Mohon tunggu...
Latifasya Kholifa
Latifasya Kholifa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Public Relations

Saya merupakan mahasiswa semester 5 Public Relations di Universitas Kristen Satya Wacana. Hobi saya adalah membaca novel dan juga memasak. Saya memiliki minat dalam bidang jurnalistik yang kini tengah saya kembangkan secara autodidak.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Balik Topeng Badut Jalanan dan Manusia Silver

12 Oktober 2022   07:56 Diperbarui: 12 Oktober 2022   08:23 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

 Badut dan manusia silver kerap ditemui di persimpangan lampu merah Polsek Karangjati. Tak hanya orang dewasa, kerap pula dijumpai manusia silver yang masih berusia kurang daari 15 tahun di kawasan tersebut. Mereka adalah anak-anak yang putus sekolah dan memutuskan untuk mencaru nafkah sendiri guna membantu perekonomian keluarga.

Seperti halnya yang diceritakan oleh Rahmat (12) dan Susilo (26), masing-masing merupakan badut jalanan dan manusia silver di kawasan perempatan lampu merah Jl. Kartini. 

Susilo memulai profesi sebagai badut jalanan dengan kostum tokoh "Ipin" sejak bulan ke 6 pandemi COVID-19 ( sekitar bulan September 2020). Sedangkan Rahmat (12) menekuni menjadi manusia silver karena "ikut-ikutan" melihat banyaknya orang-orang di lingkungannya yang demikian. Alasannya tentu karena kurangnya pemasukan dari masing-masing pihak. 

Susilo (26) awalnya merupakan seorang pegawai di sebuah perusahaan Swasta di Ungaran. Ia kehilangan pekerjaannya pada awal Juni 2020 silam dikarenakan PHK yang dilakukan perusahaan. Ia tidak memiliki sumber penghasilan lain selepas di-PHK dari perusahaan tersebut. Lantas, ia menerima ajakan rekannya untuk menjalani profesi sebagai badut jalanan dengan pembagian kawasannya adalah berasa di Pom Bensin Lemah Abang, Kec. Bergas. 

Awalnya, ia memang tidak mau untuk melakukan profesi tersebut, namun karena krisis finansial yang melandanya dan untuk memenuhi tanggung jawab menghidupi istri dan kedua anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar, ia terpaksa melakukannya. Ia berpikir umtuk melakukan peran manusia silver sembari mencari lowongan pekerjaan untuk mendapat pendapatan yang lebih pasti.

Ironinya, hingga sekarang ia tak kunjung mendapatkan pekerjaan tetap dan masih menekuni profesi sebagai manusia badut jalanan. Ia mengatakan bahwa ia memang sempat mendapatkan kerja serabutan di area Rawa Pening, Ambarawa. Namun, hal tersebut tidak berjalan lama dikarenakan ia beranggapan bahwa upah yang didapatinya tidak sebanding dengan usaha yang ia lakukan. Ia pu harus kembali terjun ke jalanan menjadi manusia silver bersama rekan-rekannya.

Semua pekerjaan memang memiliki kekurangan, kelebihan dan resikonya tersendiri. Walaupun terlihat baik-baik saja, menjadi badut jalanan dan manusia silver juga terkadang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. 

Seperti menjadi manusia silver, penggunaan cat yang berbahaya bagi tubuh dapat menimbulkan berbagai penyakit bagi pelakunya sediri seperti alergi dan kanker kulit. Dari sisi pengguna jalan, mereka dapat mengganggu ketertiban dan kenyamanan pengguna jalan dengan berjalan-jalan di tepian jalan.

Menurut penulis, cara menanggulangi maraknya pengamen jalanan seperti badut jalanan dan manusia silver dapat dilakukan dengan cara penyediaan lapangan pekerjaan dan juga memberikan pelatihan skill dalam suatu bidang pekerjaan agar mereka dapat kembali memperoleh penghasilan tetap dan meninggalkan profesi sebagai badut jalanan dan manusia silver.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun