Mohon tunggu...
Laura Ariestiyanty
Laura Ariestiyanty Mohon Tunggu... profesional -

Writer, Content Editor\r\n(www.laurakhalida.com\r\n@laurakhalida)\r\ndan Media Relations www.irmarahayu.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Balik Stigma Negatif Karaoke

4 Maret 2014   23:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:14 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1393924292219457822

Dulu kala mungkin tempat-tempat karaoke sudah diberi image negatif sebagai tempat remang-remang atau esek-esek atau plus-plus (apa pun istilahnya deh, saya nggak begitu paham, pokoke mengarah ke sanah). Namun kini dengan membanjirnya karaoke keluarga seperti Inul, Pilot, Diva, Nav, Venus, dulu ada Happy Puppy kalau nggak salah ya... minat karaoke pun bertambah. Dulu saya kenal karaoke hanya sebatas box-box nyanyi di Mal Detos Depok, tapi nggak pernah mampir karena nggak pede sama suara sendiri (ya elah kayak mau kontes nyanyik aje ye), kemudian ada Nav di Margo City dan saya bersama teman-teman pernah ke sana untuk bernyanyi. Tetap saja suara saya nggak keluar.

Hingga kemudian bermunculanlah karaoke Inul dan saya mulai bergabung di keluarga komunitas Emotional Healing Indonesia (EHI) dan ikut program coaching dengan Teh Irma Rahayu yang emang hobi menyanyi dan beberapa kali Teh Irma mengajak saya karaoke. Ternyata eh ternyata, di sini nggak sembarang karaoke. Di karaoke itu Teh Irma menggembleng pede saya untuk berani bernyanyi lantang yang ternyata terkait pula dengan rasa pede di kehidupan keseharian.

Saya emang suka menyanyi. Saya bahkan baru enjoy lagu kalau sambil bersenandung, alias kudu hafal liriknya wkwkwk. Jadi lagu-lagu yang saya nggak bisa ikut senandung (entah karena suaranya nggak sampai oktafnya) saya nggak bisa enjoy.

Begitu sering karaoke, saya merasa banyak lagi yang suara saya nggak sampai, terutama yang ada nyanyi lantang alias tereak. Kata Teh Irma saya kebanyakan nahan di tenggorokan, sesuai dengan kepribadian saya yang hobi mendem emosi, alias nggak berani menyatakan isi hati ke orang lain. Kebanyakan takutnya.

Kalau saya nyanyi dan terkesan mendem atau nahan, teh Irma menepuk punggung atau pundak saya, "Ayo jangan nahan." atau dia mengomeli saya. "Teriak nggak lo... kalau nggak teriak gue bla bla bla..." mengeluarkan ancaman maut, wuidiiihh hihihi.


Belakangan saya mulai pede menyanyi di karaoke meski ada teman-teman di sana. Bahkan lagu-lagu yang dulu saya anggap suara saya nggak kuat, eh bisa! Nyampek ya ternyata. Masalah suara bagus or nggak sih sebodo teuing... wong bukan penyanyi pro kok wkwkwkkw.

Dan kepedean ini terbawa ke kehidupan keseharian. Duluuuu mah saya... hadehhh... banyak pake topeng, sok pengertian, sok nggak pernah ngambek, sok nggak pernah marah/kesel karena menghindari konflik. Duluu mah kalau ada orang merokok di public area yang harusnya nggak boleh merokok, saya diam saja, sekarang bisa berkoar, misalnya di dalam lift ada orang merokok, saya langsung bilang, "Mas rokoknya dong, kan di lift nggak boleh merokok."

Atau kalau mengantri di toilet umum or ATM dan ada yang menyerobot, kalau dulu terima pasrah, sekarang langsung bilang,"Mba/Bu/Pak/Mas antri atuh, kan ada line-nya."

Dan mulai berani menuntut hak. Pernah ada kejadian di Surabaya, saat Teh Irma lagi menerima klien privat di apartemen salah satu alumni, saya ke bawah membeli makan siang kami. Saya pesan dua soto dan dua ayam goreng. Begitu ayam kelar dan saya cek di box, isinya paha atas yang terpotek dua dan dihitung dua ayam. Biasanya kan paha atas dengan bentuk "L" itu dihitung 1 ayam, ini dihitung 2. Jelas saya protes. Wong besarnya aja jomplang.

Saya bilang,"Mba... kok ayamnya begini. Ini kan dihitung 1 buah bukan 2... ukurannya aja beda jauh, bisa rebutan nanti."

Ternyata si Mba, kayak orang kebingungan, bolak-balik ke dapur tapi tetap nggak nambah porsi ayamnya, akhirnya solusinya dia mengembalikan uang saya untuk sebuah porsi ayam karena belinya dihitung hanya 1. Terkesan, "uang 7000 aja kok dibalikin." ada sih rasa malu minta uang segitu, tapi menurut saya cafe itu harus tahu letak kesalahannya agar tak mengulangi ke orang lain. Begitu saya tanya Teh Irma apa tindakan saya salah, katanya benar.

Selain melatih pede, karaoke persis seperti gambar di atas. Alias 1% nyanyi dan 99% persennya curhat wkwkwk. Karena kebanyakan lagu-lagu yang dipilih tuh yang terkait dengan mantan, dengan sakit hati, dan sebagainya. Kadang saat menyanyi amarah keluar dan di sana Teh Irma bisa meminta saya teriak habis-habisan,"Ayo jangan ditahan marahnya." kadang sengaja dipilih lagu yang itu-itu lagi, alias lagunya Pay: Pas Kena Hatiku wkwkwk supaya marahnya habis.

Nah, dibalik stigma negatif karaoke, entah sekarang masih dipandang negatif apa nggak, menurut saya tergantung niat awal dan sama siapa kita pergi dan karaoke mana yang dituju. Sederet karaoke yang saya sebut di atas entah apakah ada yang masuk kategori 'remang-remang'. Jadi yang nggak pedean dan suka mendem emosi, bisa tuh terapi di karaoke. Selamat mencoba...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun