Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Serial Calvin, Jose, Alea] Dua Malaikat Merah

12 Juli 2019   06:00 Diperbarui: 12 Juli 2019   06:02 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Pixabay.com

Dua Malaikat Merah

Pernikahan Ayah Calvin dan Bunda Alea makin dekat. Kesibukan nyata terlihat di dalam dua keluarga. Kian dekat hari H, kian gencar Paman Adica menggoda Ayah Calvin.

"Sudah latihan, mr. Phlegm? Awas, nanti kamu salah sebut nama." Katanya di suatu sore berawan.

Lain lagi Paman Revan. Pria Manado Borgo itu menyemangati Ayah Calvin. Diyakinkannya Ayah Calvin yang meragu, bahwa keputusannya sudah benar.

"Alah, sok bijak. Kau sendiri tidak menikah lagi, Revan." kritik Paman Adica tajam.


Kilat aneh terpancar di mata biru Paman Revan. Kedua tangannya terkepal.

"Pilihanku untuk tidak menikah demi fokus mengurus Silvi. Toh Calvin dan Alea menikah karena amanat Sivia." Paman Revan berkelit dari kritikan Paman Adica.

"Hmmmm...jadi, kau tidak mencintai Alea?" selidik Paman Adica, berbalik menatap Ayah Calvin.

Pertanyaan itu membuat Ayah Calvin termenung. Benarkah begitu? Rasanya tidak. Ia mencintai Bunda Alea. Ia yakin untuk menghabiskan sisa usia bersama wanita itu.

"Nah, kau tak bisa jawab. Ketahuan...kalian tidak menikah karena cinta!" sergah Paman Adica.

Susah sekali mengatakannya. Banyak orang mudah bilang cinta. Tetapi Ayah Calvin tidak. Biarlah dia gagal meyakinkan dua sahabatnya.

"Ah sudahlah. Pokoknya, kalau kau menikah nanti, jangan seperti si Revan." gerutu Paman Adica tak puas.

Rasanya Ayah Calvin ingin tertawa. Ia tahu persis apa yang dimaksud. Saat menikah, Paman Revan terbalik mengucap akad. Alih-alih menyebut Calisa binti Rudolf Florensius, Paman Revan malah menyebut Florensius binti Calisa. Kesalahan memalukan itu membuat Paman Adica menemukan bahan untuk meledek Paman Revan sepanjang hidupnya.

Sementara itu, Jose lebih banyak menyendiri. Hatinya dilanda kekalutan. Bagaimana bila Ayah Calvin melupakannya? Bagaimana jika Ayah Calvin berhenti menyayanginya setelah pernikahan? Seharusnya, Jose tak perlu takut. Cinta Ayah Calvin untuknya lebih luas dari samudera.

Cemas berlebihan, tubuh Jose komplain. Sakit itu mengganas. Polisitemia vera yang begitu tenang beberapa minggu terakhir, mulai mengamuk cari perhatian.

Saat Ayah Calvin sibuk mempersiapkan perhelatan bersama dua sahabatnya, Jose berkutat dengan MacBooknya. Dia menulis novel. Sebuah novel tentang traveling. Katakanlah itu sastra perjalanan.

Kelainan darah membuat Jose tak bisa pergi jauh lagi. Meski begitu, dia punya segudang kenangan traveling bersama Ayahnya. Dituliskannya kenangan demi kenangan. Lengkap dengan momen perjalanan, budaya, kuliner, dan tempat-tempat wisatanya. Ingatannya cukup kuat.

Ketika itulah tangan kanan Jose sulit digerakkan. Hidungnya berdarah. Bercak merah menjatuhi keyboard. Jose terus menulis, seakan tak terjadi apa-apa.

Parahnya, bukan hanya Polisitemia vera yang mengamuk. Kekentalan darah pun mengganggu. Ayah Calvin jatuh sakit sehari sebelum pernikahan. Kelelahan luar biasa, itulah penyebabnya. Pengidap sindrom kekentalan darah tak boleh terlalu lelah.

