Mohon tunggu...
Lely Rehlinawati
Lely Rehlinawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Profesi Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Allah❤️

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Siapakah Aku? Gangguan Identitas Disosiatif

23 Januari 2022   03:00 Diperbarui: 23 Januari 2022   05:01 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pertanyaan siapakah aku mungkin kerap terlintas dalam pikiran manusia. Begitu juga dalam filsafat yang sering membahas mengenai keberadaan manusia itu sendiri. Menurut filsafat eksistensialisme, suatu kondisi aktual yang berlangsung dalam ruang dan waktu disebut dengan eksistensi. Adapun suatu perbuatan, perencanaan ataupun melakukan kegiatan lainnya yang membuat manusia menjadi aktif disebut dengan bereksistensi. Menurut paham eksistensialisme, manusia adalah suatu pusat utama dari semua relasi. Manusia berperan sebagai subjek dengan pengalaman yang dimilikinya sehingga benda-benda berperan sebagai objek yang memiliki makna atau esensinya sendiri dikarenakan oleh keterlibatan pengalaman dari manusia itu sendiri. Eksistensi memiliki esensi yang merujuk pada kesadaran manusia. Hal ini disebabkan karena manusia berhadapan langsung dengan dunia dimana ia harus memikul tanggung jawab untuk diri sendiri dan juga tanggung jawab untuk masa depan dunia yang ditinggalinya tersebut [1].

Gangguan Identitas Disosiatif (DID) atau yang sebelumnya kerap disebut dengan kepribadian ganda merupakan sebuah gangguan psikologis yang menyebabkan seorang individu memiliki dua atau lebih kepribadian disertai dengan episode amnesia yang berulang [2]. Beberapa kepribadian yang muncul memiliki ciri khasnya masing-masing yaitu berupa tingkah laku, ingatan atau bahkan gaya bicaranya sendiri yang sangat berbeda atau bertolak belakang dengan kepribadian utamanya. Adapun beberapa kepribadian yang muncul tersebut mungkin saling bersaing untuk mengontrol individu yang bersangkutan. Individu dengan gangguan DID ini kemungkinan memiliki satu kepribadian yang dominan dan beberapa kepribadian lainnya yang kurang dominan. Perubahan kepribadian yang umum terjadi yaitu termasuk menjadi anak-anak dari bermacam usia, remaja, hingga perubahan kepribadian menjadi lawan jenis, dll. Dalam beberapa kasus, kepribadian utama atau yang disebut sebagai "host" tidak sadar akan kehadiran dari kepribadian lainnya atau yang disebut "alter", sedangkan kepribadian alter menyadari akan keberadaan host. Namun dalam kasus lain, masing-masing kepribadian tidak menyadari keberadaannya satu sama lain [3].

Berdasarkan DSM V, penyebab DID kerap dihubungkan dengan pengalaman traumatis luar biasa yang dialami oleh seseorang, atau kekerasan yang didapatkan seseorang semasa kanak-kanak [4]. Sedangkan menurut teori pasca trauma, DID berawal dari usaha anak-anak untuk mengatasi perasaan putus asa dan perasaan tidak berdaya yang berlebihan dalam menghadapi kejadian traumatis atau kekerasan yang berulang. Kurangnya kemampuan untuk mencari jalan keluar dari sebuah permasalahan yang besar dapat membuat anak-anak memisahkan dan melarikan diri ke dalam dunia fantasi yaitu menjadi orang lain dan jika pelarian tersebut dirasa dapat meringankan perasaan sakit maka hal tersebut akan diperkuat dan diulangi lagi untuk terjadi di masa depan [2]. Hal ini dikarenakan disosiasi merupakan mekanisme utama yang digunakan oleh seseorang yang memiliki gangguan DID untuk mengatasi tekanan yang sedang dihadapinya [5]. DID sendiri dapat dimulai pada masa kanak-kanak, namun pada sebagian besar kasus yang lain juga ditemukan pasien yang didiagnosis mengalami DID pada usia 20-an atau bahkan 30-an [2].

Gangguan psikologis bukanlah suatu hal yang dapat dianggap sepele karena memiliki banyak dampak negatif jangka panjang jika tidak ditangani dengan benar. Oleh karena itu, wawasan mengenai kesehatan mental sangat lah penting untuk diketahui ataupun dipelajari oleh setiap orang dari berbagai usia maupun kalangan karena kesadaran akan kesehatan mental dan penanganannya sejak dini, sebagian besar dapat mengurangi tingkat keparahan dari sebuah gangguan psikologis itu sendiri [6].

DAFTAR PUSTAKA

[1]      F. M. Yunus, "Kebebasan Dalam Filsafat Eksistensialisme Jean Paul Sartre," Al-Ulum, vol. 11, no. 2, pp. 267--282, 2011.

[2]      J. M. Hooley, J. N. Butcher, M. K. Nock, and S. Mineka, Abnormal Psychology, 17th ed. England: Pearson, 2017.

[3]      J. S. Nevid, S. A. Rathus, and B. Greene, Abnormal Psychology in A Changing World. United States of America: Pearson, 2018.

[4]      A. P. Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Edition (DSM-5). Washington: American Psychiatric Publishing, 2013.

[5]      S. Trifu, "Dissociative Identity Disorder. Psychotic functioning and impairment of growing-up processes," J. Educ. Sci. Psychol., vol. 9, no. 2, pp. 102--108, 2019.

[6]      F. MA and M. M. Anto, "Importance Of Mental Health Awareness Among School Teachers In Bridging Mental Health Treatment Gap In India," Int. J. Soc. Psychiatry, 2021, doi: 10.1177/0020764021991889.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun