Sebuah fakta dari sekian banyak fakta lainnya, sebagaimana dikutip dari laman www.mediatataruang.com yakni situasi krisis air di Bandung, berbanding lurus dengan peningkatan lahan kritis akibat alih fungsi lahan di Kawasan Bandung Utara (KBU). Padahal, kawasan ini merupakan perbukitan seluas 38.500 hektar dengan ketinggian 750 m dpl (meter diatas permukaan laut) yang menjadi penyangga Cekungan Bandung.
Data Walhi Jabar menunjukan, kawasan hutan yang menjadi resapan air, kini hanya tersisa 600 hektar. Walhi menilai, risiko terjadinya banjir Kota Bandung masih tinggi mengingat kawasan kritis mencapai 20.000 hektar. Dampaknya, limpasan air mencapai 70 persen yang tadinya masih 40 persen.
Hal lain yakni, terkait pengelolaan tanah/lahan bagi pertanian berkelanjutan. Penerapan teknologi dalam upaya mencukupi kebutuhan pangan, hendaknya tidak lagi hanya berbasis pada pencapaian produktivitas setinggi-tingginya, namun harus didorong dengan mentranformasi pola pengelolaan yang berbasis pada "ecosystem management". Penerapan bioteknologi dalam pemanfaatan sumberdaya berbasis pangan perlu difokuskan dalam upaya menjamin kelestarian lingkungan, efesiensi produksi, jaminan mutu dan keamanan pangan.
Keempat. Pengelolaan sumberdaya alam. Fokus utama yang saya ingin tekankan disini, yakni bagaimana menjamin kelestarian keanekaragaman hayati (Kehati). Kehati menjadi bagian yang sangat penting dalam menopang prikehidupan manusia. Fakta terhadap ancaman penurunan Kehati, harus menjadi perhatian serius Pemerintah. Database terkait status kekinian keragaman hayati Indonesia menjadi suatu kebutuhan mendesak sebagai acuan dalam melakukan strategi mitigasi perlindungan kelestarian jenis.
Indonesia memang telah menyusun rencana aksi dan strategi Kehati (Indonesian Biodiversity Strategy and Plan/IBSAP) 2015-2020, namun sejauhmana IBSAP ini betul-betul terimplementasi secara konkrit. IBSAP harus menjadi acuan Kementerian/Lembaga dalam memberikan kontribusi terhadap upaya pelestarian Kehati. Sayangnya, jika diamati, secara umum perencanaan anggaran pada K/L belum banyak yang mengakomodir IBSAP tersebut. Ini tentunya, harus menjadi bahan koreksi BAPPENAS sebagai kementerian yang memiliki otoritas mengevaluasi perencanaan K/L yang ada.
Ulasan di atas, masih terfokus pada beberapa indicator yang ada dalam poin pokok Agenda 21, tentu masih ada beberapa indicator lain yang menjadi PR Indonesia dalam mewujudkan capaian Agenda 21. Kesimpulannnya, kita tak menampik berbagai upaya Pemerintah memang telah menunjukkan capaian yang cukup nyata, namun harus juga diakui bahwa belum optimal. Intinya, kita masih memiliki tantangan besar mewujudkan realisasi Agenda 21 sebagaimana tujuan dan komitmen awal. Catatan penting saya menyangkut ini yakni  pentingnya mendistribusi action plan Agenda 21 sebagai program prioritas di level Kementerian/Lembaga hingga pemerintah daerah dan menjadi bagian dari target indicator kinerja pemerintah. Agenda 21 harus menjadi agenda politik pada setiap pergantian rezim pemerintahan.
Selamat Hari Lingkungan Hidup Sedunia, 5 Juni 2018