Kali ini Jose tak bisa lagi berpura-pura. Ia duduk di samping ranjang king size itu. Ia habiskan sepanjang hari di kamar utama.

"Ayah...yang kuat ya. Ayah pasti kuat. Besok pagi Ayah kan mau nikah sama Bunda Alea." Jose berkata meneguhkan. Menyalurkan energi kekuatan lewat genggaman tangan.

Mengapa Ayah Calvin harus sakit menjelang hari spesialnya? Waktu berdoa lima kali sehari tak disia-siakan Jose. Ia bacakan Surah Yusuf sambil berdoa agar Ayahnya membaik. Jose tentunya realistis. Kelainan darah bersifat menahun dan tak mungkin sembuh total, ia hanya bisa dikontrol.

**   

Bunda Alea menatapi pantulan dirinya di cermin. Sesosok wanita cantik bergaun merah balas memandangnya. Make up baru saja selesai. Bunda Alea dua kali lebih cantik dari biasanya. Ia sempatkan diri untuk bercermin lama-lama. Mematut penampilan, memastikannya sempurna.

Perfekto. Semuanya sempurna. Bunda Alea akan jadi pengantin wanita yang cantik luar-dalam. Apa yang kurang?

Ada titik bening di pelupuk matanya. Mengapa ada air mata? Cepat-cepat Bunda Alea menyekanya, takut riasan wajahnya luntur.

Sebentar lagi ia akan jadi milik orang. Bunda Alea takkan sebebas dulu. Menikah sama artinya mengikat diri pada orang lain. Dan dirinya akan dinikahi pria berhati malaikat. Pria yang setiap aspek dalam dirinya, begitu didamba pria lain.

Apakah ini air mata kecemasan? Semalam ia dapat kabar dari Jose. Ayah Calvin sakit. Tidak, semuanya pasti baik-baik saja.

Bertahun-tahun Bunda Alea menikmati kesendiriannya. Hidup single tak apa. Masih banyak kebahagiaan di dunia selain cinta. Semua keyakinan itu luluh lantak saat surat Bunda Sivia mendarat di kantornya.

"Hei, calon pengantin wanita kok nangis?"

Teguran halus menyadarkannya. Bunda Alea tersadar. Ada beberapa butir air mata turun lagi.

"Be happy, Alea. Bentar lagi calon suamimu datang. Perlu kita prank?" tawar salah seorang tim bridesmaids.

Bunda Alea menggeleng. Tidak, jangan sampai Ayah Calvin kena prank hanya untuk urusan ini. Sudha cukup banyak kesulitannya tanpa harus diperbanyak lagi.

"Kau kenapa? Terlalu sayang sama Calvin sampai nggak mau kita kerjain?" tawa si bridesmaid bergaun soft pink.

Belum sempat Bunda Alea menjawab, keluarga mempelai pria telah tiba. Jantung Bunda Alea berdebar-debar. Gugup ditatapnya pintu masuk hotel.

Itu dia.

Langkahnya tegap. Parasnya pucat. Meski demikian, rona pucat tak mengurangi ketampanannya. Ayah Calvin benar-benar seperti malaikat. Malaikat tampan bermata sipit kesayangannya Bunda Alea.

Mereka berdua saling tatap. Dress merah bertemu tuxedo merah. Mata bening bertemu mata sipit. Wajah jelita berpadu wajah rupawan. Ayah Calvin Wan bertemu Bunda Alea Cattleya.

"Bunda...kenapa Jose nggak dipeluk? Malah liat-liatan terus sama Ayah!"

Jose setampan Ayahnya. Ia menyeruak masuk, menggelayut di lengan Bunda Alea. Bunda Alea menarik tubuh tinggi itu ke dalam pelukan. Seseorang tertawa di belakang mereka.

"Pasti kau kalah saing dari Jose, ya? Dia sudah memeluk calon istrimu duluan," goda Paman Adica.

