Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lelah ini Milikku dan Milikmu

19 April 2020   06:50 Diperbarui: 19 April 2020   06:59 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lelah Ini Milikku dan Milikmu

Selamat tinggal antrean panjang. Good bye ruang rawat kelas dua. Selamat datang layanan first class.

Tujuh tahun umurnya, akan tetapi Silvi telah mencicipi bermacam pelayanan di fasilitas kesehatan. Dia pernah merasakan letihnya menunggu berjam-jam di rumah sakit hanya untuk bertemu dokter dan mendapat sebungkus obat. Suatu kali, dia menginap di ruang rawat kelas dua selama hampir seminggu saat Opa Hilarius dirawat karena penyakit kankernya.

Dan...

Malam ini, kali pertama Silvi menikmati pelayanan terbaik di rumah sakit. Bukan dia dan Bundanya yang mengejar-ngejar dokter. Justru pria berbaju putih dengan stetoskop terkalung di leher itulah yang menghampiri. Bukan suster berwajah jutek yang ditemuinya. Melainkan suster berparas manis penuh senyum.

Terima kasih untuk Ayah Calvin. Mr. Limited Edition kelebihan uang itu membawa putrinya pada tim dokter spesialis kulit terbaik. Memastikan balon berdarah di kaki Silvi dibasmi dengan obat kualitas premium. Praktis Silvi dan Bunda Manda tak perlu risau memikirkan berapa kali lagi harus bolak-balik ke rumah sakit hanya untuk bertemu dokter beberapa menit saja.

Lihatlah, anak cantik itu telah kembali ke kamarnya. Lembut Ayah Calvin membaluri balon merah di kaki Silvi dengan obat. Sementara itu, Bunda Manda menyiapkan obat lainnya dalam bentuk pil yang harus diminum.

"Silvi, cepat sembuh ya Nak. Biar Silvi bisa main lagi, bisa belajar..." ujar Ayah Calvin menyemangati.

Ucapan motivasinya hanya diangguki Silvi. Ia masih terlalu lelah untuk sekedar berkata-kata. Pedih di kakinya menyita segala perhatian.

"Minum ini, Silvi. Biar infeksinya hilang." Bunda Manda menyodorkan segelas air bening dan dua butir pil.

Silvi membelalak. Pilnya besar sekali. Bagaimana menelannya? Membaca keresahan Silvi, Ayah Calvin merebut benda-benda dari tangan istrinya. Ditumbuknya pil menjadi serbuk. Lembut dan hati-hati, Ayah Calvin menyuapi Silvi dengan sesendok penuh serbuk obat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun