produksi oleh PBB dengan label limited edition, sesuai dengan order kepentingan dari anggota Perserikatan Bangsa Bangsa.

Aung San Suu Kyi adalah salah satu orang yang beruntung pada tahun 1991 di Oslo-Norwegia, dia menerima kado istimewa berupa Penghargaan Nobel Perdamaian.

Aung San Suu Kyi adalah seorang aktivis prodemokrasi Myanmar dan pemimpin National League for Democracy (Persatuan Nasional untuk Demokrasi atau NLD).

Aung San Suu Kyi menerima penghargaan tersebut karena menurut pemberinya, Aung San Suu Kyi berhak dihargai jerih payahnya atas perjuangannya selama ini dalam memajukan demokrasi di negaranya tanpa menggunakan kekerasan dalam menentang kekuasaan rezim militer.

Sisi lain dari sasaran dan tujuan diberikannya penghargaan nobel perdamaian kepada sang penerima selain Aung San Suu Kyi adalah dalam rangka melakukan kegiatan atau gerakan demi 'perdamaian tanpa kekerasan'.
Artinya bahwa siapa saja, baik perseorang, kelompok, organisasi yang dengan sengaja melakukan gerakan untuk tujuan perdamaian tanpa menggunakan kekerasan adalah juga berhak mendapat penghargaan nobel perdamaian. Terlepas dari siapapun dia, presidenkah, negarawankah dia, tokoh duniakah, politisikah ataupun praktisi.

Andai penghargaan nobel perdamaian dengan label perdamaian dengan tanpa kekerasan itu masih melekat erat pada jantung Aung San Suu Kyi, maka sangatlah ironi dan kontra terhadap keadaan masyarakat Rohingya saat ini. Dimana jiwa, raga dan harta warga Rohingya luluh lantak oleh penyerangan membabibuta oleh kekerasan mayoritas warga negaranya-Aung San Suu Kyi.

Usaha genosida yang sedang dilakukan terhadap warga Rohingya oleh hampir semua elemen warga negaranya-Aung San Suu Kyi sudah berada pada level yang paling sangat mengkhawatirkan. Sangat mengkhawatirkan apabila hal ini berimplikasi pada hati dan jantung ummat Islam di seluruh dunia. Maka yang sangat dikhawatirkan terjadi adalah akan terjadi upaya serupa untuk melindungi eksistensi Muslim Rohingya.

Berkilo-kilo tanah di negaranya-Aung San Suu Kyi dipenuhi genangan darah dari banjir air mata meruah dari pelosok-pelosok desa yang remah. Dalam sepekan ini saja produk buatan PBB tidak menghasilkan apapun. Padahal sudah ratusan hingga ribuan nyawa dipanggang hidup-hidup di depan mata penguasa Myanmar. Eksodus besar-besaran warga Rohingya mengalir deras hampir di setiap aliran sungai. Pengusiran terhadap ribuan jiwa-jiwa Rohingya menyeruak di setiap jilatan ombak lautan. Dan rentetan pembantaian-pembantaian tak mengenal hak asasi manusia membelah paksa dada bumi-Aung San Suu Kyi yang terpaksa menampung bangkai-bangkai tak berdosa.

Aung San Suu Kyi tak mampu berbuat apa-apa di tanahnya sendiri. Aung San Suu Kyi hanya mampu melihat kenyataan yang ada dengan mata yang buta. Aung San Suu Kyi sepertinya gagap dengan perdamaian karena tidak adanya itikad baik untuk mengatasi masalah Rohingya tanpa kekerasan.

Penghargaan nobel perdamaian yang diterimanya ibarat duri yang menancap digenggamannya. Aung San Suu Kyi penuh lumuran darah ditangannya dengan nobel yang duri-duri lainnya menancap di tanah-tanah warga Rohingya yang tajam menikam setiap pembuluh darah warganya.

Separuh masyarakat dunia yang peduli dengan hak asasi manusia dan pengagum humanisme pasti akan mempertanyakan sikap manusianya Aung San Suu Kyi. Mungkin juga tidak begitu dengan separuh masyarakat dunia yang mempunyai sikap solidaritas ummat sebagai fanatisme sesama Muslim di dunia. Sikap ukhuwah Islamiyah inilah yang sekaligus mempunyai jawaban terhadap sikap dan sifat Aung San Suu Kyi sebagai manusia beragama dan juga sebagai manusia dengan nobel penuh darah di tangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun