Namun, tentu saja masih banyak tantangan.
Digital divide (kesenjangan akses), rendahnya literasi digital, hingga resistensi terhadap perubahan masih menjadi pekerjaan rumah.
Tapi jangan lupa: setiap perubahan besar selalu dimulai dengan keberanian untuk mencoba.
Gotong royong digital bukan berarti semua serba daring. Kadang, kolaborasi terbaik justru terjadi ketika dunia nyata dan dunia digital bersatu --- ketika ide dari warga dunia maya diwujudkan bersama di lapangan.
Bayangkan jika semangat kolaborasi ini menjadi budaya nasional:
-
Setiap kebijakan diuji bersama publik.
Setiap inovasi diuji oleh warga yang akan menggunakannya.
Setiap masalah ditangani oleh jaringan lintas sektor yang saling bantu.
Itulah wajah Indonesia 5.0 yang sesungguhnya: manusia dan teknologi berjalan beriringan dalam harmoni gotong royong.
Gotong Royong Tidak Pernah Usang
Teknologi boleh berubah cepat, tapi nilai gotong royong akan selalu relevan.
Kini, tugas kita bukan sekadar menjaga nilai itu, tapi memperbaruinya agar sesuai dengan zaman.
Gotong royong digital bukan tentang siapa yang paling canggih, tapi siapa yang paling peduli.
Bukan tentang aplikasi apa yang dibuat, tapi bagaimana aplikasi itu mendekatkan pemerintah dan warga.
Mari kita wujudkan era 5.0 yang bukan hanya modern secara teknologi, tapi juga hangat secara kemanusiaan.
Karena di tengah dunia yang serba daring, kebersamaan tetap jadi sinyal terkuat untuk membangun negeri.