Dalam suasana menegangkan ini, celetukan-celetukan Paman Adica boleh juga untuk mencairkan kebekuan. Jose melempar pandang penuh arti pada Ayahnya. Ayah-takkan-bisa-menggeserku-dari-pelukan-Bunda, begitu maksud tatapannya.

Prosesi sakral berjalan lancar. Ayah Calvin tak mengulangi kesalahan Paman Revan. Kelegaan menghangati hati mereka. Mulai hari ini, Ayah Calvin dan Bunda Alea satu jiwa.

"Good job, ternyata kamu lebih cerdas dari Revan." Paman Adica melempar puji di dalam olokan.

Kebahagiaan membanjiri hati Bunda Alea. Kini statusnya telah berubah. Pantaslah dia disebut Nyonya Calvin Wan. Sayangnya, ibunya tak bisa hadir untuk menyaksikan ikatan suci.

Ayah Calvin dan Jose memahami kesedihan istri dan ibu baru mereka. Sebelum Ayah Calvin memikirkan cara untuk menghibur sang istri, Jose lebih cepat. Dihampirinya Bunda Alea sambil membawa piring kertas berisi tart karamel.

"Jose mau suapin Bunda. Boleh kan?" tawarnya.

Senyum tipis merekah di bibir Bunda Alea. Sikap manis anak lelakinya begitu menggetarkan.

"Kayak gini nih kalo Ayah suapin Jose..." Anak yang menjuarai banyak kontes musik itu menirukan cara Ayah Calvin menyuapinya.

Dari sudut mata, Ayah Calvin memperhatikan keakraban ibu dan anak itu. Ia biarkan mereka bercengkerama berdua. Keluarga kecilnya mematahkan stigma buruk tentang ibu tiri.

Pelan-pelan Jose menyuapi Bunda Alea. Dia tahu, riasan Bundanya tak boleh rusak. Tingkah manis Jose mengundang tatapan kagum para tamu.

Tiba saatnya resepsi. Bukannya mengiringi Ayah Calvin, Jose justru mendampingi Bunda Alea. Tanpa canggung, Jose mengangkat ekor gaun Bundanya. Banyak tamu salah duga. Dikiranya Jose anak kandung Bunda Alea. Melihat itu, Ayah Calvin tersenyum saja. Mau bagaimana lagi? Jose tak bisa dilarang.

Pesta pernikahan berlangsung meriah. Ratusan tamu memuji kecantikan Bunda Alea dan ketampanan Ayah Calvin. Betapa serasinya mereka.

Jose yang tinggi dan tampan, mengiringi orang tuanya di pelaminan. Ia melempar senyum memesona pada tamu undangan. Tempat duduk di pelaminan itu biasanya ditempati orang tua mempelai. Tapi karena situasinya tidak memungkinkan, sang anak tunggal menempatinya dengan senang hati.

Ayah Calvin dan Bunda Alea tak yakin Jose betah duduk lama mendampingi mereka. Benar saja. Ketika homeband bersiap menyanyikan lagu Bahagia Bersamamu, Jose bergabung menjadi penari latar. Jose tak peduli jika dirinya sakit.

Tiada pernah ku duga kau kan tiba

Menghapus semua luka yang ku rasa

Membiarkan hatimu jatuh di pelukanku

Memaksa nuraniku tuk jatuh cinta

Sudah cukup waktuku mengenalmu

Ku ingin membawamu lebih jauh

Membiarkan asmara bicara sejujurnya

Melabuhkan rindu di antara kita

Hatiku hilang di dasar samudera cinta

Ku temukan kembali saat kau menyinari hidupku

Bagiku kaulah yang membuat dunia indah

Mewarnai hari-hariku, sempurnalah jiwaku, bahagia bersamamu

Sudah cukup waktuku mengenalmu

Aku ingin membawamu lebih jauh

Membiarkan asmara bicara sejujurnya

Melabuhkan rindu di antara kita

Hatiku hilang di dasar samudera cinta

Ku temukan kembali saat kau menyinari hidupku

Bagiku kaulah yang membuat dunia indah

Mewarnai hari-hariku (Adera-Bahagia Bersamamu).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun