Kolaborasi Pemerintah dan Warga: Dari Transparansi ke Aksi Nyata
Gotong royong digital bukan sekadar slogan manis. Ia adalah bentuk baru partisipasi publik. Pemerintah yang terbuka dan masyarakat yang peduli menjadi dua sisi koin yang saling menguatkan.
Bayangkan jika setiap warga bisa ikut memantau proyek pembangunan di wilayahnya melalui dashboard publik, atau melaporkan kondisi jalan rusak lewat aplikasi, dan laporan itu benar-benar ditindaklanjuti dalam waktu singkat.
Itu bukan mimpi, tapi sedang terjadi di banyak daerah.
Misalnya, beberapa pemerintah daerah mulai mengembangkan platform inovasi seperti:
SIMONEB (Sistem Monitoring Neraca Infrastruktur Berkelanjutan), untuk memantau kondisi infrastruktur berbasis data real-time.
Lapor Smart City, yang memudahkan warga memberi umpan balik langsung ke dinas terkait.
Open Data Portal, agar masyarakat dapat mengakses informasi pembangunan secara transparan.
Melalui platform-platform seperti ini, data tidak lagi dimonopoli pemerintah, tapi dibagikan untuk kolaborasi. Warga dapat ikut mengawasi, memberi saran, bahkan menyusun solusi bersama.
Inilah hakikat gotong royong digital: kolaborasi berbasis keterbukaan dan saling percaya.
Namun, yang tak kalah penting adalah mindset di balik teknologi itu.
Digitalisasi tanpa empati hanya akan melahirkan sistem kaku tanpa ruh pelayanan publik.
Pemerintah perlu hadir bukan hanya sebagai regulator, tapi sebagai fasilitator yang mendengar dan menindaklanjuti.
Di sisi lain, warga juga perlu menjadi digital citizen yang aktif, kritis, tapi tetap konstruktif. Kritik boleh, tapi disertai solusi. Lapor boleh, tapi juga bantu pantau.
Karena gotong royong digital artinya semua pihak bergerak --- bukan saling menunggu.
Era 5.0 bukan lagi soal siapa yang paling pintar, tapi siapa yang paling mau berkolaborasi.
Dan di titik itulah, masa depan tata kelola pemerintahan yang partisipatif sedang lahir.Â